11

24.5K 4.2K 102
                                    

Nagita menyisir rambut sebahunya yang lurus di depan cermin. Pandangannya tertuju pada matanya. Setelah selesai, Nagita menaruh sisir bambunya di sisi kanan meja rias. Tak lupa juga, Nagita menyematkan jepitan rambut buatan tangan Avodyie di sisi kiri telinga.

Nagita tersenyum pada refleksinya.

Suara langkah kaki dari luar kamar membuat Nagita menoleh. Avodyie di sana, dengan cengiran super luar biasanya.

Nagita menautkan alis.

"Kok gak pakai seragam?" gerak tangan Nagita heran melihat Avodyie masih mengenakan piyama, biasanya, anak itu sendiri yang inisiatif mengenakan sendiri seragamnya.

Lalu, kalimat yang tidak pernah muncul dari Avodyie pun mencengangkan Nagita. "Avodyie males sekolah! Pengen jalan-jalan ke Dufan," gerak tangan Avodyie.

Nagita menghampiri anaknya, berjongkok. Wajahnya cemas tak kepalang. Dia menggerakkan tangan dengan cepat, "Avodyie kenapa males? Gak suka sekolahnya? Avodyie mau les aja? Avodyie kan ada les renang dan piano, Avodyie pilih mana yang mau dikembangin. Gak apa-apa, Bunda bisa ngerti."

Avodyie mengerjapkan mata lalu tertawa. "Bunda, Avodyie suka sekolah, kok. Tapi, Avodyie hari ini...," sejenak, Avodyie menghentikkan gerak tangannya. Sebelum perempuan itu memantapkan lagi hatinya. "Hari ini mau bareng-bareng sama Bunda. Kangen sama Bunda."

Nagita berusaha memproses itu semua, hingga akhirnya ia menghela napas lega karena bukan itu maksud Avodyie. Meski Nagita akan mendukung penuh tiap keputusan Avodyie dalam masa depannya, Nagita juga tetap ingin Avodyie mencecap pendidikan seperti anak-anak lain, merasakan apa yang orang lain rasakan, tanpa direnggut oleh waktu dan tuntutan.

Nagita tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Persetujuan dari Nagita membuat mata Avodyie melebar dan dirinya melompat-lompat senang.

Dua jam kemudian, Nagita sudah diseret Avodyie ke sana ke mari mencoba berbagai wahana. Karena tinggi Avodyie masih kurang dua sentimeter, Nagita tidak membolehkannya naik wahana ekstrem. Avodyie menurut, meski matanya selalu mengerling ke arah wahana itu.

Sebelum mereka pulang, Avodyie ingin menyaksikan matahari terbenam. Sambil memakan es krim dalam cone. Avodyie memilih es krim rasa cokelat, sementara Nagita vanilla.

Nagita membentangkan tikar sewaan. Avodyie melepas sepatunya dan duduk di sana, Nagita menyusul di sebelahnya. Keduanya diam untuk waktu yang lama, menikmati waktu bersama.

Beberapa hari setelah kejadian itu, ada perubahan yang terjadi di antara mereka. Meski perubahan itu tidak besar. Tapi, Nagita sekarang merasa, bahwa Avodyie sudah memahami apa yang Nagita takuti akan sulit dijelaskan padanya tanpa menyakiti hati Avodyie. Sebenarnya, sejak Avodyie menginjak umur tiga tahun, Nagita selalu takut anak itu menanyakan keberadaan ayahnya. Namun belum pernah Avodyie menanyakan hal itu, barang satu kali pun. Hal ini memang melegakan, namun Nagita selalu merasa seharusnya ada yang dibicarakan antara mereka berdua.

Sampai malam itu terjadi. Nagita mengetahui fakta bahwa Avodyie tahu tentang segalanya. Nagita ingat, setelah Avodyie menemukannya di teras, Avodyie membawanya kembali ke dalam rumah dan mereka bersandar dengan nyaman di sofa ruang keluarga.

Waktu itu, Avodyie menegakkan posisi duduknya, kemudian mata biru jernihnya menatap Nagita.

