43. KUTEMUKAN RAHASIAMU KEKASIH
“Astagfirullah,” seru Affan begitu lirih, napasnya seketika saja menjadi sesak.
Hujan tak kunjung mereda, turun dari langit dan membasahi bumi, membuat tubuh Affan basah kuyup, lelaki itu meringkuk dan merintih kesakitan, memegangi sisi perut kanannya yang terus mengeluarkan darah. Tasbih yang terselip di antara jemarinya, tak lagi berwarna putih sekarang memerah, baju muslimnya pun begitu...
Genangan air sudah bercampur dengan darah, seakan tubuh Affan berkubang dalam genangan darahnya sendiri. Affan mengernyitkan kening, dalam usahanya untuk bangun kembali, rasa sakit malah menghempaskannya lebih keras ke tanah. Membuat darah segar semakin deras mengalir dan lukanya menganga lebar.
Napas Affan tersenggal, dia terbaring terlentang. Tubuhnya mendingin, Affan merasa tiba-tiba menjadi kosong.
Langit mendung balas menatap Affan, dia berharap matanya menangkap keberadaan awan-awan putih, ingin melihat terakhir kali sebelum matanya memilih menyerah dan tidur, namun ternyata hanya mendung yang Affan dapatkan, hanya suara rintik hujan yang memantul yang menjadi melodi penenang hatinya.
Dan kelam itu, langit kelam itu entah kenapa terus-menerus memanggil namanya. Menyebut nama ‘Muhammad Affan’ dengan lembut melalui sepoi angin yang berhembus. Kedua mata Affan terasa berat, dia ingin sekali tidur. Ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya. Namun...
Bagaimana Affan bisa tidur jika ada suara lain yang tidak henti memanggil namanya juga?
“Muhammad Affan...”
“Affan...”
“Affan...”
Entah berapa puluh kali perempuan itu memanggil nama Muhammad Affan. Tidakkah tenggorokannya akan terluka jika dia berteriak seperti itu? Sungguh, suara itu sangat mengusik Affan.
Muhammad Affan mengalihkan kedua matanya dari langit kelabu dan menatap jauh pada perempuan berkerudung putih yang berdiri di depannya. Ainaya Mahya memakai kerudung putih yang Muhammad Affan simpan selama bertahun-tahun. Membuat perempuan itu terlihat seperti bidadari tak sayap, bidadari yang pernah ada di dalam hidupnya, dan mungkin untuk selamanya. Untuk sepanjang hidup Muhammad Affan hingga detik waktunya berhenti.
“Aya...” Affan berusaha memanggil nama Aya, namun lagi suaranya seperti terenggut. Tangannya pun tidak bisa menjangkau Aya...
‘Apa aku bisa pergi sekarang?’ Affan membatin. ‘Aku cukup puas hanya dengan melihatnya saja, cukup puas karena dia orang terakhir yang aku lihat, sungguh demi Allah aku tidak mempunyai penyesalan lagi’. Kedua mata Affan terasa sangat berat untuk ditopang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Awan [End]
SpiritualTentang Aya yang menolak lamaran para lelaki sampai dia menemukan teman masa kecilnya bernama Affan untuk dia nikahi. Dan ketika Aya dipertemukan kembali dengan Affan setelah bertahun-tahun berlalu. Affan ternyata masih menyimpan kebencian untuk si...