24. ARTI SEBUAH NAMA
Ekspresi cemas dan khawatir terlukis jelas di wajah semua orang yang sekarang berada di rumah Zakaria. Siang hari yang seharusnya tenang dan sepi, seketika berubah menjadi gaduh dan rusuh. Tak terkira betapa kotornya rumah Zakaria saat ini, semua orang datang tergesa-gesa, masuk ke dalam rumah, lupa melepas sandal mereka dan meninggalkan jejak-jejak pasir di lantai kayu rumah Zakaria.
"Astagfirullah hal adzim, ya Allah. Affan nggak kenapa-napa 'kan Minah? Aku takut banget." Latifah mengutarakan perasaannya. Dia tidak henti mengucapkan kalimat Istigfar sedangkan matanya membengkak karena airmata yang terus membasahi pipi.
Aminah mengelus punggung Latifah. "InsyaAllah nggak papa. Kan sudah ada dokter yang tanganin. Kita berdoa terus Tifah! Yakin Allah menolong," hiburnya. Dia akhirnya berhasil menarik Latifah duduk di sofa ruang tamu setelah wanita itu satu jam berdiri di depan kamar Affan dengan wajah pucat pasi.
Kalau Aminah berhasil melaksanakan misi untuk menenangkan Latifah dengan menariknya duduk, maka Abidin justru gagal dalam misinya. Dia malah ikutan khawatir, mengikuti Zakaria dengan jalan mondar-mandir di depan kamar Affan, sesekali kepala mereka melongok ke dalam kamar, memastikan apakah dokter sudah melakukan tugasnya dengan baik atau tidak. Zakaria terus melontarkan pertanyaan pada dokter muda itu namun tidak diacuhkan karena dia terlalu sibuk memeriksa kondisi Affan. Hanya delikan Mawar disertai kibasan tangan menyahuti, menyuruh mereka pergi.
"Mawar, si Affan gimana?" desak Zakaria.
Mawar menghela napas. "Ya ela Bang! Biar Mawar sama Dokter Dimas yang nolongin. Abang jangan ganggu kerjaan Mawar dong," sahutnya ketus. Tali infus membelit di tangannya ketika Zakaria menanyakan pertanyaan itu puluhan kali.
"Infusnya udah siap apa belum Mbak?" tanya dokter bernama Dimas kepada Mawar; asisten perawat di Puskesmas tempat dia bekerja.
"Belum Dok, tunggu sebentar!" Mawar panik, membuka tas kecil tergesa dan membuat isinya menghambur keluar, jarum-jarum infus bertebaran di lantai. "Ini gara-gara Bang Zakar, Mawar jadi nggak konsen. Ati mana sih? Papahnya nggak bisa dikontrol yah?" gerutunya nyaring sampai terdengar sampai keluar kamar.
Melati yang sedang berusaha mengeringkan keringat dari tubuhnya-duduk menjongkok di lantai di depan kipas angin ruang tamu-memberikan delikan tajam pada Zakaria.
"Tuh kan Ati lagi yang disalahin! Papah jangan ganggu Bibi Mawar." Melati menggerutu sembari mengibaskan kerudung. Berharap angin menyelinap masuk ke dalam kerudungnya.
Melati baru saja menguras tenaganya dengan berlari kencang ke rumah Mawar meminta pertolongan, mengingat pekerjaan bibinya itu adalah perawat di Puskesmas. Namun dalam ketergesaannya memanggil Mawar untuk menyelamatkan Affan, Melati sampai lupa mengenakan sandal, dia berlari dengan kaki telanjang sehingga sekarang banyak pasir yang menempel di telapak kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Awan [End]
SpiritualTentang Aya yang menolak lamaran para lelaki sampai dia menemukan teman masa kecilnya bernama Affan untuk dia nikahi. Dan ketika Aya dipertemukan kembali dengan Affan setelah bertahun-tahun berlalu. Affan ternyata masih menyimpan kebencian untuk si...