Sasha sudah mendengar dari perkumpulan ibu-ibu. Ada penulis terkenal yang mendaftarkan anaknya di sekolah luar biasa ini–SLB Global Harapan. Anaknya masuk di tingkat 1, bersama dengan empat anak lainnya. Dari keempat anak itu, semua orangtuanya pernah satu kali berkumpul bersama kumpulan orangtua lain yang ada di tingkat selanjutnya, tapi tidak dengan penulis itu. Hari ini, Sasha dan ibu lain mungkin berkesempatan untuk melihat secara langsung, siapa orang yang katanya penulis terkenal itu, yang tidak berkumpul bersama mereka sebelumnya.
Dan, hal paling ganjil dan sering dibicarakan, penulis berumur 27 itu sudah memiliki anak, padahal belum menikah.
Jam menunjukkan pukul 8 tepat ketika mobil volvo putih meluncur mendekati pekarangan sekolah. Semua orangtua di koridor termasuk Sasha terfokus pada mobil yang tampak ganjil di antara mobil-mobil lain. Seorang perempuan dengan glass hair turun dari bangku pengemudi, memutari mobil untuk membukakan pintu untuk anaknya.
Sasha menyipitkan mata. Anak dengan tag nama Avodyie Aurellia itu memiliki iris mata biru, sangat amat ganjil. Rambutnya bergelombang nyaris keriting dengan postur tubuh yang tinggi dibanding anak-anak seumurannya yang berada di tingkat 1. Kalau Sasha tidak tahu, mungkin ia menganggap anak itu ada di tingkat 4.
"Pagi, Bu," sapa penulis itu dengan sopan, sedikit membungkuk ketika menyapa. "Nama saya Nagita. Ini anak saya, Avodyie."
"Sasha, ketua komite," Sasha langsung memperkenalkan diri sebelum ibu-ibu lain. "Anak saya di tingkat 4."
"Oh...," Nagita melirik ke arah ibu-ibu lain yang langsung memperkenalkan diri dan juga di tingkat mana anak mereka berada.
"Kalau begitu, saya permisi ke kelas tingkat 1, senang bertemu Ibu-Ibu," ucap Nagita sambil tersenyum tipis dan merangkul Avodyie.
"Tunggu, biar saya yang antar kalian ke tingkat 1," ucap Sasha.
Nagita mengerjapkan mata, sebenarnya dia sudah tahu di mana tempatnya. "Oh, boleh, Bu Sasha. Terima kasih."
"Panggil Sasha aja," Sasha mengibas tangan. Mereka berjalan beriringan dengan Avodyie di tengah mereka. "Kamu... penulis Di Mana Senja Hadir, ya?"
Nagita tahu cepat atau lambat, akan ada pertanyaan ini. Nagita mengangguk.
"Wah, baru pertama kali saya bertemu penulis!"
Mereka sampai di persimpangan koridor antara belok kiri atau kanan. Tingkat 1 seharusnya belok ke kanan, tapi Sasha membawanya ke arah kiri untuk mengulur waktu.
Nagita diam. Cih. Ular.
"Ini saya gak bermaksud buat kamu tersinggung atau gimana..., tapi kamu udah menikah?" tanya Sasha.
"Saya belum menikah," jawab Nagita.
"Oh...."
Keheningan canggung.
"Lalu Avodyie...."
"Dia anak saya," suara Nagita berubah tegas.
"Oh..., maaf."
Nagita berhenti berjalan. "Apa yang harus dimaafkan?"
Sasha mengerjapkan mata, tidak menyangka orang yang memiliki kesan anggun dan lemah itu bisa berkata setegas dan setajam itu pada orang lain.
"Oh, enggak, bukan gitu maksud saya. Saya cuma penasaran. Saya benar-benar open minded pada pilihan orang lain," ucap Sasha dengan wajah semerah kepiting rebus.
Nagita tersenyum tipis. Membuat Sasha tertohok, entah kenapa.
"Maaf ya, kalau saya membuat kamu tersinggung," ucap Sasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
di atas langit biru
General FictionNagita ingin mengakhiri hidupnya ketika Avodyie hadir di depan pintu rumah dalam keranjang merah dan secarik pesan dari Sang Ibu untuk menjaga bayinya. Nagita memutuskan untuk mengemban tugas itu, tugas terakhir sebelum dirinya benar-benar mengakhi...