Bab 33

3.4K 620 20
                                    

₩play musiknya₩
~~~

Setelah pertemuannya dengan Arsen beberapa hari yang lalu, Dirk semakin sibuk dengan pekerjaannya kini. Ia bahkan sedang ada di Pekanbaru sekarang, membahas proyek yang akan dijalankannya dengan sang Paman. Sebenarnya pamannya, Keenan. Tapi kan sekarang sudah menjadi pamannya juga.

Vira juga sedang sibuk mengumpulkan dokumen penting Dirk dan Dios di masa lalu, ia menemukan Album Foto keluarga Dirk, dokumen rahasia Dirk dan lainnya. Vira baru tahu sekarang, Defras. Kakek Dirk dan Dios adalah Tuan tanah yang sangat kaya, pada masa penjajahan Belanda dulu. Bahkan sampai sekarang, beberapa Bisnisnya masih berjalan dan semakin besar. Kebun-kebun Teh di daerah Jawa Barat, Jawa timur, dan cakupan sampai daerah sebrang pun ada. Lahan karet, kebun jati di daerah Sulawesi dan Kalimantan masih berjalan hingga kini.

Tidak lupa juga, Rumah sakit besar yang sekarang sudah di tinggalkan di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat, memberi bukti bahwa memang ada maksud tertentu kedua anak Bangsawan itu datang ke Nusantara.

Vira sedang duduk tenang di kursi ruang kerja Dirk, membalikkan tiap lembar album Foto Dirk dan Dios. Terlihat, Dirk sedang tersenyum ke arah kamera, di depan Rumah sakit Bandung Medical Center. Di sebelah Dirk ada Defras, kakeknya. Foto yang sangat kuno, tertulis bulan Juli 1934.

Rumah sakit Bandung Medical Center terkenal angker karena pernah direnovasi tapi tak kunjung selesai, dikarenakan si pemilik rumah sakit meninggal dunia, dan memang angker. Banyak mahluk astral yang menghuni rumah sakit Zaman Belanda ini. Sering dijadikan tempat uji nyali, bagi mereka yang merasa punya keberanian lebih. Begitu kata salah satu Artikel internet yang pernah Vira baca.

Vira langsung bergidik dibuatnya, lembar berikutnya ada potret Dios yang duduk sembari memandang perkebunan Teh yang luas di depannya, Dios memakai celana pendek dan kaos putih oblong. Dirk nampak duduk di tangga depan rumah, membelakangi bidikan kamera. Suasananya nampak begitu asri dan sejuk. Semua foto itu berwarna hitam putih, tidak ada yang berwarna.

Gadis itu menutup album foto, lalu beranjak mencari sesuatu kembali di lemari buku Dirk. Ia menemukan buku Diary Dirk berisi semua petunjuk yang Vira butuhkan. Gadis itu tersenyum senang, dan segera mencari Handphonenya untuk memesan tiket pesawat, tujuan Den Haag, Belanda.

--

Penerbangan dengan tujuan Amsterdam, Belanda. Akan segera berangkat 30 menit lagi kepada seluruh penumpang yang terhormat segera bersiap-siap. Terimakasih.

Suara operator memberitahukan kepada seluruh penumpang agar segera bersiap-siap agar tidak ketinggalan pesawat. Vira berdiri mengeratkan jaketnya dan segera ke bagian Check in.

Sementara Dios sedang menangis di rumah sendirian, di kamarnya. Ia menangis begitu dalam sampai tidak ada suara lagi yang keluar. Badannya lemas terduduk di lantai kamar yang dingin, pantas saja Vira menutup akses masuk ke taman belakang, karena disitu ada makam kakaknya dan Ares. Pantas saja mereka berdua tak pernah terlihat lagi oleh Dios.

"Huks.. Kakak!!" Wajahnya sudah memerah, Dios memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. "Waar is mijn zus? Ik wil broer. Laat me niet alleen, zus! Vader en grootvader zijn weg. Waar moet ik naar huis?" [Kakaku dimana? Aku ingin kakak. Jangan tinggalkan aku sendirian kak! Mama papa dan kakek sudah pergi. Kemana aku harus pulang?]

Dios terus meraung, menangis tak kunjung berhenti. Sementara pesan Vira yang pamit ke luar negeri sebentar belum juga Dios baca. Tangisan pilu itu membuat para warga yang lewat dibuat takut, mereka langsung buru-buru pergi saat melintas di depan rumah kuno jaman Belanda itu. Tangisan Dios terdengar sampai keluar.

"Ih ibuk, denger teu ada yang nangis? Serem ih. Ayok masuk!" Kata Aleyah, anak Bu Ratmi. Rumahnya persis di depan rumah Dirk.

"Ih iya. Serem ah. Masih siang juga atuh, ayok. Rumah itu teh harusnya mah di renov, biar gak angker mulu." Mereka berdua masuk ke rumah dengan ketakutan.

MR. DIRK (up again GITM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang