Bab 3 ( Better Version )

8.7K 831 74
                                    

Vira tersentak bangun dari tidurnya, tubuhnya terasa berat dan pegal, seolah malam sebelumnya bukanlah malam yang biasa. Matanya melirik jam weker di nakas samping tempat tidur—08:02. Masih ada sedikit waktu untuk bersiap-siap, meski kenyataannya, hari ini ia pasti akan terlambat lagi.

Dengan tergesa, Vira beranjak menuju kamar mandi, namun langkahnya terhenti. Pandangannya tertuju pada siluet samar di balik tirai bathtub, seolah ada seseorang yang sedang berendam di sana. Vira merasa ada yang menindih dadanya. Perlahan, dengan tangan yang gemetar, ia meraih ujung tirai. Dalam hitungan detik yang terasa begitu lama, ia menarik tirai itu, dan...

Kosong. Tak ada siapa pun.

Ia memandang ke sekeliling kamar mandi dengan napas yang mulai memburu, jantungnya berdebar keras. Apa yang tadi ia lihat? Sekadar bayangan atau... sesuatu yang lain? Merasa bulu kuduknya berdiri, Vira menelan ludah, mencoba menenangkan diri. "Mungkin cuma perasaanku," gumamnya pelan, meski ia tahu ada sesuatu yang tidak beres.

Dirk menyeringai puas dari sudut ruangan, menyaksikan setiap ketakutan yang terpancar dari wajah Vira. Dia tahu, perlahan tapi pasti, Vira akan menyadari keberadaannya.

Vira melepaskan pakaiannya dengan cepat, mencoba mengenyahkan rasa takut dengan air hangat yang mengalir dari pancuran. Namun, saat tubuhnya mulai merasakan aliran air, rasa nyeri menjalar di bagian selangkangannya, membuat Vira mengernyit. Pikirannya sejenak melayang ke malam sebelumnya—perasaan aneh, antara sadar dan tak sadar, rasa sakit yang samar. Apa yang sebenarnya terjadi?

Usai mandi, Vira berjalan menuju lemari pakaiannya, mencoba mengabaikan perasaan tak nyaman itu. Ketika ia membuka pintu lemari, mata Vira terbelalak—tetesan cairan merah mengalir dari sisi-sisi kaca lemari, membentuk garis-garis tipis yang semakin lama semakin banyak. "Apa ini? Darah?" Vira terhuyung ke belakang, rasa mual menggelayut di tenggorokannya.

Tiba-tiba, suara angin menderu dari arah pintu kamar, begitu kencang hingga membuat daun pintu terbuka lebar. Vira mematung, matanya terpaku pada sosok yang perlahan melangkah ke dalam ruangan. Seorang pria tanpa kepala, berjalan tertatih ke arahnya, darah mengucur dari leher yang terpenggal. Vira terdiam, seluruh tubuhnya gemetar, napasnya tercekat di tenggorokan.

Di sudut ruangan, Dirk mengawasi dengan mata dinginnya, seolah menikmati ketakutan Vira yang kini mulai merasuk dalam setiap pori-porinya. "Selamat datang di duniaku," bisik Dirk dengan suara serak, meski Vira tak mampu mendengarnya. Hari ini adalah hari di mana semua rasa takut akan menjelma menjadi kenyataan.

"Tolong..." Suara serak dan berat itu mengalun lirih, datang dari pria tanpa kepala yang berdiri tak jauh dari Vira. Tangannya yang gemetar terangkat, mencoba meraih Vira dengan gerakan yang lamban dan menyedihkan. Vira ingin menjerit, ingin berlari atau pingsan sekalian, namun tubuhnya seakan tak bisa digerakkan. Ia hanya bisa berdiri di sana, terpaku, menyaksikan makhluk itu semakin mendekat.

"Tolong... kepalaku... tolong!" suara pria itu semakin parau, nyaris seperti erangan kesakitan yang tak berkesudahan. Saat jaraknya hanya sejangkauan tangan, tiba-tiba sosok itu memudar, lenyap bagai asap yang tertiup angin, meninggalkan Vira yang ternganga dengan mulut terkatup. Seluruh tubuhnya bergetar, matanya tak berkedip, masih memandang kosong ke tempat di mana sosok itu barusan berdiri.

Ya Tuhan, semua yang dikatakan Buk Fatma benar adanya. Rumah ini... rumah ini sungguh berhantu.

Dengan tangan yang masih gemetar, Vira segera meraih pakaiannya dan mengenakannya dengan tergesa. Ia mengambil tas kerjanya yang tergantung di gantungan baju, meraih kunci mobil dengan cepat, dan setengah berlari keluar dari rumah. Napasnya memburu, seakan setiap langkah adalah perlombaan untuk melarikan diri dari sesuatu yang tak kasat mata.

MR. DIRK (up again GITM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang