Broke- 25

1.7K 120 95
                                    

Seminggu yang lalu, ia mengurung diri di rumah. Kejadian kemarin membuat dirinya benar-benar terpuruk. Bersyukur, area kewanitaannya sudah tidak terasa ngilu kembali. Hari ini hari senin, ia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Harapannya, di pagi yang cerah ini, ia bisa membuka lembaran baru.

Ia menggeser pagar rumahnya, mengeluarkan motornya, dan mengikat rambutnya. Ia tersenyum, percaya bahwa Tuhan memiliki rencana indah seperti harapannya.

Terkadang, memang keyakinan dan kepercayaanlah yang membuat waktu terasa berbeda, bahagia merupakan sumber dari segalanya, siapapun bisa mendapatkannya, bukan?

Prilly membawa tasnya ke kelas, semua orang menatap heran, karena ia kembali dengan senyumannya yang asing.

Hidup kadang tidak sesuai harapan, namun tetap saja kita harus menjalankan. Gio mematikan rokoknya, kemudian berjalan cepat menghampiri Prilly. "Lo ngehindarin gue atau gimana?" lontarnya, yang membuat langkah Prilly tertunda. Prilly berbalik, memberikan lelaki itu senyuman yang jarang ia tunjukkan.

"Gue baik-baik aja, Er." Prilly kembali berjalan pelan, namun Gio masih menghampiri. "Ada yang mau lo ceritain sama gue?" tanyanya, ia paham ada sisi kesedihan disini.

"Lo nggak pernah masuk sekolah, lo nggak takut di skors?" Prilly memejamkan matanya, ia mencoba tenang kali ini. "Jangan ganggu gue dulu, ya," ucapnya sambil berjalan meninggalkan lelaki itu sendirian.

Prilly mencari guru biologi, tanpa sengaja menyenggol bahu seseorang. "Lo ...," ucap seseorang. Prilly menyergah cepat. "Please, jangan judge gue lagi, Reno." Kemudian ia berjalan, melanjutkan tujuannya.

Pasal perasaan, kadang semua orang mengerti. Ada yang tidak ingin berbagi, dan ada pula yang tidak di hargai.

Prilly mengetuk pintu guru biologi, ia mendatangi Bu Evi yang tadinya sedang fokus kepada monitor, menoleh. "Hai, Prilly. Ada apa?" tanyanya, kemudian beralih menatap Prilly.

Prilly tersenyum, kemudian menyapa, "Maaf kalau aku ganggu, Bu. Aku mau nanya tentang organ intim, boleh?" Ia menunduk malu, sambil menunggu jawaban guru biologi tersebut.

"Iya, ada apa? Kenapa kamu nanyain itu?" tanya guru tersebut penasaran. Prilly menggeleng, kemudian tersenyum manis. "Istilah dan penyebab selaput dara pecah itu ditandai sama apa ya, Bu?" Prilly memberanikan diri, menutup matanya takut akan jawaban guru tersebut.

"Kenapa kok kamu nanya itu?" Prilly menggeleng.

"Selaput dara pecah itu bisa di sebabkan oleh beberapa hal, seperti jatuh saat kecil, senam yang membuka paha lebar, balet, atau bahkan fingering berlebihan. Selaput dara pecah ditandai dengan keluarnya darah segar atau flek yang berlanjutan mungkin sampai 5 hari. Tetapi, selaput dara pecah bukan berarti tidak perawan. Keperawanan wanita itu bisa dibilang hilang kalau sudah berhubungan intim. Ada apa? Kamu mau cerita sama ibu?" tanyanya penasaran. Prilly menggeleng, kemudian berkata, "Aku nggak apa-apa."

"Anak ibu pernah di perkosa oleh dua orang temannya." Guru itu berbicara serius, yang membuat Prilly menatapnya.

"Dulu, sampai dia sakit. Ibu jahat karena udah ngusir dia, harusnya ibu ngasih dukungan biar dia nggak putus asa. Ibu nggak peduli sama dia, ibu anggap dia malu-maluin ibu. Ibu terlambat sadar kalau itu semua kecelakaan. Anak saya meninggal karena beban pikiran, dan infeksi pada vaginanya." Guru itu menyembunyikan air matanya seraya tersenyum. "Makannya, ibu pilih jurusan IPA, kemudian ibu memokuskan paham ibu ke ilmu biologi, biar ibu tahu tentang semuanya."

Prilly tercengang, nasib buruk tidak hanya menimpa kepada dirinya. Bu Evi kembali bertanya kepada siswinya ini. "Kenapa? Ada yang mau ibu bantu?"

"Mami aku keterlaluan, Ibu." Prilly tertawa sedih mengingat kelakuan maminya.

"Dia di sel. Tapi dia tetep aja cari uang pakai cara ngorbanin anaknya sendiri, bahkan aku pernah hampir di tukar uang sama Mami. Mami nyuruh aku ngobatin laki-laki yang kena hipnotis tanpa persetujuan aku. Lelaki itu kasar, lelaki itu---argh hiks ...."

Prilly menunduk kemudian menghapus air matanya, "Aku di lecehin, dia masukin jarinya ke kelamin aku, sampai berdarah. Aku takut nggak bisa jaga ini, Bu." Prilly menutup wajahnya kemudian menangis di hadapan guru tersebut.

Guru itu menatap nanar Prilly, kemudian berjalan menghampirinya. Memeluknya erat seperti anaknya. "Kamu berani, jangan sedih."

"Kamu bisa cerita apapun sama Ibu, ibu paham gimana perasaan kamu. Ada ibu, Prilly." ucapnya kemudian terdiam mengingat nasib Prilly hampir sama dengan anaknya.

Prilly cerita banyak kepada guru tersebut, mengelap air matanya, kemudian berdiri, membereskan seragamnya. "Terimakasih, ibu." Guru itu tersenyum melihat punggung Prilly yang sudah meninggalkan ruangannya.

Di sisi lain, seorang lelaki sedang break bermain basket, nafasnya terengah-engah karena akan ada pertandingan nanti. Ia menatap ke sekelilingnya, membosankan. Tatapannya tertuju kepada seorang gadis yang sedang duduk di kursi, membuka kotak bekalnya.

Ali beberapa kali mengucek matanya, memastikan penglihatannya benar.
"Bro!" ucapnya kepada temannya, sambil melemparkan bola basket. Ia berlari, menghampiri perempuan itu, dan menatapnya antusias. "Prilly!" sapanya, sambil menundukkan kepala melihat Prilly yang sedang duduk.

Prilly menenggak, tersenyum melihat objek di depannya. Kemudian menggeserkan badannya, memberi Ali tempat duduk. "Lo kemana aja?" tanyanya dengan nada tercekat.

"Gue ada di rumah, gimana kabar lo?" Prilly balik bertanya, kemudian memberikan sisa bekalnya kepada lelaki tersebut.

"Gue kangen lo." Ali tersenyum tipis, Prilly menunduk kemudian memberanikan diri menatap Ali. "Makasih lo selalu ada buat gue. Meskipun gue sering jahat sama lo. Gue malu masuk sekolah ini, gue ngerasa hina. Gue ngerasa diri gue nggak dibutuhin. Tapi gue nggak boleh kalah sama keadaan. Gue diajarin Papi buat tegar. Gue anggap semuanya mimpi, semua yang gue alami itu mimpi, gue percaya gue bakal bahagia habis ini. Gue bakal percaya, kalau gue bisa, gue bisa, tanpa kalian." Prilly menatap ke depan dengan tatapan kosong.

Ali menyadari bahwa ada kejadian baru yang menimpa Prilly. "Ada yang mau lo ceritain sama gue?"

"Nggak ada, yang ada nanti lo malah benci gue. Gue nggak mau," ucap Prilly cepat.

"Gue ada sama lo. Gue temenin lo. Lo jangan takut, buka hidup baru lo sama gue, ya. Gue percaya kalau gue bisa bahagiain lo." Ali berkata yakin, kemudian tersenyum manis.

Hadirnya seseorang bisa memengaruhi hidup orang lain. Tanpa tahu masalahnya, asal tetap yakin semuanya akan bahagia.

"Cukup ya sedihnya lo, jangan sedih lagi. Gue seneng bisa liat lo. Lo mau hadir di pertandingan gue nanti, kan?" Ali bertanya, kemudian menaik turunkan alisnya agar seseorang di hadapannya ini mengangguk.

"Gue nggak bisa janjiin, tapi gue usahain buat bisa dateng nanti."

Ali tersenyum lebar, dan mengusap rambut Prilly yang membuatnya tersenyum kecil. "Lo kuat!" ucapnya, kembali tersenyum.

AKU BIKIN INI HAPPY ENDING ATAU SAD YA? XIXIXI THANK YOU BUAT KALIAN, I LOVE!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang