Bab 5 ( Better Version )

6.9K 856 50
                                    

Pagi itu, matahari tampak enggan menyapa, seolah tahu bahwa Vira sedang terjebak di rumah berhantu ini, bersama sosok yang tak seharusnya ada di dunia nyata. Vira tak bisa kemana-mana, hanya terkurung dengan segunung pekerjaan kantor yang menumpuk di hadapannya. Namun, tatapan tajam Dirk dari lantai dua membuatnya tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi. Ia tahu, setiap gerak-geriknya diawasi oleh hantu tampan itu.

Vira melirik sebentar ke arah tangga, berharap pria itu akan menghilang, namun yang terjadi justru sebaliknya. Dengan gerakan halus, Dirk melayang turun, seolah gravitasi tak berlaku baginya. Vira menggerutu dalam hati. Apa tak ada satu hari pun di mana ia bisa merasa bebas dari tatapan pria itu?

"Sepertinya kamu tidak suka dengan kehadiranku," ujar Dirk, duduk di sofa antik yang berseberangan dengan Vira. "Kenapa?"

"Nggak, bukan begitu. Mungkin... karena kamu hantu, jadi aku takut," jawab Vira terbata, tak bisa menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Dirk tertawa, suara rendahnya bergema di dalam ruangan yang sepi. "Aku hanya roh yang masih memiliki urusan yang belum selesai. Mungkin, jika urusanku di sini tuntas, aku akan menghilang."

Vira terdiam, menyadari beban dari kata-katanya. Apa urusan yang membuat roh pria ini tetap tinggal? Apa ia harus mencari tahu kisah masa lalunya yang tersimpan di rumah ini? Vira melirik wajah Dirk yang tampak begitu damai, matanya tertutup rapat, bersandar seolah hidup kembali.

"Malam ini," suara Dirk memecah keheningan, "aku tidak akan bisa keluar dari cermin. Sampai malam Jumat Kliwon berikutnya."

Hati Vira bergetar, merasa dingin menyusup di antara celah jemarinya. "Kenapa begitu?"

"Karena batasanku," jawab Dirk sambil tersenyum samar. "Mungkin sebaiknya kamu lebih berhati-hati saat aku tak bisa berada di sampingmu. Jagalah dirimu baik-baik, Vira."

Kata-kata itu menggantung di udara, meninggalkan Vira dengan pertanyaan yang tak terjawab dan rasa takut yang makin menghantui.

***

Suara jangkrik semakin nyaring menyelimuti malam Jumat Keliwon itu. Jam di dinding kamar Vira menunjukkan pukul 19:30. Dengan penuh tekad, Vira bersiap untuk keluar, mengenakan jaket denim yang sudah mulai lusuh, seolah mewakili kegigihannya mencari jawaban. Dia tahu, malam ini dia harus bertemu Pak Herman, mantan pemilik rumahnya, agar bisa menguak misteri yang menyelimuti bangunan tua tersebut. Tidur bukanlah pilihan, setidaknya bukan sebelum satu kepingan fakta terungkap.

Vira menyiapkan ranselnya, memastikan semua barang sudah lengkap—kunci mobil, handphone, dan buku catatan kecilnya. Berjalan menuju pintu kamar, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat saat dia menoleh. Di kaca jendela, sosok hantu perempuan dengan mulut sobek menyeringai ke arahnya. Vira menahan napas, buru-buru menutup pintu dan menuruni tangga. Langkahnya cepat, penuh ketegangan, seolah berusaha melarikan diri dari bayang-bayang seram yang terus mengejarnya.

Begitu sampai di dalam mobil, Vira segera menyalakan mesin, menggerakkan kendaraan keluar dari pelataran rumah menyeramkan itu. Jalanan malam itu tampak lengang, tetapi Vira tetap waspada, mengawasi setiap sudut dengan cermat. Yang tidak dia ketahui, di jok belakang mobilnya, sosok hantu tanpa kepala duduk bersandar, mengikuti setiap pergerakannya dengan tatapan tak terlihat.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, Vira tiba di depan rumah Pak Herman. Dia mematikan mesin, menarik napas dalam-dalam, dan memastikan dirinya siap dengan buku catatan di tangan. Dengan langkah mantap, dia mengetuk pintu, suara kayu yang terdengar nyaring di malam yang sepi.

Tak lama, pintu itu terbuka, memperlihatkan wajah Pak Herman yang tampak terkejut melihat Vira berdiri di sana pada jam seperti ini. "Eh, Nak Vira! Masuk, masuk," ucap Pak Herman, ramah namun penuh keheranan.

MR. DIRK (up again GITM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang