"Memangnya kapan negara ini akan terpecah?" tanya Myron bingung.
"Bukan mengenai masa depan!" seru Revia yang kesal tetapi ia harus menahannya.
"Lalu ... masa lalu?" tanya Myron dengan tatapan tajam.
Revia tersentak lalu menganggukkan kepalanya tetapi tidak berani melihat Myron.
Myron menghela nafasnya pelan. Ia berjalan menuju satu buku. "Sebenarnya negara ini sudah makmur tanpa ada embel-embel dari negara sebelah." Revia mencengkram gaunnya takut. "Tetapi memang awalnya aku berpikir ada sesuatu yang janggal."
Revia mengangkat wajahnya dan melihat sebuah buku yang disodorkan Myron. Tangan Revia menerima buku itu tetapi matanya menatap Myron, yang sedang tersenyum pasrah, dengan tatapan tidak percaya.
"Tidak akan ada yang menyalahkanmu kalau ingin mencari tahu," kata Myron yang kembali menunjukkan senyum manis.
Revia merasa lega seketika, bahkan bisa menunjukkan senyuman lebar sambil memeluk buku yang diberikan oleh Myron.
....
Revia kembali saat langit sudah mulai berubah warna menjadi merah. Ia sudah merasa mendapat cukup banyak informasi. Hal yang masih mengganggu pikiranya adalah kenyataan bahwa diantara kedua negara ini dan negara yang ia tempati dulu, keduanya menuliskan bahwa negara lawan-lah yang membawa perang. Pikirannya terlalu sibuk sendiri sampai ia tidak menyadari Myron yang mengantarnya melihatnya bingung.
Hampir saja Revia melewati tokonya tetapi Myron langsung menahan pundak Revia yang sekaligus membuyarkan pemikirannya.
"Tokomu di sini," kata Myron saat Revia melihat sekeliling dengan bingung.
"Oh, maafkan aku," kata Revia gugup dengan tawa pelan.
"Apakah kau terus memikirkan buku yang kau baca tadi?" tanya Myron khawatir.
"Begitulah. Tetapi tenang saja. Aku tidak apa-apa kok," kata Revia dengan wajah yang meyakinkan.
"Sungguh?" tanya Myron yang merasa tidak percaya dengan perkataan Revia.
Revia mengangguk. "Karena dirimu juga aku bisa kembali. Terima kasih," kata Revia yang kembali tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu masuklah. Mungkin anak itu sudah mencarimu," kata Myron yang menepuk punggung Revia.
"Tidak ingin masuk dulu dan bertemu Ethan mungkin?" tanya Revia.
"Tidak perlu, terima kasih. Aku akan kembali sekarang," kata Myron dengan senyuman manis. Untung saja ia sudah memakai penutup kepala dari jubah yang ia kenakan, jika tidak ia akan menjadi perhatian di sana.
"Baiklah, terima kasih sudah mengantarku dan menemaniku hari ini," kata Revia yang sedikit menunduk.
"Terima kasih kembali. Nah, masuklah," kata Myron yang mengarahkan kepalanya ke pintu toko Revia.
"Baiklah aku masuk dulu," kata Revia dengan senyuman manisnya.
Myron mengangguk dengan senyuman. Ia masih berdiri di tempatnya sampai Revia masuk ke dalam tokonya. Lalu Myron berbalik, kembali menuju rumah—istana—nya. Myron langsung membaca kembali beberapa buku yang tadi dibaca oleh Revia. Matanya tidak merasa ada kesalahan dari susunan tulisan yang ada di buku itu.
"Myron? Ada apa?"
Myron menoleh dan mendapati ayahnya sedang berjalan ke arahnya dengan ekspresi bingung. "Tidak, hanya sedikit ... penasaran," kata Myron yang sedikit gelagapan.
"Penasaran? Bukankah itu adalah buku pertama yang kau baca saat masih kecil? Apa karena gadis roti tadi yang kau bawa ke sini?" tanya sang ayah yang masih merasa bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Indefinitely
FantasiDengan sihir yang bisa membuat sayap tetapi di ramalkan bisa menengahi pertarungan sengit antar negara. Sebenarnya apa yang harus di lakukan? Bahkan menerima kenyataan pahit yang harus di tanggung demi melancarkan apa yang diramalkan itu. Sampai...