"Avodyie gak sengaja ke ruang kerja Bunda, maaf ya, Bunda," gerak tangan Avodyie. Nagita mengangguk lemah, merasa ngilu karena sudah bisa menebak kelanjutan ceritanya. "Avodyie gak sengaja, nemu kotak cokelat. Avodyie kira, isinya itu hadiah ulang tahun Avodyie. Avodyie..., penasaran dan akhirnya buka kotak itu. Avodyie baca surat dari ibu kandungnya Avodyie. Tentang ibu kandung Avodyie nitipin Avodyie di sini."

"Maafin Bunda...," air mata Nagita mengalir begitu saja, sementara jemarinya bergetar.

"Bunda, Avodyie gak apa-apa," gerak tangan Avodyie, dirinya berusaha menampilkan senyum terbaiknya. "Di dongeng yang sering Bunda ceritain, salah satunya Bunda pernah cerita tentang anak yang dibesarkan oleh Tuan Beruang yang kesepian. Anak itu jadi menyembuhkan kesepian Tuan Beruang. Kalau..., kalau ibu kandung anak itu gak mau membesarkannya..., gak apa-apa..., ada Tuan Beruang..., Tuan Beruangnya kan, kesepian...."

Saat itu, pertahanan Avodyie runtuh, dan air matanya meleleh. Hati Nagita seperti terhujam oleh ribuan jarum melihat anaknya menangis sesegukan dengan punggung yang bergetar. Sepanjang malam, Nagita mengusap punggung Avodyie.

Kalau Nagita bisa, dia akan meminta paksa semua rasa sakit, sedih, dan terluka yang dialami oleh Avodyie. Biar Nagita saja yang merasakan semua itu.

Ketukan pelan di bahu Nagita membuatnya tersentak. Nagita menoleh. Avodyie sedang menatapnya dengan mata biru cerahnya.

"Bun, Avodyie pengen deh, Bunda bahagia," gerak tangan Avodyie.

Nagita mengerutkan alis. Bibirnya berkedut. Kemudian dia menggerakkan tangannya. "Kamu ngomong apa? Bareng Avodyie di sini, Bunda udah bahagia banget."

Avodyie menghela napas kemudian menatap matahari terbenam. Nagita menunggu Avodyie menjelaskan maksudnya.

Setelah matahari benar-benar tenggelam dengan total, Avodyie menatap Nagita kembali.

"Menurut Bunda, Kak Afgan gimana?" gerak tangan Avodyie tiba-tiba.

Nagita tahu alur maksud pembicaraan Avodyie sekarang.

"Avodyie," gerak tangan Nagita. "Bunda, kamu. Bagi Bunda, itu cukup."

Avodyie menggeleng. Dia menggerakkan tangannya. "Avodyie pengin Bunda bahagia, buat Bunda, bukan cuma buat Avodyie."

Nagita terdiam cukup lama.

Dirinya saat ini, merasa tak pantas bahagia.

***

Author Note

Hei! Sudah lama gak menyapa. Awalnya, aku ragu untuk menulis 'di atas langit biru' setelah chapter 10. Ada perasaan takut, tapi takutnya berhasil aku lewatin.

Semoga suka sama chapter ini :)

▶️ gnash - p.s.
"p.s i miss u when u feel alone
p.s i'm with u whereever u go
p.s i get u so p.s come home."

Aku terinspirasi dari cerita Restart His Heart-nya Kak eatectner yang nyelipin lirik lagu di tiap chapternya.

Buat chapter ini, lagu p.s. dari gnash bener-bener mendukung suasananya. Terutama di bagian 'p.s. i get u' karena kadang kita gak pengen dikasianin/dikasih perhatian lebih, kita cuma pengen dingertiin.

Dan di sini, Nagita dan Avodyie baru bener-bener mulai ngertiin satu sama lain. Vibes antara ibu-anak antara mereka mulai rada terpecah, karena baik dua-duanya tau, there's more than the story tentang ibu-anak di antara mereka.

Tapi, lebih dalem.

Tentang Tuan Beruang yang kesepian dan Anak Kecil yang tidak diinginkan.

:')

di atas langit biruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang