2. Hati yang Mendendam

21.4K 1.6K 85
                                    

2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2. HATI YANG MENDENDAM

Aya mendapati dirinya duduk di sebuah kedai kopi pinggir jalan. Kedai yang sepi pelanggan dan hanya ada dia seorang. Perempuan itu duduk di salah satu bangku menghadap jendela besar, di mana buliran-buliran air hujan menempel di kaca dan menjadi sebuah lukisan indah. Rinaian hujan tak kunjung berhenti, membasahi jalan dan membuat genangan dalam, banyak dari para pejalan kaki terperosok di lubang dan sepatu mereka akhirnya basah.

Kopi hangat serta ruangan yang hangat sebenarnya itu sebuah nikmat yang harus Aya syukuri. Namun perempuan itu tidak bisa menikmatinya-tidak sekarang! Karena kegundahan, cemas serta gelisah melanda jiwa dan raga. Bahkan kedua tangannya terus mendingin yang tak ada hubungannya dengan yang hujan turun saat ini. Jantungnya tidak berhenti berdebar, semakin kencang seiring berjalan waktu. Sesekali matanya memandang keluar, seakan berharap menangkap sosok yang dia rindukan muncul di tengah rinai hujan yang turun dengan deras.

Beberapa hari yang lalu...

Akhirnya, setelah puluhan tahun Aya menemukan keberadaan Muhammad Affan. Bukan menemukan tapi dipertemukan. Aya yakin Allah lah yang mengatur ini semua. Untuk seseorang yang terpisah selama bertahun tahun tapi dengan mudahnya Allah mempertemukan kembali? Sungguh, Aya tidak meragukan kebesaran-Nya. Ini adalah bagian dari rencana indah yang Allah berikan. Sebuah kesempatan untuk bertemu dengan Muhammad Affan kembali.

Di antara ratusan penerbitan buku di Ibu kota Jakarta. Muhammad Affan memilih mengirimkan naskah puisinya di penerbitan buku yang Aya miliki. Ketika Aya sedang melakukan penyeleksian buku. Aya tertarik pada sebuah naskah puisi yang berjudul; 'Cinta di Atas Awan', puisi indah yang membuat Aya berhenti sejenak untuk membaca setiap lembar perlembar puisinya.

Namun alangkah terkejutnya Aya kemudian, saat dia melihat biodata sang penulis. Nama Muhammad Affan tertera jelas di sana. Walaupun bertahun-tahun berlalu, Aya mengenalinya tanpa ragu sama sekali. Iya-dia adalah Muhammad Affan, lelaki yang dia cari selama ini. Segera saja, Aya mengirimkan surel ke Affan, meminta pertemuan membahas perilisan buku puisi 'Cinta di Atas Awan' dan tak lama kemudian Affan membalas surel Aya. Dia menyetujui pertemuan tersebut dan menentukan tempatnya.

Itulah kenapa Aya ada di kedai kopi sekarang, dia sedang menunggu kedatangan Muhammad Affan.
Aya mengalihkan manik matanya pada foto profil Muhammad Affan. Senyum terukir di bibir tipis Aya. Muhammad Affan kecil yang hidup dalam memori Aya sekarang sudah dewasa namun senyumnya sama sekali tidak berubah. Senyuman yang membuat Aya ikut tersenyum tanpa sebuah alasan.

Triing...

Lonceng yang menggantung di atas pintu berdenting. Daun pintu di dorong ke dalam dan seorang lelaki mengenakan kemeja putih melangkah masuk ke dalam kedai kopi. Dia tidak seorang diri, lelaki itu bersama perempuan cantik berjilbab berwarna kuning tosca-menggendong balita berumur 3 tahun yang kepalanya terkulai di bahu, tertidur pulas. Perempuan berjilbab kuning tosca menarik tangan lelaki berkemeja putih, berbicara singkat dan kemudian memilih duduk di pojok kedai.

Cinta di Atas Awan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang