Deva dan Cindy masih duduk di ruang tengah, mereka menunggu Jinan keluar dari kamarnya sambil mengobrol. Banyak hal yang Cindy tanyakan tentang Jinan pada Deva.
"Tidak perlu khawatir, tuan sudah sering melewati hal ini. Tuan Jinan akan baik-baik saja" Ucap Deva yang memperhatikan wajah cemas Cindy.
"Gak akan ada kata baik-baik aja setelah kehilangan orang yang penting" Deva mengangguk.
"Tuan adalah laki-laki yang kuat. Dia akan baik-baik saja setelah cukup menenangkan diri di dalam kamarnya. Tuan sudah melihat kematian orang-orang yang penting di hidupnya sejak 900 tahun yang lalu dan tidak ada satu kematianpun yang bisa ia lupakan. Karena itu, setelah menderita sebanyak dan selama itu.. Saya rasa tuan akan baik-baik saja setelahnya."
Mendengar ucapan Deva membuat Cindy semakin khawatir pada Jinan. Entah sudah berapa banyak ia meneteskan airmata untuk mengantar kepergian orang yang ia sayangi? Berapa dalam luka yang ia rasakan? Seberapa sakit kenangan itu yang terus bertambah? Cindy tidak sanggup untuk membayangkan hal itu.
Deva dan Cindy menoleh pada Jinan yang menghampiri mereka.
Kesedihan itu masih terlihat jelas di wajahnya, Cindy memperhatikan penampilan Jinan yang sudah rapi."Kita harus ke rumah duka" Ucap Jinan.
"Saya akan menyiapkan mobil" Deva meninggalkan Jinan dan Cindy berdua.
Cindy menghampiri Jinan dan berdiri tepat di depannya.
"Relain ya? Jangan sedih terus, Baginda Raja gak boleh selemah ini" ucap Cindy mencoba menyemangati Jinan.
"Aku sebenarnya gak mau pergi, aku sudah lelah dengan hukuman ini. Aku..." Jinan tidak melanjutkan kata-katanya ketika tangan hangat Cindy menangkup pipinya, matanya tepat menatap mata indah itu.
"Syukuri semua yang ada di diri kamu, daripada kamu begini lebih baik kamu belajar untuk menerima semuanya. Jangan jadiin hukuman kamu ini beban yang akhirnya hanya membuat kamu semakin lemah. Buktikan, kamu bisa menjalani ini semua walau aku tau hukuman kamu ini gak mudah"
Tangan kanan Cindy turun menggenggam tangan Jinan sedang tangan kirinya masih berada di pipi Jinan, mengusapnya dengan lembut."Simpen baik-baik semua kenangan kamu bersama mereka, meskipun raga mereka sudah mati terkubur. Setidaknya mereka hidup dihati dan pikiran kamu" Cindy mengangkat tangannya dan memperlihatkan genggaman tangan mereka.
Cindy menggenggam tangan Jinan dengan kedua tangannya."Inget, kamu masih punya aku dan Deva. Kita masih disini untuk bantuin kamu ngejalanin ini semuanya." Jinan mengangguk.
Cindy maju satu langkah lalu memeluk Jinan.
"Saat kamu lelah dengan keadaan, kamu hanya perlu istirahat lalu setelahnya kembali lagi untuk melangkah ke depan. Dalam hidup, masa lalu dan masa depan sama-sama menunggu kita. Tapi, aku harap kamu gak jadi orang bodoh yang malah melangkah ke masa lalu dan terjebak disana hanya karena kamu terlalu takut dan lelah untuk mencari kebahagiaan baru dimasa depan. Masa depan gak melulu tentang rasa sakit, ngerti kan?" Jinan mengangguk dalam pelukan Cindy.
Cindy melepaskan pelukannya dan menatap wajah Jinan.
"Kamu harus ngantar kepergian dia dalam keadaan yang sudah rela, jadi dia bakal ngeliat kamu dalam keadaan baik-baik aja sebelum dia benar-benar pergi. Itu bakal bikin dia tenang udah ninggalin kamu. Kalau dia bisa milih, dia pasti gak akan mau ninggalin kamu, tapi itu sudah takdirnya dia jadi kamu harus rela" Ucap Cindy."Terimakasih" Jinan tersenyum.
"Sama-sama, yuk kita berangkat sekarang" Ajak Cindy.
~~~
Jinan tampak tenang melewati semua prosesnya hingga proses pemakaman selesai berkat Cindy yang selalu berada di sampingnya.
"Aku mau bertemu dengan cucunya, kamu mau ikut?" Cindy mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Stranger
Fiksi PenggemarBertahan untuk tetap hidup, dan menerima semua rasa sakit yang mereka sebut dengan 'kehilangan dan kesepian'.