- "How can someone relent if he feels he is always right?" -
"Lo?"
Bukannya marah atau kesal, melainkan tak percaya dengan apa yang kulihat. Saat ini, yang terluka adalah teman sekelasku sendiri. Jika diingat-ingat namanya Raina.
Ia mendongak, menatapku dengan ringisan. "Ma-maaf," ucapnya pelan.
Aku mengusap wajah frustrasi. Bagaimana bisa ia berani membawa motor selaju tadi? Masih beruntung aku tidak mati gara-gara ulahnya.
Tak lama setelah itu orang-orang semakin banyak berkerumun membentuk lingkaran abstrak demi menonton kejadian barusan. Satu persatu orang datang membantu gadis itu dan membawanya pergi ke rumah sakit. Lalu pandanganku tersorot ke lain arah, memandangi sisa kue yang tertindih motor.
Setelah lukaku diobati, beberapa orang mengantar pulang lantaran motorku sudah tidak bisa dipakai lagi. Begitu tiba di rumah aku langsung menelisik teras beserta pintu depan. Khawatir kalau ketahuan oleh Ayah apa yang terjadi dan was-was kalau kakak akan meminta janjinya.
"Kenapa ini?"
Aku kaget melihat Ayah yang sudah berdiri tepat di depan pintu padahal sebelumnya tidak ada. Ia menatap dengan saksama dari ujung kaki hingga kepala. Mustahil Ayah tidak menyadari luka-luka ini. Bahkan celanaku saja sampai sobek. Sedangkan orang-orang yang mengantarku tadi menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi setelah menurunkan motor dari mobil pick up.
"Terus pelakunya bagaimana? Sudah ditangkap?"
"Masih di rumah sakit, Pak ...."
Ayah mengangguk pelan tak lupa juga mengucapkan terima kasih dan memberi sedikit imbalan. Orang-orang tersebut jelas menolak karena mereka murni hanya ingin membantu. Sementara aku masih duduk di kursi teras menyimak interaksi kedua belah pihak.
Usai mereka berpamitan pulang, Ayah langsung menyorotkan tatapan khasnya. Seakan meminta penjelasan lebih.
"Jelaskan menurut versi kamu."
Aku meneguk ludah. Auranya yang dominan selalu bisa menekanku.
"Awalnya kakak nyuruh beli kue, terus tiba-tiba pelakunya nabrak dari belakang sampai motor jadi begitu." Jelasku melirik motor sekilas.
Tepat saat itu juga, kakakku datang dengan tampang wajah kesal.
"Faisal! Kamu kenapa tinggalin aku? Mana ban motorku kempis, kamu udah pulang duluan lagi. Untung tadi ada yang bantuin."
"Yang penting sekarang pulang, kan." ujarku menekan setiap kata.
Kak Najma berdecak. Sebelum akhirnya menyadari sesuatu.
"Kamu kenapa luka-luka ditambah motor rusak begitu?" tanyanya. "Habis balapan, ya? Ngomong-ngomong kue punyaku mana? Jangan bilang lupa?"
Ayah yang sepertinya tahu ini akan jadi perdebatan panjang menyuruhku untuk segera ke kamar.
Kini, gantian Kak Najma yang diberi tatapan intimidasi. Aku tidak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan setelahnya karena bergegas ke kamar. Tak ingin Ibu yang entah berada di mana mengetahui kondisiku dan terbayang seperti apa reaksinya nanti. Ya, walaupun mustahil sebab kini ia tengah berdiri tepat di hadapanku.
***
"Gue penasaran nasib tuh cewek gimana sekarang? Ortu lo enggak minta pertanggungjawaban?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED [COMPLETED]✔
Teen FictionPerubahan. Sesuatu yang pasti terjadi. Cepat atau lambat. Siap atau belum. Sadar atau tidak. Lantas, apa arti perubahan itu sendiri? Mengubah ataukah diubah? {15+} Point Of View 1 Faisal Hanif Mufida ___________________________________________ WARNI...