Broke-21

1.8K 149 4
                                    

Ali menghampiri Prilly yang sedang termenung sendiri di rumahnya. Sudah rapi memakai seragam sekolah, namun Prilly tidak tahu cara berangkatnya. Ali yang sedang memerhatikan Prilly pun, langsung turun dari mobilnya.

"Prilly! berangkat bareng gue?" Ali menyapa, tersenyum manis sambil sedikit berjongkok. Prilly memalingkan wajahnya, hendak memutar kembali kursi rodanya, namun Ali menahannya. "Gue mending gak jadi ke sekolah daripada berangkat bareng lo," ujarnya, dengan nada dingin.

Kemarin, saat Ali menolong Prilly, Prilly meminta untuk pulang ke rumahnya. Ia malas untuk tinggal di rumah sakit sementara. Jadi, ia lebih memilih tinggal sendiri di rumahnya.

"Ayo!" ajak Ali, memaksa Prilly, membiarkan dirinya terkena ocehan gadis itu. Ia memaksa Prilly untuk masuk ke dalam mobilnya, kursi rodanya ia lipat.

"Cih, pemaksa!" Prilly menggerutu.

Di sepanjang jalan, terjadi keheningan, kaki Prilly masih terasa sakit, namun ia memaksakan dirinya pergi ke sekolah. Ali hanya menggeleng pelan melihat Prilly di sebelahnya, menempelkan pipinya ke kaca mobil, dengan mulut yang mengucapkan banyak sumpah serapah.

"Berhenti di sini, gue malu kalau lewat gerbang depan!" Prilly bersuara dengan nada dingin.

"Mata lo malu! Gue anterin lo ke kelas deh," ucap Ali kemudian melanjutkan perjalanannya ke gerbang utama. Dengan telaten, ia menata kursi roda Prilly, menuntun Prilly untuk duduk di sana.

Saat Ali hendak mendorongnya, Prilly membuka suara, "Gue bisa sendiri."

Ali menggeleng, membiarkan Prilly menjalankan kursi rodanya, namun ia masih mengikuti Prilly dari belakang.
Tatapan warga sekolah teralih untuk menatap Prilly, Prilly di situ, memejamkan mata, menahan rasa malunya.

Menyadari Prilly berhenti sambil menunduk, Ali berlari kecil, kemudian mendorong kursi roda Prilly untuk ke kelasnya. Yang semakin membuat orang-orang menatap keduanya jengkel.

"Gue bisa sendiri, Ali." Prilly berujar, namun dengan suara pelan. Ali tersenyum miring, tetap saja mendorongnya, membawa Prilly ke belakang sekolah.

"Apa-apaan sih bego? Gue mau ke kelas!" Prilly yang tidak terima pun kembali menggerutu, namun Ali tidak membuka suara, ia tetap membawa Prilly ke belakang sekolah.

Banyak kursi dan meja rusak, tidak terawat. Banyak gudang-gudang yang terkunci, namun sama sekali tidak terdengar suara orang. "Nyaman, ya?" ujar Ali, berjongkok di samping Prilly, mensejajarkan tingginya dengan gadis itu.

Perlahan Prilly mengangguk, "Sedikit Seram."

"Lo tau? Tempat ini yang bikin suasana hati gue tenang, atas masalah yang nimpa keluarga gue." Ali berdiri, berjalan maju perlahan.

"Maksud lo?"

"Papa berani ngutang ke bank, demi ancurin partner kerjanya yang di Medan. Jumlahnya nggak sedikit, yang bikin Mama gue pusing setengah hidup."

Isal dan Reno datang, berjalan pelan, Ali yang merasa ada orang datang pun membiarkannya, tanpa berbalik. "Mau ngapain lo ke sini?" tanyanya dingin, ini membuatnya muak.

"Hancurin Prilly lagi?" Ali kembali bertanya, kali ini ia berbalik, menatap kedua orang yang masih menjadi sahabatnya kemarin lusa.

"Gue harap, Tuhan bikin lo berdua menderita lebih-lebih dari yang Prilly alamin." Sarkas! Ali menunjukkan wujud dirinya yang kemarin, sedikit membuat Prilly takut.

Isal mendongak, membuka mulutnya.

"Lo gak usah ngomong, percuma! Kata-kata lo kotor, lo orang jahat." Ali menatap nyalang Isal, yang membuat lelaki itu kembali menunduk.

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang