Bayi itu menangis dengan kencang dalam keranjang. Nagita melihat dengan ekspresi datarnya. "Mau apa?" tanyanya, tapi dia sadar kalau bayi tidak bisa menjawab. Nagita mengingat hasil pencariannya tadi dan mengecek popok bayi itu.
Oh. Warna kuning dan lembek.
Nagita membeli popok lewat jasa online dan beberapa keperluan bayi lainnya. Untuk menghindari tangisan bayi, Nagita memasang earphone dan menunggu hingga popoknya datang. Nagita melihat layar ponsel, memperhatikan gerak motor yang menuju ke rumahnya.
Setelah motor di layar itu sampai di depan perumahan, Nagita bangkit dari duduknya.
"Terima kasih," ucap Nagita menerima kantung plastik dari bapak-bapak dengan jaket hijau yang dibalas dengan senyuman.
Nagita masuk ke dalam dan menemukan bayi itu masih menangis. Nagita duduk bersila. Setelah setengah jam hanya diam, Nagita menyentuh pipi bayi tersebut. "Jangan nangis. Berisik."
Mendapat sentuhan dari jemari halus Nagita, tangis bayi itu perlahan mereda. Mata biru jernihnya menatap Nagita. Kemudian, jemari tangan bayi itu memaksa keluar dari balutan kain, kemudian memegang jari telunjuk Nagita kuat-kuat.
"Namamu siapa?" tanya Nagita. Tapi lagi-lagi Nagita sadar bahwa dirinya sedang berbincang dengan bayi. "Mau aku kasih nama? Aku jago kasih nama."
Nagita berpikir. Kemudian berkata. "Avodyie, ya?"
Bayi itu tertawa kecil. Nagita tersenyum sangat tipis. "Oke. Avodyie."
Dengan sangat hati-hati, Nagita mengangkat Avodyie. Siap mengganti popoknya.
Nagita tersenyum tulus siang itu. Setelah bertahun-tahun selalu palsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
di atas langit biru
General FictionNagita ingin mengakhiri hidupnya ketika Avodyie hadir di depan pintu rumah dalam keranjang merah dan secarik pesan dari Sang Ibu untuk menjaga bayinya. Nagita memutuskan untuk mengemban tugas itu, tugas terakhir sebelum dirinya benar-benar mengakhi...