Hari ini aku berusia delapan belas tahun.
Banyak hal yang terjadi. Ada senang, ada sedih. Namun tiap momen yang terjadi, membentuk pribadiku menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.
Bunda pernah bilang kalau di usia delapan belas, kamu baru mulai mencari jati diri. Aku bilang, kurasa aku belum menemukannya. Bunda menampilkan senyum hangatnya yang biasa dan mengatakan tak apa. Banyak orang yang menemukan jati dirinya bahkan di usia senja. Tidak perlu terburu-buru.
Bunda juga pernah bilang, di usia delapan belas, kamu tidak akan mencemaskan pekerjaan rumah apa yang belum kamu kerjakan agar tidak diomeli guru di sekolah. Karena di usia ini, kamu akan lulus dan melihat dunia yang benar-benar berbeda dari aktivitas di sekolah.
Begitu pula, di usia ini juga, kamu mencemaskan hal lain.
Cemas terhadap apa yang orang lain pikirkan tentangmu.
Cemas terhadap kesalahan-kesalahan yang tak sengaja kamu lakukan pada orang lain, dan kamu sangat takut bila hati orang itu tersinggung.
Cemas terhadap pilihan jurusan kuliah dan kampus tempat mengemban ilmu.
Cemas terhadap teman-teman yang entah kenapa semakin terasa jauh, sibuk menyulam mimpi masing-masing.
Bunda bilang, tidak semua apa yang kita cemaskan itu sesuai realita. Kadang, mereka hanyalah monster yang menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan. Bunda bilang, tidak perlu takut, karena bila takut, kamu akan memperbolehkannya hadir dalam kepalamu dan membuat monster ini semakin besar.
Bunda bilang, Bunda tidak mau aku mengalami apa yang dialami Bunda.
Aku jadi bertanya-tanya. Apakah yang dimaksud Bunda adalah tiap malam-malam panjang, ketika Bunda meracau dalam tidur, dan tenang ketika aku memeluknya? Apa monster dalam kepala Bunda masih ada?
Bunda pernah bilang, monster itu tidak akan pernah hilang, hanya saja dia mengecil dan terlupakan, tapi tersimpan rapi dalam memori otak kita. Aku jadi mengingat ketakutanku akan La Llorona. Aku tidak bisa tidur semalaman dan Bunda menenangkanku dengan menyibukkan pikiranku tentang hal lain. Hingga aku lupa, tapi tidak hilang.
Oh, ya. Ada kabar gembira. Bunda akhirnya mengirim e-mail tentang perkembanganku dari bayi hingga saat ini! Bunda sudah mengirimnya tadi pagi dan aku tidak sabar membaca setiap isinya. Kata Bunda, ada 172 e-mail. Beserta foto-fotoku. Membicarakannya saja sudah membuatku benar-benar bahagia.
Selain itu juga, ada kabar bahagia dari Kak Afgan. Akhirnya Kak Afgan menikah! Awalnya..., aku berharap Bunda akan bersama Kak Afgan, namun sepertinya Bunda hanya ingin melupakan masa lalunya. Kak Afgan adalah bagian kecil dari masa lalu Bunda, dan hal itu tidak akan pernah tergantikan. Sebagai gantinya, Bunda sekarang jadi sering senyum-senyum sendiri. Tampak lebih bahagia, lebih lepas, aku jadi bertanya-tanya, apakah ini sifat asli Bunda yang sebenarnya? Sifat Bunda sebelum masa lalu itu menorehkan luka di hati Bunda?
Hari ini, usiaku delapan belas tahun.
Hari ini juga, aku tahu kalau yang aku inginkan hanyalah satu hal:
Membuat Bunda bahagia. Hingga Bunda sibuk bahagia, dan monster dalam kepalanya akhirnya mengecil.
Aku harap monster itu bisa hilang.
Di kepala Bunda, di kepalaku, dan juga, kamu.
Tertanda, Avodyie.
KAMU SEDANG MEMBACA
di atas langit biru
General FictionNagita ingin mengakhiri hidupnya ketika Avodyie hadir di depan pintu rumah dalam keranjang merah dan secarik pesan dari Sang Ibu untuk menjaga bayinya. Nagita memutuskan untuk mengemban tugas itu, tugas terakhir sebelum dirinya benar-benar mengakhi...