Broke-23

2.2K 163 27
                                    

Ali tersenyum di seberang jalan, melihat Prilly yang juga tersenyum kecil kepadanya. Hari ini libur, Prilly akan mengajak Ali untuk bertemu Maminya. Prilly melambaikan tangannya, Ali mengangguk kemudian memutarkan mobilnya.

"Masuk, Prill!" Ali menurunkan sedikit kacamatanya.

Canggung rasanya kembali satu mobil dengan Ali. Berbagai masalah sudah mereka lewati, dan sekarang kembali dekat. Membuat kesan senang tersendiri di hati Prilly.

Ali mengangkat sebelah alisnya saat sampai di pertigaan jalan, Prilly menoleh, "Belok kanan," ucapnya.

Ali mengangguk kemudian menjalankan kembali mobilnya. Mereka sampai, di tempat perkumpulan orang yang membuat kesalahan. Kesalahan fatal, hingga disini lah tempat tinggal mereka sementara. Banyak yang menjalani sidang, melamun, bahkan ada yang memberontak minta dilepaskan.

Prilly berjalan, menghampiri ruangan Maminya setelah meminta izin kepada Pak Polisi. "Daisy!"

Seorang pria datang, memakai jas rapi. Sontak Mami Prilly berdiri, tersenyum lebar. Seolah ada pencerahan, bukan menatap Prilly, melainkan pria tadi. "Lepaskan saya!" pinta Daisy, memohon sambil bersujud. Pria tadi kelabakan, ia mengusap wajahnya kasar. "Garry, tolong!" Ia terus bergumam.

"Mami," panggil Prilly, maju selangkah. Diikuti Ali di belakangnya. "Hai? Tante!" sapanya.

Daisy menatap tajam wajah Prilly, menyiratkan dendam dan kebencian. "Ngapain lagi kamu kesini hah? Mami gak butuh kamu di sini!" bentaknya, Ali menatap Prilly yang tertunduk sedih. "Prilly kangen tante, Prilly dateng ke sini bukan buat dapet bentakan. Sekali aja, baik sama Prilly, bisa?" Ali mencoba memberi penjelasan.

Daisy tersenyum remeh, "Ali, Ali. Urus saja anak tidak berguna itu! Seumur hidup, aku tidak pernah bermimpi untuk mempunyai keturunan sepertinya, pembangkang!"

Pria tadi, yang Mami Prilly sebut Garry menoleh. "Prilly putri Daisy?" Pria tadi tersenyum miring. Wajah Prilly berubah pucat, ia menggenggam ujung baju yang Ali kenakan. Namanya Garry, seorang lelaki brengsek yang sempat ingin menukar Prilly dengan uangnya.

"Aku bisa melepaskanmu, asal, tawaran kemarin, putrimu untukku. Haha," ucapnya yang membuat Ali terkejut. Ali maju selangkah, menatap kedua orang yang tidak mempunyai sopan santun di depannya. "Maksud Om apa?" tanyanya, Prilly terdiam ketakutan di belakang.

"Daisy, wanita jalang yang rela menukarkan anaknya dengan uang milikku!" Sambil tertawa, pria tadi mencengkram dagu Ali kuat. "Dan kamu ini siapa?! Berani-beraninya menanyakan hal seperti itu kepadaku?"

Ali menjauhkan badannya, menyentuh pelan dagunya yang sedikit sakit. "Tante Dai, Ali pikir Tante nggak seburuk yang Ali bayangin. Tapi nyatanya, ibu mana yang rela menjual anaknya demi sepeser uang? Sekiranya, kalau Tante malas merawat Prilly, biar dia tinggal di rumah Ali," ucapnya, Daisy tertunduk, tidak pernah mendengar Ali berkata seserius itu.

Ali beralih menatap Om Garry. "Om bodoh, tentunya Om punya anak, bukan? Bagaimana jika anak Om diperlakukan seperti Prilly? Kalian jahat, kalian brengsek." Ali memeluk Prilly yang ketakutan, sambil mengusap kepalanya, ia berkata, "Lo boleh ceritain semuanya sama gue, jangan pernah pendam apa pun sendirian, gue ada buat lo, Prill."

"ALI! ALI!"

Kerah baju Ali ditarik oleh Garry, Ali mengumpat, "Bangsat!"

Dua orang polisi menghampiri keduanya, sambil mengacungkan pistol di tangannya. "Ada apa ini?" tanyanya, bungkam, semua diam.

"Jangan berbuat ulah di kantor kami!" titahnya, Garry membenarkan kerah jasnya, seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi. "Jam besuk sudah habis, silakan keluar!"

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang