"Mami ngapain nyuruh aku ke sini?"
Prilly menatap Maminya yang sedang tersenyum licik, dengan dua orang polisi di belakangnya. Mami Prilly berdecak, kemudian tersenyum manis saat melihat seorang pria yang lari tergesa-gesa dari arah kanan.
"Hai, Dais! Bagaimana?" ucapnya dengan napas terengah-engah.
Mami Prilly menatap anaknya sekejap, kemudian kembali menatap pria tadi. "Ini, silahkan bawa dia."
Prilly mengerucutkan keningnya, kemudian bertanya, "Maksudnya apa?"
"Sayang, Mami mau titip kamu di Kakak ini, biar kamu nggak sendirian." Pencitraan, sangat, karena di sekeliling Daisy polisi.
"Tapi mi, aku bisa jaga diri sendiri." Prilly mengelak, tanda tak suka, kemudian hendak bangkit dari kursinya. Namun, pria tadi menahan, "Gue Dito," ucapnya, menjabatkan tangannya.
"Waktu jenguk habis!" Seorang polisi berkata, kemudian menggenggam kedua tangan Daisy, memasukkannya kembali ke dalam sel.
Daisy tersenyum puas, sambil menatap pria tadi kemudian mulutnya bergerak tanpa mengeluarkan suara, "Uang," ucapnya.
Prilly berjalan mengikuti pria tadi. Sambil menundukan kepalanya, ia tidak sadar bahwa pria tersebut berhenti, yang membuat keningnya bertabrakan dengan punggungnya.
"Ki--kita mau kemana?" tanya Prilly, ia bingung, merasa dipermainkan.
"Ke rumahku."
Prilly percaya dan langsung masuk ke mobil Dito, pria itu. "Dito, lo siapa?" Prilly berujar, sambil menatap Dito heran.
"Just call me Dee, baby!" Dito menjadi sosok yang mengerikan, kemudian mengajak Prilly turun, di depan rumah mewah.
Dito menarik tangan Prilly, hingga mereka tiba, di depan kamar yang bertuliskan nama, "Jeandarista"
Menyadari wajah ketakutan Prilly, Dito tersenyum manis, kemudian menghadapkan wajah Prilly untuk menatapnya. "Gue bukan orang jahat, gue nggak tau yang gue lakuin itu benar atau nggak. Gue juga nggak tega ngebiarin lo gini, tapi, perjanjian Bunda sama Mami lo nggak bisa dibatalin, mereka kerja sama, untuk mendapatkan simbiosis mutualisme."
Prilly semakin mengerunyutkan keningnya, "Simbiosis mutualisme?"
"Yeah, right. Saling menguntungkan. Bunda ngadain sayembara buat ngobatin Kak Jean, dan entah dari mana, Mami lo yang kepilih. Bunda ngasih uang ke Mami, buat pinjem lo." Dito tersenyum kecut, menurutnya, ini sudah keterlaluan, namun bagaimana, demi kesembuhan Kakaknya, bukan?
"Kak Jean jadi korban hipnotis, kita nggak tahu gimana cara balikin dia, dia pendiem, nggak tau masih ngerasain hidup atau nggak. Bunda datengin orang pintar, buat nyembuhin dia. Orang pintar itu bilang, kalau dia bakal mendingan, jika ada satu gadis yang 2 hari bermalam sama dia, sampe sini, lo paham?"
"Mami jual gue?" Mata Prilly berkaca-kaca, seraya menggeleng pelan. "Ini bukan sekali dua kalinya Mami giniin gue, terus sekarang lo tega dukung aksi ini?" Suara Prilly mengecil, sesekali menutup matanya.
"Prill, lo cantik. Lo nggak pantes buat nangis, mau tolongin keluarga gue ya? Gue percaya, Kak Jean nggak bakal ngelakuin hal negatif."
Dito tersenyum, kemudian membuka kunci kamar tersebut, membiarkan Prilly masuk, kemudian menguncinya. "Ini nggak masuk akal," desisnya, kemudian menarik napas panjang.
Beberapa saat hening, Prilly di dalam berjalan pelan menghampiri sosok lelaki yang sedang termenung. Ia menepuk pundaknya pelan, seraya berkata, "Hei?"
"ARGH!!! KENAPA SEMUA ORANG GANGGU GUE SIH?" Lekaki itu mendorong Prilly hingga punggungnya terbentur ke tembok.
"KENAPA NGGAK NGEBIARIN GUE TENANG?"
Prilly menutup matanya takut, perlahan tubuhnya berangsur ke bawah. "Gu--gue Prilly, Kak."
"KELUAR LO DARI SINI!" Suara keras itu kembali terdengar, Dito di luar, memanjatkan banyak berdoa, semoga semuanya baik-baik saja.
