20. Layang-layang Merah

9K 931 39
                                    

20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

20. LAYANG-LAYANG MERAH

Motor matic putih Reza membelah jalanan Kampung Daun yang berdebu di sore hari. Suasana yang benar-benar tepat menggambarkan hatinya yang dikatakan Cecep;

BAPER.

POTEK.

Dan juga GABUT.

Sudah berkali-kali dia melewati jalan yang sama, entah berapa kali juga orang yang sama menyapa, Reza sampai tidak bisa mengingatnya. Otaknya sekarang dipenuhi perkataan Cecep di pos ronda tadi. Terus terngiang. 

Muhammad Affan dilamar oleh Ainaya Mahya.”

Reza mengacak rambutnya frustasi, sedangkan salah satu tangannya berusaha masih berpegangan pada stang motor untuk menjaga keseimbangan.

“Argghhh, kenapa ini menganggu gue banget!” teriak Reza tiba-tiba dan membuat semua orang yang dilewatinya melempar pandangan bingung. Muhammad Reza seperti orang yang benar-benar kehilangan akal sehatnya.

Iya, Reza mengakui dia menjadi gila saat ini. Iya, Reza mengakui dia sangat marah saat ini. Dan iya, Reza mengakui kalau dia sangat iri saat ini.

“Muhammad Affan?”

Reza mendengkus ketika menyebut namanya.

Apa yang lebih baik dari Muhammad Affan dibandingkan dirinya? Dia! bahkan lebih hebat puluhan kali dibanding lelaki itu.

“Ya kan Allah?” tanya Reza sedetik kemudian dengan nada ragu ke langit. Benaran Reza sangat galau hari ini. Bingung menafsirkan apa yang dia rasakan dan harus kemana untuk menyalurkan.

Sebenarnya Reza sudah mengetahui kebenaran bahwa Aya mencintai Affan. Dia sudah mengetahui alasan kepindahan Aya ke Kampung Daun agar bisa berdekatan dengan Affan. Tapi untuk mengetahui kebenaran bahwa Ainaya Mahya melamar Affan? Itu di luar kemampuan hatinya untuk menerimanya. Muhammad Reza sangat marah, seakan Aya menutup semua pintu dan tidak memberi kesempatan untuknya masuk ke dalam hidup Aya. Perempuan itu seakan tidak memberikan kesempatan padanya untuk membuktikan bahwa; dia lebih baik dari Muhammad Affan.

Sekarang, pertanyaan demi pertanyaan terus berputar di otak Reza. Berputar seperti layaknya roda motornya yang mengarungi jalanan berbatu Kampung Daun. Pertanyaan yang sama yang dia tanyakan pada dirinya sendiri, yaitu;

Haruskah dia mundur?

Haruskah dia memilih untuk—

Cinta di Atas Awan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang