11. TANTANGAN ABIDIN
Aya berbaring di atas tempat tidur, matanya menatap ke langit-langit kamar sedang bibirnya tak bisa berhenti tersenyum ketika wajah Affan itu terlintas di pikirannya. Masih teringat jelas seakan lelaki itu berada di depannya.
"Astagfirullah Ay, segitu bahagianya lo bisa ketemu sama Affan." Zahra keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah dan memperhatikan Aya yang sedari tadi senyum sendiri.
Zahra duduk di tepian tempat tidur, menggosok-gosokkan rambut basahnya dengan handuk kering. "Cukup deh, lo bikin masalah hari ini. Lo nggak tau 'kan, berapa banyak dosa yang sudah gue lakuin demi lo?"
Aya melirik sekilas pada Zahra lalu kembali menatap ke langit-langit kamar. "InsyaAllah dimaafin kalau lo benar-benar tobat."
"Aya!" Zahra jengkel dan menepuk keras pantat Aya. "Ini bukan waktunya lo bercanda, hari ini gue harus bohong sama orang tua dan juga kakak lo." Dia mengerang frustasi lalu merebahkan diri di sebelah Aya, walaupun rambutnya masih basah. "Lo tau sendiri kan gue paling nggak bisa bohong, lain kali jangan libatin gue lagi. Lama-kelamaan gue bisa jantungan."
Namun Aya tidak mengubris rengekkan Zahra, dia menyodorkan layar ponselnya ke mata Zahra. "Gimana menurut lo, dia yang namanya Muhammad Affan."
Mata Zahra menyipit, matanya yang minus berusaha menangkap jelas foto sosok pria berbaju koko putih dengan wajah datar tanpa senyum.
"Affan? Kayaknya dingin banget deh Ay, keliatan biasa aja. Malah tampanan para lelaki yang pernah ngelamar lo." Zahra memberikan pendapat.
Aya tersenyum, dia menatap foto Affan yang dia ambil secara sembunyi-sembunyi waktu dia berkunjung ke rumah keluarga Zakaria tadi sore.
"Hatinya yang tampan Zahra. Dia miliki sesuatu yang nggak dimiliki lelaki lain yaitu hati yang tulus."
Zahra mendengus sinis. "Terkadang orang yang lagi jatuh cinta nggak bisa berpikir dengan jernih. Ay, penyakit hati lo terlalu parah," katainnya membuat Aya tertawa.
Zahra bangun, dia mengambil remote. "Sudah ah, bisa ikutan gila gue ngomong sama lo terus." Dia menyalakan televisi, mencari berita dengan terus-menerus mengganti saluran. Sesekali perempuan itu mengomel saat melihat sinetron yang sedang ditayangkan di televisi. "Ini neh! Sinetron ini yang bikin generasi muda kita jadi aneh semua, masih kecil udah pacaran. Lo tau nggak? Waktu gue seumuran mereka, gue tuh masih main tali lompat! Main bola bekel."
Aya tersenyum mendengar gerutuannya, wajar saja karena Zahra adalah Dosen di salah Universitas Pendidikan Guru, selalu menjadi narasumber di setiap seminar yang menyinggung masalah sosial perilaku anak-anak remaja millennial yang menyimpang.
Zahra menemukan saluran yang dia cari. Bertopang dagu, dia menatap news anchor, pria tampan yang sedang membacakan berita penting. Zahra memperbesar volume suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Atas Awan [End]
EspiritualTentang Aya yang menolak lamaran para lelaki sampai dia menemukan teman masa kecilnya bernama Affan untuk dia nikahi. Dan ketika Aya dipertemukan kembali dengan Affan setelah bertahun-tahun berlalu. Affan ternyata masih menyimpan kebencian untuk si...