Pak Immanuel menarik putrinya menjauh dari keramaian, agar bisa berbicara tanpa takut terdengar oleh yang lainnya.
"Jangan bilang kalau Cindy yang pernah kamu ceritain ke Papa itu, tunangan Tuan Jinan" Fidly diam.
"Jawab Papa!!" Fidly menunduk lalu mengangguk pelan.
"Mulai sekarang, perbaiki sikap kamu ke dia. Papa gak mau denger kamu membully Cindy." Fidly mendongak. Ia tidak ingin bersikap baik pada Cindy.
Karena baginya, Cindy terlalu serakah dan terus mengambil apa yang menjadi miliknya."Tapi, Pa.."
"Kalau kamu membantah. Papa akan menarik semua yang sudah Papa berikan dan tidak ada namanya keluar rumah setelah jam kuliah. Bagaimana?"
Hanya ancaman itu yang akan membuat anaknya mendengarkan ucapannya.
"Kenapa sih Papa sampai segitunya? Papa..."
"Tanpa Tuan Jinan. Keluarga kita tidak akan seperti sekarang! Kalau bukan karena Tuan Jinan, mungkin kamu tidak akan sempat melihat dunia ini! Dan kalau bukan karena Tuan Jinan, Papa tidak akan sempat melihat wajah bahagia Mama kamu karena melahirkan kamu!!"
Airmata Fidly menetes mendengar bentakan Papa nya. Ini pertama kalinya ia mendengar Papa nya berbicara dengan nada tinggi padanya.
"Dengerin Papa sayang. Cobalah untuk berdamai dengan Cindy. Bantu Papa mu ini membalas kebaikan Tuan Jinan. Dia anak yang baik, dia membuat perusahaan Papa yang bangkrut bisa berdiri sampai seperti sekarang ini. Dia membuat Papa mu ini punya muka untuk menatap wajah Mama mu lagi nantinya. Mama mu ingin kamu tumbuh jadi anak yang baik dan pintar, Papa bisa mewujudkan permintaan terakhir Mama kamu, menyekolahkan mu sampai ke perguruan tinggi, karena dia" Immanuel memeluk anak semata wayangnya itu. Ia tidak berniat membuat anaknya menangis seperti ini. Ia hanya ingin anaknya itu mengerti dan mau berubah.
Fidly tak bisa menghentikan airmatanya. Fakta itu terlalu mengejutkan untuknya.
Dan mengapa diantara banyaknya orang, mengapa harus Cindy?
Sudah sejak SMA Fidly bersaing dengan Cindy. Ia tidak akan rela, jika yang sudah menjadi targetnya itu kembali menjadi milik Cindy."Sudah, kita sedang berada di pesta. Jangan sedih-sedihan. Makan bareng Papa yuk" Fidly mengangguk. Ia mengikuti langkah Papa nya masuk bergabung dengan yang lainnya.
"Ji, aku pikir kamu cuma undang mahasiswa aja. Aku gak tau kalau kamu ngundang orangtuanya juga"
Jinan sempat berhenti memotong steak nya mendengar ucapan Cindy. Ia tersenyum dan kembali melanjutkan memotong-motong steaknya lalu meletakkannya di piring Cindy.
"Aku sengaja mengundangnya. Dan aku tidak mengundang semua orangtua mereka." Cindy melihat sekelilingnya. Benar saja, yang hadir hanya orangtua Fidly dan kedua temannya.
"Maksud kamu.."
"Tidak ada yang bisa mengajari anak-anak selain orangtua. Dan aku mengenalkan mu pada orangtua mereka, agar mereka tau siapa dirimu. Tidak ada yang boleh merendahkan calon istriku." Jinan tersenyum, berbeda dengan Cindy yang terkejut mendengar ucapan Jinan. Gadis itu berfikir jika pemuda di depannya ini hanya bercanda.
"Aku tidak bercanda." Ucap Jinan yang seakan bisa membaca pikiran Cindy.
"Dulu, aku gagal menikahimu, gagal menjagamu. Dan sekarang, aku tidak ingin gagal lagi." Ucap Jinan. Ia menatap dalam mata indah Cindy.
-Flashback
"LEE MYUNG HEE!!"
"Bukankah yang hamba katakan itu benar Yang Mulia? Anda adalah aib keluarga kerajaan. Bahkan mendiang Raja Kim Tae Sang, meninggal bunuh diri karena malu memiliki pewaris takhta kerajaan seperti Anda, Yang Mulia" Jinan mengepalkan tangannya untuk meredam amarahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Stranger
FanfictionBertahan untuk tetap hidup, dan menerima semua rasa sakit yang mereka sebut dengan 'kehilangan dan kesepian'.