Broke-5

2.3K 174 6
                                    

Semua orang tentu punya jam, tetapi ada yang tidak memiliki waktu.

......

Matahari semakin tak terlihat, tergantikan oleh hujan gerimis yang menyejukkan. Suasana Cafe mendadak ramai, ada yang memang sedang nongkrong, dan ada juga yang memanfaatkannya hanya untuk meneduh semata menunggu hujan reda.

Prilly menutup telinganya kala melihat kilatan petir. "Astagfirullah," pekiknya kemudian memejamkan matanya.

Ali didepannya tersenyum miring, sambil menatap Prilly. "Nerd, jangan nutup kuping gitu dong," ucap Ali memegang tangan Prilly, lalu menaruhnya di meja.

Prilly terdiam, membiarkan Ali melakukan kegiatannya tersebut. Prilly merasa berbeda dengan Ali, ia tak tahu merasakan apa. Atau mungkin ia memang tak mendapatkan perhatian belakangan ini.

"Kata emak gue, gak baik nutupin telinga waktu ada petir," ucap Ali tersenyum.

"Eh ada baiknya juga, Paling lo gosong. Hahaha," ucap Ali tertawa keras, yang kembali membuat Prilly merubah wajahnya menjadi datar kembali.

"Resek lu! Bangke emang, mati aja sono," ucap Prilly memalingkan wajahnya. Prilly menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya yang bertumpu di atas meja.

Ali mengangkat sebelah alisnya, kemudian melirik jam di tangannya. Waktu sekolah sudah terlewat, persetan. "Bodoamatlah, palingan juga gitu doang," ucap Ali bergumam kecil.

Prilly seperti kelelahan, wajahnya terlihat lesu. Apalagi matanya yang sayup-sayup terdapat noda hitam di bawahnya. "Apa Prilly sakit?" Pikir Ali, kemudian ia menepisnya. Peduli apa ia dengan keturunan wanita penggoda?

"Em--lo kenapa gak sekolah?" tanya Ali kembali karena ia merasakan tidak ada percakapan lain untuk di bicangkan.

Prilly mengangkat kepalanya, kemudian ia menggeram kecil sambil menghentakkan kakinya. "Lo bego atau gak punya otak sih? Gue kan tadi udah bilang bukan?" ucap Prilly tak santai, karena ia terlanjur geram dengan Ali.

"Kalau boleh tau, kemana Ayah lo?" tanya Ali karena ia mendadak penasaran sekarang. Hal itu membuat Prilly terdiam sambil memejamkan matanya. Lalu melihat ke arah lain sembari tersenyum miris, tersirat tatapan sedih dari matanya.

Ali merasa tak ada jawaban, kemudian hanya diam. Mungkin Prilly belum siap, pikirnya.

Kembali hening, hujan semakin deras. Membuat semua orang di cafe berdecak kesal, Prilly menghembuskan nafasnya panjang lalu beralih menatap Ali. "Papi udah gak ada," ucap Prilly lirih, kemudian memejamkan matanya. Mengingat jalan hidupnya yang amat miris.

Ali terdiam, kemudian menatap Prilly sendu. Terbesit rasa kasihan kepadanya, ia juga merasa tidak ada hak untuk mengejeknya seperti kemarin.

"Eh-um sorry, gue gak tau," ucap Ali kemudian tersenyum sekilas.

"It's Oke, santai aja," balas Prilly sebiasa mungkin.

Hujan mereda, satu-persatu pelanggan mulai meninggalkan cafe. Ali beranjak dari duduknya, berniat untuk pulang.

Namun suara Prilly membuatnya terhenti. "Jangan dulu, gue mau liat pelangi," ucapnya pelan, sambil melihat ke arah pelangi yang nampak di batas kaca.

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang