Pagi ini, Avodyie disuguhi oleh pemandangan Bunda yang sibuk di dalam dapur. Avodyie masih mengenakan piama dan memeluk boneka penguinnya saat dirinya menarik ujung kaus t-shirt Nagita yang berwarna cokelat.
"Eh, Avodyie udah bangun," suara Bunda tampak samar-samar di telinga Avodyie. Tahu-tahu saja, Avodyie sudah digendong Bunda untuk duduk di meja dapur di sebelah Nagita.
"Bunda lagi apa?" tanya Avodyie penasaran dengan gerak tangannya.
Bunda membalas, "Lagi bikin kue," Bunda berhenti bekerja untuk menjawab pertanyaan Avodyie. Ketika Avodyie melihat dengan penasaran ke arah benda yang seperti slime tapi berwarna cokelat muda itu, Bunda bertanya, "Avodyie mau coba aduk adonannya?"
Avodyie mengangguk semangat. Bunda tertawa dan mendekatkan Avodyie pada adonan. Bunda memberikan sendok ke arah Avodyie dan mengajarkan Avodyie untuk mengaduknya.
Setelah beberapa saat, Bunda melepas tangannya dari tangan Avodyie. Senyum terukir di wajah Bunda. "Wah, Avodyie udah jago aja, Bunda sampe kalah," godanya.
Avodyie menunjukkan cengiran dengan gigi taring yang ompong.
Avodyie senang dengan Bunda yang ceria seperti ini. Setelah masalah yang mereka lalui kemarin, Avodyie merasa hubungan mereka merenggang. Seolah Bunda takut kalau sebenarnya Avodyie membohongi perasaan Avodyie sendiri dengan mengatakan tidak ingin bertemu ibu kandung Avodyie. Tapi, Avodyie serius. Avodyie tidak berbohong, Bunda 'kan juga pernah mengajari Avodyie untuk selalu jujur.
Avodyie memang tidak peduli dengan siapa orangtua kandungnya. Bagi Avodyie, Nagita adalah Bunda, tidak tergantikan sekalipun. Bagi Avodyie, mempertahankan seseorang yang menyayangi dan menjaganya sejak kecil itu lebih utama dibanding mengetahui siapa yang membuangnya. Bunda pernah mengatakan mungkin orang tersebut punya alasan kenapa sampai melakukan hal itu, namun Bunda juga tidak tahu apa yang Avodyie selama ini alami sebagaianak tanpa figur seorang ayah.
Avodyie menebak. Selama ini menebak. Tidak pernah sekalipun Avodyie bertanya tentang 'ayah' pada Nagita. Meski begitu, tiap kali seorang teman dijemput oleh ayahnya, ada setitik rasa ngilu di hati Avodyie. Avodyie juga ingin tahu rasanya menjadi keluarga lengkap. Tapi, Avodyie tidak pernah bertanya. Avodyie takut Bunda kepikiran. Avodyie takut Bunda gelisah.
Yang Avodyie inginkan hanya Bunda bahagia.
"Kenapa?" tanya Bunda dengan gerakan bibir. Avodyie sudah hapal tanpa harus Bunda menggerakkan tangannya lagi.
Avodyie mencium pipi Bunda. Tindakannya itu membuat mata Bunda membulat, kemudian senyum terbit di sana. Avodyie menggerakkan bibirnya, "Gak apa-apa. Cuman mau bilang, Avodyie sayang sama Bunda."
Bunda tampak terperangah. Tapi ada binar bahagia di mata Bunda. Binar yang Avodyie harap akan selalu di sana setiap kali Bunda melihat Avodyie. Hanya kebahagiaan.
"Bunda juga sayang sama Avodyie."
Dan bagi Avodyie, itu lebih dari cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
di atas langit biru
General FictionNagita ingin mengakhiri hidupnya ketika Avodyie hadir di depan pintu rumah dalam keranjang merah dan secarik pesan dari Sang Ibu untuk menjaga bayinya. Nagita memutuskan untuk mengemban tugas itu, tugas terakhir sebelum dirinya benar-benar mengakhi...