Setelah selesai mengerjakan tugasnya. Jinan kembali mengendarai mobilnya menuju rumahnya.
"Kamu gak sibuk kan?"
"Hah? Kenapa?"
"Apa yang kamu pikirin?" Tanya Jinan.
"Aku cuma mikirin anak yang tadi"
"Eve?" Cindy mengangguk.
"Kita bicarain di dalam aja" Jinan keluar dari mobil disusul oleh Cindy.
Setelah mengirimkan pesan pada Deva, Jinan mengajak Cindy untuk duduk di ruang tengah.
"Jadi, ada apa dengan Eve?" Tanya Jinan.
"Aku cuma pengen nanya, apa kamu bakal tinggal sama Eve disana?" Tanya Cindy.
"Gak, kenapa?"
"Terus dia bakal sama siapa dirumah sebesar itu?" Cindy tiba-tiba saja khawatir jika anak sekecil Eve tinggal seorang diri di rumah itu.
"Aku berfikir untuk memintamu tinggal bersamanya disana" Ucap Jinan.
"Hah?"
"Kenapa? Bukannya lebih baik kalau kalian tinggal bersama? Aku bisa menemuimu dan dia di waktu bersamaan, aku bisa menjaga kalian kapanpun aku mau"
"Tapi.."
"Kamu perduli sama Eve kan?" Cindy mengangguk pelan, percuma jika ia berbohong. Karena dari sikapnya saja sudah jelas terlihat jika ia khawatir pada Eve.
"Dulu kamu juga selalu seperti ini. Setelah mengetahui aku itu Pangeran yang sebentar lagi akan naik tahta, saat itu kamu benar-benar memanfaatkan aku dan kekuasaanku. Kamu minta obat-obatan dan makanan untuk anak-anak miskin di tempat pengasingan" Ucap Jinan.
"Bukan cuma aku yang gitu, pasti orang lain juga bakal ngelakuin hal yang sama kalau ada di posisi aku" Ucap Cindy. Jinan menggeleng, ia tau jelas bagaimana angkuhnya orang-orang yang tinggal di kota pada saat itu. Jangankan memiliki niat untuk menolong sesama, bertemu dengan orang-orang yang hidup di desa atau lebih buruk lagi yaitu orang-orang yang tinggal di pengasingan yang letaknya ada di luar dinding pembatas wilayah kerajaan.
"Gak semua orang bisa memiliki hati dan kepedulian seperti kamu, yang aku lihat di masa itu adalah hanya orang yang angkuh dan egois. Mereka tidak perduli pada yang lainnya selama kehormatannya sebagai bangsawan masih aman. Bahkan jika harus memilih antara mengorbankan kehormatan sebagai bangsawan atau mengorbankan hidup orang-orang buangan itu, aku sangat yakin mereka akan memilih melihat orang lain mati daripada kehormatan bangsawan mereka hilang." Jelas Jinan.
"Apa orang-orang di jaman dulu selalu setega itu?"
"Hanya beberapa orang saja yang masih memiliki hati seperti manusia. Selebihnya..." Jinan kembali menggelengkan kepalanya sebagai kelanjutan ucapannya yang bahkan ia tak sanggup untuk ia keluarkan dari mulutnya.
"Jadi? Apa kamu mau tinggal dengan Eve?" Tanya Jinan sekali lagi untuk memastikan jawaban Cindy.
"Ya, kalau dia gak keberatan. Aku mau aja" Ucap Cindy.
Cindy mengingat bagaimana ekspresi anak itu ketika mendapatkan orangtua baru dan bagaimana eratnya pelukannya. Cindy yakin selama ini anak itu pasti kesepian.
"Dia pasti senang. Anak itu gak pernah merasakan punya orangtua. Kudengar dia anak yang sangat aktif dan riang. Tapi, hanya kakeknya saja yang tau seberapa besar rasa kesepian anak itu" Ucap Jinan yang membuat Cindy semakin iba pada Eve.
"Jinan, Aku.. Apa aku boleh tau penyebab aku meninggal saat itu? Maksudnya, bagaimana bisa aku sampai harus di bunuh? Apa aku berbuat salah dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Stranger
FanfictionBertahan untuk tetap hidup, dan menerima semua rasa sakit yang mereka sebut dengan 'kehilangan dan kesepian'.