40. SAYAP TERAKHIR
Aya memandang dirinya di depan cermin. Kerudung putih lamanya membalut indah di kepala, putihnya bahkan tidak memudar meskipun sudah tersimpan selama bertahun-tahun. Dia merasa melihat dirinya lagi, melihat Aya kecil yang menanggalkan kerudung merah muda kesukaan dengan kerudung putih. Semua Aya lakukan demi seseorang yang terlalu mencintai warna putih, demi seseorang yang terlalu mencintai awan.
Aya mengenakan kerudung putih sebagai ucapan perpisahan waktu itu dan hari ini dia melakukan hal yang sama lagi. Walaupun Aya tahu, pecinta putih itu tidak pernah mengerti tindak-tanduknya, tidak akan pernah mengerti perasaannya saat itu dan juga sekarang.
Aya mengambil kotak lusuh tempat penyimpan kerudungnya dan keluar kamar. Dari pintu yang terbuka dia melihat langit biru enggan menampakkan diri, hanya memperlihatkan mendung yang sebentar lagi menurunkan rinai hujan. Sebuah penggambaran yang tepat untuk perasaannya saat ini, karena sudah waktunya untuk pergi, karena sudah waktunya untuk mengucapkan salam perpisahan.
Aya melihat Abidin mengunci jendela-jendela untuk terakhir kali, melihat Aminah menurunkan gorden untuk terakhir kali dan melihat Ilham menutup pintu-pintu kamar untuk terakhir kali.
Aya menatap pada rumah itu sejenak. Begitu banyak kenangan yang harus dia simpan dalam memori padahal baru dia tinggali selama 30 hari. Waktu berjalan dengan cepat, serasa baru kemarin Aya menginjakkan kaki di Kampung Daun dan sekarang hari ini dia harus meninggalkannya. Sungguh, kesan pertama dan terakhir memiliki perasaan yang bertolak belakang.
Aya datang pertama kali dengan penuh percaya diri dan sekarang dia pulang dengan berpasrah diri.
“Aya sudah siap? Nggak ada yang ketinggalan, kan?” Aminah memastikan semua barang bawaan mereka. “Semua sudah kamu taruh ke dalam mobil pick-up, kan?”
Namun Aya tidak menjawab. Matanya masih menatap pada seluk-beluk rumah yang dia tinggali selama sebulan. Aminah menghela napas lalu mengelus pundak putrinya.
“Aya? Kamu yakin ingin pulang?” tanya Aminah. Dia sudah menanyakan puluhan kali kepada Aya. “Kita bisa tinggal di sini sayang.”
Aya menggeleng.
“Kita harus pulang Mah. Aya harus pergi dari Kampung Daun.” Aya berucap lemah dan memeluk kotak lusuh ke dada, berharap dia bisa menyimpan sakit yang dia rasakan ke dalam kotak itu.
Aminah hanya bisa menghela napas lalu melangkah lebih dulu keluar rumah, membiarkan Aya mengucapkan salam perpisahan pada rumah yang meninggalkan banyak kenangan. Aminah berjalan ke halaman di mana mobil sudah menunggu, di mana keluarga Zakaria serta Reza siap untuk menghantarkan kepergian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Awan [End]
SpiritualTentang Aya yang menolak lamaran para lelaki sampai dia menemukan teman masa kecilnya bernama Affan untuk dia nikahi. Dan ketika Aya dipertemukan kembali dengan Affan setelah bertahun-tahun berlalu. Affan ternyata masih menyimpan kebencian untuk si...