20

735 75 47
                                    

Makan malam Jinan, Eve dan Cindy terlihat sangat hangat.
Mereka seperti cerminan keluarga bahagia sesungguhnya.

Eve pun sering kali memamerkan kehidupan keluarga barunya pada teman-temannya di sekolah.

Eve sering memamerkan foto Cindy dan Jinan pada teman-temannya, terkadang ia juga menceritakan bagaimana Jinan dan Cindy yang benar-benar menyayanginya. Tidak sedikit yang iri pada kehidupan Eve.

"Jadi kamu liburnya besok lusa?" tanya Cindy.

Eve mengangguk.
"Iya Makboss, lumayan tuh liburnya dua mingguan."

"Kalau begitu.. Ah, Maaf. Aku jawab telfon sebentar." Jinan menyimpan sendoknya kemudian menjawab panggilan telfonnya.

Hampir dua puluh menit Jinan pergi untuk menjawab panggilan telfon. Biasanya Jinan tidak pernah lama jika berbicara di telfon.

"Pakboss lama banget telfonnya."

"Mungkin ada yang penting kali"

"Ya udah, aku ke kamar duluan ya Makboss mau ngerjain PR. Nanti Makboss nyusul ya" Cindy mengangguk.

Cindy menunggu selama lima menit lagi, jika Jinan tidak juga kembali. Maka ia akan mencari Jinan.

"Padahal baru makan dikit" Ucap Cindy yang melihat kearah piring Jinan yang hanya sedikit yang berkurang.

"Ji.. Jinan.."

Cindy hampir mengelilingi semua bagian rumah yang cukup besar itu, tapi ia masih belum menemukan Jinan.

"Masa di kamar sih?"
Meski agak ragu, tapi Jinan mencoba mengecek ke dalam kamar Jinan.

"Di dalam kali ya" Ucap Cindy setelah melihat pintu kamar itu sedikit terbuka.

Cindy berdiri di depan pintu kamar Jinan, tapi tidak mendengar suaranya berbicara. Cindy mencoba memanggil sambil mengetuk pintu kamar Jinan, namun tidak ada jawaban. Saat Cindy hendak pergi, terdengar suara benda jatuh dari dalam kamar Jinan.

"Ji, kamu di dalam?" Cindy langsung masuk tanpa berpikir lagi.

"Jinan!?"

Cindy tidak mengerti apa yang terjadi pada Jinan. Ini pertama kalinya ia melihat Jinan terlihat kesakitan.
Jinan terus memegangi dadanya sambil menahan rasa sakitnya.

"Aku telfon dokter kamu ya?" Jinan menahan tangan Cindy yang ingin pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku telfon dokter kamu ya?" Jinan menahan tangan Cindy yang ingin pergi.

Jinan menggeleng, ia maaih belum sanggup untuk mengeluarkan suaranya.

"Ya udah, kamu istirahat dulu ya"
Cindy membantu Jinan untuk berbaring di kasurnya.

"Jangan panggil dokter. Aku akan baik-baik aja besok pagi. Ini sudah sering terjadi" Jinan memaksakan senyumnya. Cindy mengambil remote AC dan mematikannya. Tangan Jinan yang menggenggam tangannya terasa begitu dingin.

"Aku ke dapur bentar ya? Mau ambil air hangat buat kompres kamu. Sekalian mau ngasih tau Eve kalau dia belajar sendiri dulu malam ini" Jinan mengangguk dan melepaskan tangan Cindy.

Cindy masuk ke kamar Eve terlebih dulu sebelum ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres Jinan.

"Eve, malam ini kamu belajar sendiri gak apa-apa ya?"

"Emang Makboss mau kemana?"

"Pakboss kamu lagi sakit tuh, jadi Makboss harus jagain malam ini" Eve langsung melompat dari tempat tidurnya dan berlari ke arah kamar Jinan.

"Pakboss?"

"Hm?" Jinan membuka matanya dan melihat Eve yang sedang menatapnya khawatir.

"Kok Pakboss tiba-tiba sakit sih? Gak keren banget sih"

Jinan tersenyum. Anak lucu itu selalu punya cara untuk membuatnya tersenyum.

"Besok pagi, Pakboss udah bisa bangun dan antar kamu ke sekolah."

"Janji ya?"
Jinan mengangguk.

"Eve, Pakboss nya biar Makboss aja yang jagain. Kamu belajar dulu terus tidur, besok masih sekolah."

"Sampai ketemu besok" Eve mencium pipi Jinan dan Cindy sebelum keluar dari kamar Jinan.

"Sebenernya kamu kenapa sih, Ji? Tiba-tiba gini" tanya Cindy sambil mengompres kening Jinan.

"Aku lupa, ini adalah tanggal 10. Ditanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya aku pasti merasakan ini, rasa sakit yang sama setiap tahunnya. Rasa sakit yang sama saat aku bunuh diri"

"Bu-bunuh diri?"
Jinan mengangguk.

"Aku benar-benar tidak bisa berpikir saat itu. Rasa sakit ditinggalkan olehmu sudah merenggut kewarasanku. Bahkan setelah aku membalas dendam pun, aku masih tidak tenang. Aku masih belum bisa menerima kepergianmu saat itu. Jadi aku memutuskan untuk menyusulmu dengan menusukkan pedangku ke sini" Jinan menunjuk kearah dadanya yang sebelumnya terasa sangat sakit.

"Jinan.."

"Aku memang seorang Raja, aku di takuti di medan perang. Aku kuat melawan semua para pengkhianat itu sendiri. Tapi tubuhku sudah tidak sekuat sebelumnya setelah bertemu denganmu. Pertemuan pertama kita, tatapan pertama kita, dan sampai pelukan pertama kita. Kurasa disitulah aku merasakan hidupku berpindah dan hanya akan hidup jika kamu juga hidup disampingku."

"Kenapa kamu sampai ngelakuin sejauh ini? Bahkan kamu sampai kesiksa gini buat aku, seharusnya kamu mikirin diri kamu dulu."

"Karena aku mikirin diri aku sendiri, makanya aku ngelakuin ini semua. Aku ingin bahagia, karena itulah aku melakukan segala cara untuk tetap berada di dekat sumber kebahagiaanku. Kamu bilang untuk mikirin diri sendiri dulu sebelum mikirin orang lain? Aku dulu seperti itu, bahkan lebih egois daripada itu. Tapi aku belajar dari kamu di masa lalu. Aku belajar untuk mendapatkan kebahagiaan dengan memberikan kebahagiaan ke yang lain." Jinan tersenyum. Ia meraih tangan Cindy dan meletakkan tangan Cindy di dadanya.

"Dia yang terlalu menginginkan kamu. Dia yang selalu berdetak tidak karuan jika ada kamu. Dia yang berusaha tetap berdetak untuk merasakan lagi debaran yang dia sukai." Ucap Jinan.

"Aku harap pendidikanmu cepat selesai karena aku ingin segera meresmikan hubungan ini."

"Tapi.. Aku mau ngerasain dunia kerja dulu setelah lulus kuliah" Cindy menunduk. Ia tidak tega menatap wajah kecewa Jinan.

"Kamu mau kerja?" Cindy mengangguk.

"Tidak ada seorang Ratu yang menundukkan kepalanya. Aku sudah menunggumu ratusan tahun, dan aku tidak keberatan untuk menunggu beberapa tahun lagi. Asal akhirnya kamu tetap jadi milikku." Cindy mendongak dan yang ia lihat pertama kali adalah senyum manis Jinan.

Jinan menarik Cindy untuk lebih dekat lagi, dari tatapan dan geraknya. Cindy tau apa yang Jinan inginkan, Cindy menutup matanya karena merasa gugup dan malu.

Namun sebelum bibir mereka bertemu, suara ajaib Eve tiba-tiba muncul membuat Cindy menjauh dari Jinan.

"STOP. pakboss bikin adeknya entar aja, aku masih kecil untuk punya adek lagi. Entar aja ya kalau aku udah gede."

"Aku mau ganti airnya dulu"
Cindy langsung keluar dari kamar Jinan dengan membawa baskom dan handuk kecilnya.

Jinan yang malu karena tertangkap basah oleh Eve, menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Eve tertawa kecil melihat tingkah kedua orang tuanya.

"Selamat istirahat Pakboss" Ucap Eve sebelum menutup pintu kamar Jinan.




😌I'm Back 😎

Gimana?

Rada kasian ya CiNan nya..😅😂
Si Eve nih belajar dari siapa coba suka ngintipin orang..

See Ya 🙋
Salam Team CiNan

I Love You, StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang