Matahari terbit, namun Jinan belum juga memejamkan matanya. Ia terus mengawasi rumah Cindy.
Jinan mengambil ponselnya dan menghubungi Deva.
"Bisakah kau mengantarkan sarapan untuk kami?"
"......"
"Terimakasih"
Jinan menyimpan kembali ponselnya. Ia tidak sabar menunggu Cindy bangun dari tidurnya.
Jinan melihat kearah jam tangannya 07:20 Cindy baru keluar dari kamarnya.
"Selamat pagi" Sapa Jinan.
"Kamu ngapain disini sepagi ini?" Tanya Cindy yang terkejut karena kehadiran Jinan dirumahnya.
"Aku gak pulang. Aku berjaga di luar, karena semalam aku gak sengaja ngerusak pintu rumah kamu. Maaf, Aku bakal perbaikin hari ini juga" Ucap Jinan.
"Kamu disini semalaman? Gak tidur?" Jinan menggeleng.
"Astaga.. Masuk dulu, aku buatin minum"
Cindy berjalan menuju dapurnya membuatkan minuman untuk Jinan."Terimakasih, oh iya. Kamu gak perlu buat sarapan, Deva sudah membeli sarapan untuk kita" Ucap Jinan.
"Aku tinggal dulu gak apa-apa ya?" Ucap Cindy setelah meletakkan secangkir teh untuk Jinan.
Jinan menunggu Cindy mandi dengan sabar, ia tampak duduk dengan tenang sambil memainkan ponselnya.
Cindy mempercepat geraknya karena tidak enak meninggalkan tamunya terlalu lama.
"Maaf lama" Jinan tersenyum melihat penampilan Cindy yang sederhana.
"Kamu gak ada kuliah hari ini?" Tanya Jinan.
"Ada, tapi siang sampai sore"
"Bagaimana kalau selesai sarapan kita jalan? Setelah itu, aku langsung nganter kamu ke kampus"
"Kita mau kemana?"
"Ke toko buku? Atau mencari sesuatu yang lucu?" Cindy tampak berfikir, apa ia harus ikut dengan Jinan atau tidak?
"Kita gak akan lama"
"Permisi?"
Deva datang dengan kantong plastik di tangannya."Ini sarapan untuk Anda, Tuan" Deva meletakkan bungkusan plastik itu di meja.
"Terimakasih"
"Kalau begitu, Saya permisi. Masih ada yang harus saya kerjakan" Deva sedikit membungkuk sebelum ia pergi.
"Jinan, aku boleh tanya sesuatu?" Jinan mengangguk. Ia sibuk menyiapkan makanan untuk mereka.
"Kenapa... Eh gak jadi deh" Cindy ragu apakah ia boleh bertanya tentang hal itu atau tidak.
"Makan dulu" Jinan memberikan mangkuk bubur itu pada Cindy.
"Sejak 900 tahun lalu, keluarganya sudah melayaniku." Jinan memberikan minumannya pada Cindy karena gadis itu tersedak.
"Emangnya umur kamu sekarang berapa?"
"930 Tahun" Cindy kembali terkejut dibuatnya.
"Apa aku gak keliatan seperti itu?" Cindy hanya menggeleng. Ia tidak tau harus mengatakan apa. 930 tahun? Apa saja yang telah Jinan lakukan selama itu di dunia ini?
"Kalau yang kamu pikirin apa aja yang aku lakuin selama ini... Jawabannya terlalu banyak dan gak akan cukup walaupun kamu aku cerita seharian. Yang jelas, aku selama ini banyak ngehabisin waktu aku untuk nyari kamu" Jelas Jinan.
"Pasti enak ya, bisa hidup selama itu. Kamu juga gak tua" Jinan tersenyum tipis sambil menggeleng. Ini adalah hukuman tersakit baginya.
"Mungkin, bagi beberapa orang hidup seperti aku itu enak. Aku kaya, gak pernah tua dan panjang umur. Tapi, aku tersiksa dengan terus mengingat setiap kematian orang disekitar aku. Aku gak bisa ngelupain satu kematianpun dalam hidup aku. Aku udah gak bisa ngehitung lagi, berapa banyak orang disekitar aku yang meninggal" Ucap Jinan. Ingatannya kembali pada semua orang yang sudah bersedia melayaninya selama ini.
Airmata Jinan menetes tanpa ia sadari.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Stranger
FanfictionBertahan untuk tetap hidup, dan menerima semua rasa sakit yang mereka sebut dengan 'kehilangan dan kesepian'.