Revia POV
Aku tak dapat menangkan deru nafasku walaupun hanya sejenak. Mendapat kabar dari tempat kerjaku membuatku langsung berlari kemari.
"Revia, kau melupakan sayapmu," kata Igvin yang berada di penutup kepala jaketku.
Aku mengabaikan perkataannya dan langsung membuka pintu di depanku. Tak lama aku berhenti saat melihat seseorang yang sangat aku kenali setelah dekat padanya.
"Aduh, kau berlari dari rumahmu ya? Maafkan saya," kata bos yang terlihat tak nyaman.
"Tidak apa-apa bos," kataku dengan senyuman sambil mengelap sedikit keringatku. "Lalu bagaimana Ethan?"
"Ia sedang di kandangnya. Kau masih kuat berjalan Revia?" tanya bos sambil sedikit membungkuk.
"Tentu!" kataku meyakinkannya.
Setelah itu bos berputar menuju ke kandang Ethan. Aku mengikuti langkah bos yang pelan, walaupun rambut telah memutih bos adalah orang yang tak pernah diam, sama seperti istrinya. Tak lama bos mengeluarkan kunci untuk pintu besi di depan kami.
Saat pintu terbuka terlihat Ethan yang membesarkan tubuhnya menjadi setengah dari ukuran aslinya. Aku berlari mendekatkan Ethan yang mulai menjulurkan kepalanya.
"Ethan, ada apa? Kau merasa tidak tenang hm?" tanyaku sambil mengelus kepalanya pelan.
Ethan yang tak mengeluarkan suara sedikitpun membuatku bingung. Apa ini ada kaitannya dengan peperangan yang sebentar lagi mulai? Ada beberapa hewan yang bisa merasakan aura kan? Apa Ethan merasakan aura negatif?
"Revia, lebih baik kau bawa anak itu. Ia pasti akan lebih tenang jika bersamamu," kata bos yang masih di dekat pintu.
Aku melihat bos sejenak lalu menangguk. "Ethan, kecilkan ukuran tubuhmu," kataku sambil melihatnya.
Suara nyaring keluar dari mulutnya yang membuatku sedikit lebih tenang. Tak lama ia mengecilkan tubuhnya hingga sebesar burung rajawali. Aku menggendongnya dan mengelus kepala dan lehernya.
"Ia manja sekali," komentar Igvin.
"Namanya juga takut, setidaknya dengan begini ia akan lebih tenang dengan beranggapan masih ada yang di sisinya," kataku sambil terus mengelus Ethan pelan. "Bos, kami pamit dulu."
"Tentu, jika ada sesuatu kabari saja ya. Jangan sungkan," katanya dengan senyum lebar.
"Iya, terima kasih bos."
Setelah itu kami beranjak dari tempat itu dan saat di jalan Ethan terlihat tertidur pulas di pelukanku.
"Kau memang tau cara menenangkan orang ya," kata Igvin.
"Dulu aku banyak di tenangin oleh orang-orang sekitarku."
"Kau ternyata penakut," ejek Igvin yang dapat terdengar nafasnya yang mengejek.
"Terserah apa kata mu," kataku kesal. "Tapi aku sedikit senang, karena aku bisa setidaknya mengerti perasaan takut mereka dan ada untuk menemani," kataku sambil sekali-kali mengelus kembali Ethan.
"Ya, kau gadis yang terlalu baik hati," kata Igvin seperti tidak berniat memuji.
Bukannya marah, aku malah teringat seseorang. Seorang anak laki-laki yang dulu pernah duduk berdampingan denganku. "Di hutan..."
"Apa?"
"Oh, aku hanya teringat sesuatu..." Sesuatu yang ikut menarik sesuatu lainnya yang menyakitkan... tetapi apa itu?
"Ada apa dengan wajah yang akan menangis kapan saja itu?" tanya Igvin dengan tangan mungilnya yang ada di salah satu bahuku.
"Aku tidak menangis... jika aku tak menarik lebih kencang pikiran ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Indefinitely
FantasyDengan sihir yang bisa membuat sayap tetapi di ramalkan bisa menengahi pertarungan sengit antar negara. Sebenarnya apa yang harus di lakukan? Bahkan menerima kenyataan pahit yang harus di tanggung demi melancarkan apa yang diramalkan itu. Sampai...