..........
Di lain sisi, Ali memijat pelipisnya pelan, dari kemarin, Prilly tidak masuk sekolah. Bahkan, ia menghampiri rumahnyapun sepi, seperti tidak ada kehidupan.
"Lo kemana?" gumamnya, seraya berdiri, kembali masuk ke kelas yang sangat sepi.
Di perjalanan, ia bertemu Erlangga, yang biasa bersama wanitanya. "Gio, lo liat Prilly?"
Gio menggeleng, sambik melepas headphonenya. "Dia nggak masuk, kabar dari diapun nggak gue dapetin, bukannya lo yang sekarang deket sama dia?" Gio mengangkat alisnya.
Ali tersenyum manis, "Makasih."
.....
Malam hari tiba, ah rasanya Prilly ingin mati saja. Tubuhnya lemas, banyak luka lebam di wajahnya. Ia mengumpat di samping lemari, takut terkena serangan berlebih. Dari kemarin, ia tidak makan, ia terkunci dengan makhluk buas.
"Ugh, Prilly, lo dimana?" Jean berujar, sambil matanya memutar untuk menemukan gadis itu.
Prilly tidak bisa menahan batuk, ia lelah, tidak diberi air. "Uhuk ... uhuk ...."
Ia menatap ke atas, sosok lelaki yang menyeramkan ada di hadapannya, "Kak Jean, ampun," lirihnya sambil menundukkan kepala.
Jean mencekik leher Prilly, kemudian membantingnya ke ranjang, menindihinya seolah beban dirinya ringan.
"Argh, Pa--papi!" Prilly menjerit, mencoba lepas dari Jean.
Jean mengunci Prilly dengan kedua tangannya, ia merobek celana Prilly yang sudah lusuh. "Jangan lakukan itu!" Prilly kembali menjerit, namun mulutnya dibekam oleh Jean.
Pakaian dalamnya habis di robek, Prilly menangis, sambil menahan napas, ia menggeleng, apakah tidak ada pertolongan untuknya?
Jean memasukkan 3 jari ke dalam kemaluan Prilly, yang membuat Prilly berteriak kencang. "ARGHHH, BERHENT--BERHENTI!" ucapnya.
Naas, darah dari lobang senggamanya mengalir, ia merasakan amat perih. Kemudian napasnya tidak beraturan. Perlahan, tangan Jean keluar, dan menatap Prilly kosong.
Dito yang mendengar teriakan histeris itu berlari, kemudian dengan cepat membuka kunci kamar Jean. "Bajingan! Apa yang lo lakuin bodoh!" Dito memaki Jean, Jean menatap Dito kosong, kemudian mendapat tamparan dari sang adik, yang membuat dirinya tidak sadarkan diri.
Dito menggeleng tegas saat melihat kondisi Prilly, ia mencari selimut, dan menggendong Prilly untuk menjauh dari lelaki sialan itu. "Lo diapain Prill?" Dito khawatir, ia mengambil lap hangat untuk membasuh luka di sekujur tubuh Prilly.
Prilly tersenyum kecut, pandangannya kosong, karena mendapat serangan yang tidak pernah ia dapatkan.
"Hei, 'itu' lo sakit?" Dito bertanya, namun masih tidak ada jawaban.
"Gue mau ke kamar mandi," lirih Prilly, kemudian berjalan masuk, menahan perih di bagian bawahnya.
Ia merendam dirinya dengan air hangat, sambil menangis. Mengapa jalan hidupnya begitu buruk Tuhan, tidak bisakah ia merasakan bahagia sekali saja?
Prilly melihat darah, kemudian kembali menangis, ia gagal menjaganya. Apa ini artinya ia sama dengan wanita jalang?
Prilly menggeleng, mengusap air matanya, "Papi, Prilly cape. Kalau bisa, Prilly mau nyerah sama ini semua. Tapi Papi nitip Mami, Prilly malu-maluin Papi, ya?" gumamnya pelan, menahan tangis yang semakin menjadi.
Terkadang ia percaya, bahwa kehidupannya jauh lebih bahagia dari yang orang lain rasakan. Namun, hal seperti ini, pantaskah ia sebut bahagia?
Ia gagal, ia gagal menjadi wanita hebat, ia mudah menangis, dan tidak bisa menjaga kehormatannya.
ALLO GES😘

KAMU SEDANG MEMBACA
BROKE
خيال (فانتازيا)Kita satu dunia, namun duniaku sendiri lebih menyenangkan dari pada dunia kalian. Menyendiri, kelam, menunggu keajaiban. -Decyla Prillyestie Ragana. #2 ALONE [10/05/19] #3 SADLIFE [07/04/20] #3 aliandosyarief [28/10/20]