Lonceng yang berada di pintu berbunyi menandakan bahwa ada yang masuk lagi.
"Kakak!!"
Aku menoleh dan mendapati Fino, anak kecil yang sering datang ke tempat ini berlari masuk ke dalam.
"Halo Fino," sapaku dengan senyuman karena gemas melihat tingkahnya.
"Kakak! Rotinya!" seru Fino dengan wajah serius yang membuat dirinya menjadi lebih imut.
"Fino! Mintalah dengan baik!" kata ibu Fino, Rina dengan kedua tangannya yang ada di samping.
Mulutnya yang melengkung ke bawah membuatku tertawa. Mengapa anak ini selalu membuatku gemas?
"Kakak, aku mau roti kacangnya satu," katanya pelan dengan mata memohon.
"Baiklah, roti kacang kesukaanmu bukan?" tanyaku sambil mengambil satu roti kacang dari etalase yang memisahkan antara tempatku dengan pelanggan.
"Iya!" seru Fino dengan mata yang berbinar-binar.
"Oh iya Rin, aku baru saja selesai membuat kue stroberi yang baru. Maukah kau mencobanya dan memberikan masukan?" tanyaku sambil mengambil kotak untuk membungkus roti.
"Benarkah?! Tentu saja dengan senang hati Revia," kata Rina ceria.
Aku tersenyum sembari mengangguk. "Tunggu ya, aku ke belakang dulu," kataku sambil menunjuk ke belakang.
Rina mengangguk dan aku mulai melangkahkan kakiku menuju ke dapurku. Aku membuka pintu yang menghubungkan ke rumah yang aku tinggali. Aku tersenyum melihat kura stroberi yang masih tersusun rapi di atas meja.
Aku mengambil salah satu kue tersebut dan kembali untuk meletakkan kue itu di kotak, bersama dengan roti kacang. Rina memaksaku untuk membayar kue stoberi itu tetapi aku tidak akan menerima uangnya. Setelah itu aku melambaikan tangan saat mereka meninggalkan tokoku.
Sudah sebulan kira-kira aku berada di sini. Datang dan langsung berjualan roti. Untung saja mereka percaya saat aku bilang aku berasal dari pedesaan yang cukup jauh dari sini. Mempertanyakan mengenai negara sebelah saja sudah tabu, jadi aku cuman bisa mencari tahu di perpustakaan kota. Ditambah aku sedikit ragu mengeluarkan sayapku di sini.
"Woof!!"
Aku melihat ke bawah dan menemukan Ethan yang berbalut tubuh putih sedang mengibaskan ekor sambil melihatku.
"Apakah sudah saatnya?" tanyaku.
Ethan berputar dua kali lalu berhenti dengan ekor yang berkibas senang.
"Baiklah. Pertama-tama kita harus menyiapkan bekal. Ethan, bisakah kau membalik papan di depan toko?" tanyaku yang dibalas dengan nyaring oleh Ethan. Lalu ia berlalu menuju ke pintu depan.
Sedangkan aku pergi ke dapur menyiapkan bekal untuk kami berdua. Untukku, aku menyiapkan dua buah roti isi dan untuk Ethan aku siapkan snack khusus anjing yang diajarkan salah satu warga.
Setelah toko tutup, aku dan Ethan berjalan menuju perpustakaan. Kadang kala kami berhenti karena ada beberapa orang yang ingin mengelus bulu Ethan yang lembut. Bahkan aku tidak pernah bosan dengan bulu-bulu putihnya.
Tak lama kemudian kami sampai di perpustakaan kota yang cukup besar. Setelah menyapa pak Rolman, si penjaga perpustakaan itu, aku langsung berjalan menuju bagian sejarah. Sayangnya hanya sedikit buku yang menjelaskan mengenai hubungan negara ini dengan negara sebelah.
Kira-kira... apa yang di lakukan Leo dan Igvin sekarang ya? Apakah mereka sedang berlatih?
Kalau di pikir lagi, tempat ini lebih damai dari pada yang aku pikirkan. Kalau negara sebelah sedang melakukan peperangan, mengapa di sini seakan-akan tidak terjadi sesuatu. Karena aku merasa bingung, fokusku tidak lagi ada di buku. Jadi aku memutuskan untuk mengembalikan buku di tanganku dan berjalan ke pak Rolman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Indefinitely
FantasiDengan sihir yang bisa membuat sayap tetapi di ramalkan bisa menengahi pertarungan sengit antar negara. Sebenarnya apa yang harus di lakukan? Bahkan menerima kenyataan pahit yang harus di tanggung demi melancarkan apa yang diramalkan itu. Sampai...