Ollie memencet bel pintu rumah Nagita berkali-kali sambil bibirnya menggigil kedinginan karena kehujanan. Udara Jakarta akhir-akhir ini selalu berubah-ubah secara ekstrem. Tadi siang, udaranya sangat panas mengering tenggorokan sekarang dingin menusuk tulang.
Setelah berusaha tiga kali, akhirnya pintu itu terbuka, menampilkan Nagita dengan kaus kuning dan celana pendek selutut motif bunga. Rambutnya yang panjang bergelombang terurai dan senyum kecil tersungging di wajahnya.
Ollie menyipitkan mata.
"Masuk, Llie," ucap Nagita mempersilakan masuk.
Ollie masuk masih dengan memperhatikan gerak-gerik Nagita. "Ada sesuatu yang mau lo omongin, Ta?"
Ollie duduk di ruang tamu sementara Nagita berjalan ke arah kamar tamu mencari handuk.
"Gue punya bayi, Llie."
"HAH?!"
Nagita menggeleng sembari memberikan handuk pada Ollie. "Nemu."
"HAAAH?!"
Nagita mengerutkan alisnya. "Kayak ada yang mati aja, kagetnya." Nagita kemudian menjelaskan hal yang terjadi tadi siang dan wajah Ollie berubah pucat pasi.
"Bayinya di mana sekarang?" tanya Ollie.
"Lo punya temen terpercaya dari perkumpulan lo yang bisa ngasih ASI ke Avodyie, gak?" tanya Nagita seraya ke arah dapur. "Oiya, lo mau minum apa?"
Ollie mengamati interior rumah Nagita. "Ta? Are you okay? Is there something you wanna tell me?"
Nagita mengamati Ollie, lalu mendengus geli. "Ada ASI buat Avodyie, gak? Ini gue buat thai tea aja, ya."
Ollie menghela napas. "Ada, kayaknya. Gue harus nanya dulu."
"Temen lo yang paling terpercaya ya, Llie. Gue gak mau yang aneh-aneh."
Ollie mengeringkan rambutnya yang lembab. "Naskah lo gimana, Ta?"
"Naskah? Hhmm...," Nagita mengaduk gelas. "All good. Is all good. Nanti malem gue kirim draft pertamanya ke lo."
Hanya terdengar dentingan sendok yang beradu pada gelas. Tak berapa lama, Nagita ke arah Ollie bersama segelas thai tea. Nagita diam, maka Ollie bertanya.
"Bayinya di mana sekarang?"
"Lagi tidur."
Ollie bergegas ke kamar Nagita. Melihat bayi itu benar-benar tidur anteng di sana, Ollie mengurut pangkal hidungnya.
Ollie langsung menghubungi para perkumpulan ibu-ibu untuk mencari ASI. Saat Ollie mencari, Nagita menyipitkan mata, membuat Ollie berseru jengkel. "IYA INI GUE CARIIN YANG TERPERCAYA, IYA."
Setelah mendapatkan tiga ibu 'terpercaya', Ollie mengatakan bahwa mereka akan ke rumah Nagita minggu ini untuk mengobrol lebih dekat. Ollie juga memaksa Nagita untuk membeli susu formula sebelum donor ASI itu datang. Nagita manggut-manggut, matanya seolah menempel pada layar ponsel. Ollie yang penasaran melihat layar tersebut, dan ternyata, Nagita sedang belajar menjadi ibu yang baik.
"Kok, gak lo serahin ke pihak yang bertanggungjawab aja, Ta? Ini kayak bukan lo banget," ucap Ollie setelah terjadi hening. "Apa ini gak ganggu lo? Naskah lo? Geo gimana?"
Nagita mendongak dari layar ponselnya. "Makasih udah dateng, Llie. Nanti gue telepon lo lagi kalo butuh sesuatu."
Sebuah usiran halus. Ollie mengangguk dan membereskan barang-barangnya. Sejenak, Ollie melihat ke arah bayi temuan Nagita. Bayi itu sudah terbangun. "Matanya biru, ya. Bule."
Nagita melirik ke arah Avodyie.
"Jangan culik bayi gue, Llie."
"HILIH," Ollie berseru nyaring. "Udah dibantuin malah nuduh."
Nagita tertawa hambar.
Ollie pun hendak meninggalkan rumahnya. Di ambang pintu utama, Ollie melihat ke arah Nagita sekali lagi.
"Ta," panggil Ollie.
"Hm?"
"Gak ada apa-apa, kan?" tanya Ollie.
Nagita tersenyum tipis. "Ada. Tuh, Avodyie."
Ollie terbahak. Benar. Apa sih, yang Ollie pikirkan?
Andai Ollie tahu apa yang akan Nagita lakukan kalau Avodyie tidak hadir di depan pintu rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
di atas langit biru
General FictionNagita ingin mengakhiri hidupnya ketika Avodyie hadir di depan pintu rumah dalam keranjang merah dan secarik pesan dari Sang Ibu untuk menjaga bayinya. Nagita memutuskan untuk mengemban tugas itu, tugas terakhir sebelum dirinya benar-benar mengakhi...