5. Mimpi Buruk Si Dekil

14.2K 1.2K 44
                                    

5

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5. MIMPI BURUK SI DEKIL

Seorang bocah laki-laki bersandung ria, matanya menatap tinggi ke atas ke langit biru, di mana layang-layang yang dia terbangkan melintasi awan. Tangannya yang kurus membelit tali layang, berusaha melawan angin yang menggoyahkan.

“Terbang, terbanglah tinggi. Lintasi awan, layang-layangku terbang.”

Dia tersenyum lebar, seakan berharap bisa ikut terbang, seperti layaknya layang-layang itu.

Siang menjelang sore yang cerah. Bocah itu duduk di sebuah bukit kecil di mana sawah-sawah hijau mengelilingi. Berlindung dari sengatan matahari yang kejam, dia bernaung di bawah pohon ceri yang menjadi satu-satunya pohon yang tumbuh di bukit tersebut.

Kakinya yang kotor tanpa alas, bergoyang-goyang mengikuti irama lagu yang dia lantunkan dari bibirnya. Sedangkan penampilannya tidak jauh beda dengan kakinya yang kotor. Tubuh kurus, wajah dekil, baju kusam dengan banyak tambalan kasar di baju serta celana. Bahkan orang-orang di kampung menjulukinya si dekil dari kandang kambing. Julukan itu dia dapatkan karena tinggal di kandang kambing yang sengaja dirubah ayahnya untuk menjadi tempat tinggal.

Kemiskinan yang melanda keluarganya sudah dialami sejak dia lahir. Kotor, kelaparan dan hinaan sudah menjadi makanan sehari-hari. Sudah menjadi bagian kehidupannya. Dan untuk seorang bocah berumur 10 tahun, seharusnya dia bersekolah dan mengenakan seragam putih-merah namun tidak bisa dia nikmati karena ayahnya tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkannya. Bersekolah adalah sesuatu yang terlalu mewah untuk dirinya.

Angin kencang tiba-tiba datang, layang-layangnya sempat terbawa angin, dengan sigap dia menarik tali, mengimbangi agar tidak lepas atau talinya menjadi putus. Layang-layangnya harus bertahan sampai berhasil dia perlihatkan pada seseorang yang dia tunggu sedari tadi.

Seharusnya, pada jam segini. Terutama sesudah zuhur dia mengembalakan kambing-kambing tetangga untuk mencari makan di kampung sebelah. Namun, dia tidak melakukannya. Karena hari ini adalah hari yang istimewa. Sangat istimewa dibandingkan upah lima ribu rupiah untuk mengembalakan kambing.

Senyum bocah itu seketika mengembang, melihat gadis cilik berjalan mendaki bukit di tempatnya berada. Gadis kecil mengenakan syal putih panjang melindungi wajah putihnya dari sinar matahari siang. Mengenakan gaun putih, dia terlihat seperti bidadari kecil tanpa sayap yang turun dari langit. Bocah itu segera berdiri dan melambaikan tangannya penuh semangat.

“Aya! Ayo cepat kemari, lihat apa yang aku buat untuk hadiah ulangtahun kamu.” Dia melompat sembari menunjuk ke atas langit.

Gadis kecil bergaun putih yang bernama Aya, menghentikan langkah sebentar. Menengok ke atas sembari memegangi syal putihnya yang hampir terbawa angin.

“Bagaimana, kamu suka, 'kan?” tanya bocah itu penuh harap, menunggu reaksi Aya. “Aku khusus membuatkannya karena kamu bilang ingin melihat awan di hari ulangtahun kamu.”

Cinta di Atas Awan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang