Diam bukan berarti baik-baik saja, terkadang memang harus menutup rapat masalah. Sekadar menghibur diri di tempat sunyi, tanpa mengaharapkan rasa peduli.
Menyimpan luka sendiri memang tidaklah mudah, harus, memang, untuk mengendalikan diri untuk tidak terjerat dalam rendahnya delusi.
Berjalan sendiri tanpa tumpuan membuatnya tahu bahwa arti sebuah keramaian memang tidak semudah yang di pikirkan. Ia harus melangkah lebih maju untuk mendapatkannya.
Prilly sudah bersiap-siap dengan tas ransel kecil di pundaknya. Rencananya, ia, Tante Lexis, dan Kakek akan mengunjungi sekolah baru Prilly.
"Ayo, kamu duluan ke mobil," titah Tante Lexis, sembari mengikat tali sepatunya.
Kakek mengganti jas nya dengan kaus santai, ia berjalan ke pintu.
Tok tok tok
"Biar Prilly aja, Kek."
Kakek mengangguk, kemudian kembali mengancingkan bajunya yang sedikit terbuka.
Kakek merasakan pintu sudah terbuka, namun, tidak ada orang yang berbicara. Ia menoleh, mendapati Prilly yang sedang menunduk takut.
"Kenapa, Pril?" tanya Kakek.
Tante Lexis datang menghampiri Prilly terlebih dahulu. "Siapa yang da--Kak Daisy?"
Kakek berjalan cepat ke depan pintu, menatap nyalang Daisy yang sedang tersenyum. Prilly terus saja menunduk, ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Siap untuk pulang, Decyla?" tanya Mami, dengan dua orang berbadan besar di belakangnya.
"Ma--Mami," ucapnya, kemudian mengumpat di belakang tubuh Kakek.
Kakek Tama maju selangkah, menaikkan dagunya ke atas. "Untuk apa kamu kemari?"
Daisy tersenyum miring, memegang telempap Kakek, bermaksud untuk mencium tangan. "Menjemput anakku," balasnya.
Tante Lexis menaikkan sebelah alisnya. "Apa menjual anak termasuk tindakan kriminal?" ucapnya menyindir.
Daisy memelototkan matanya, ia menatap Prilly tajam, seolah meminta penjelasan. "Ayo pulang!" ucapnya menarik paksa tangan Prilly.
Prilly menangis, terus saja menatap Kakek. "Prilly gak mau, Mi. Prilly seneng di sini, sama Kakek."
Kakek Tama melepas paksa tarikan Daisy di tangan Prilly. "Tidak tahu diri kamu, makin bejat saja kelakuanmu!" ucap Kakek menyentak.
Daisy mendekat ke arah Kakek. "Jika hidupku senang, mengapa tidak, Pak Tua?" ujarnya.
Daisy memberi aba-aba kepada dua orang di belakangnya. Kemudian tersenyum remeh. "Habisi dia," titahnya.
Prilly memelototkan matanya, ia berjalan ke depan Kakek, hingga dirinyalah yang menjadi hantaman dua orang tersebut. "Mau Mami apa? Mami udah terlalu jahat tau nggak?" geramnya, ia memegang bahu kirinya yang menjadi sasaran jotos.
"Kamu pulang, Decyla. Kalau kamu ke sini lagi, Mami bakal nyelakain Dia dan Dia," ucapnya.
Kakek maju, menampar keras Daisy. "Dimana rasa hormatmu? Mengapa anakku menikahimu? Tidak sadar dengan ucapanmu, heh?" bentaknya.
Daisy meringis, kemudian memerintahkan kembali dua orang pria tersebut untuk menghajar Kakek. Daisy buru-buru menarik Prilly, hingga, Kakek terluka karena tinjuan pria tadi.
"Ka--Kakek!" Prilly berteriak, ingin menghampiri, namun lengannya buru-buru di cekal oleh dua orang tadi.
Daisy menepukkan kedua tangannya, ia merasa menang sekarang. "Mami tidak bermain-main, Prilly."

KAMU SEDANG MEMBACA
BROKE
ФэнтезиKita satu dunia, namun duniaku sendiri lebih menyenangkan dari pada dunia kalian. Menyendiri, kelam, menunggu keajaiban. -Decyla Prillyestie Ragana. #2 ALONE [10/05/19] #3 SADLIFE [07/04/20] #3 aliandosyarief [28/10/20]