☁27 - Camelia Cake

14 3 0
                                    

- "Admiring is the most beautiful thing. Having you is a gift." -

TOK TOK TOK!

"Siapa, sih?"

Pintu kamarku masih saja diketuk dengan keras sejak dua menit yang lalu. Entah siapa pelakunya, tapi hal itu sukses mengganggu aktivitas mandiku pagi ini.

TOK TOK TOK!

Aku mencebik. Sudah tidak tahan mendengarnya. Cepat-cepat aku membilas rambut dan segera mengenakan bathrobe. Bisa-bisa, pintu kamar itu akan jebol oleh gedoran.

"Siapa yang—"

"KAKAK!"

Sesuatu tiba-tiba menerjang begitu aku membuka pintu. Seorang anak kecil dengan rambut berkepang dua itu adalah pelakunya. Beruntung, aku sempat bertahan sehingga kami tidak terjatuh menghantam lantai.

"Astaga, Cika. Ngapain, hah?" tanyaku sambil memelototinya.

"Enggak ada." jawabnya bernada polos.

"Lah, terus tadi ngapain sampai gedor-gedor pintu segala?"

"Panggil, Kakak." gurau Cika tersenyum jail. "Habis kakak lama."

Aku geleng-geleng kepala. Membiarkan adik sepupuku itu menaiki kasur dan melompat-melompat di atasnya. Sementara itu, aku memakai baju di ruang ganti.

"Tante mana?" tanyaku sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

"Tante?"

"Maksudnya Mama Cika."

"Di bawah."

Kali ini aku mengiakan saja. Biasanya, kalau Tante Ghisell datang ke sini dan membawa anaknya pasti dia punya urusan. Dan, alasan kenapa anaknya ada di sini sudah jelas untuk dititipkan.

"Kakak, hari ini jalan-jalan, yuk."

"Ngapain?"

"Ajak Cika main ... Hehehe."

"Sama Kak Najma aja kalau mau main."

"Tadi Cika udah tanya Kakak Najma, bilangnya sama kakak aja."

Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Bingung harus merespons apalagi. Padahal, hari ini adalah jadwal bersantai. Ya, santai yang kumaksud adalah rebahan.

Tak lama setelahnya, aku mengajak gadis kecil itu turun ke bawah; ruang tamu. Di sana aku mendapati Ibu dan Tante Ghisell sedang berbincang-bincang. Entah apa yang dibicarakan begitu melihatku Tante Ghisell langsung berdiri.

"Faisal, hari ini kamu jaga Cika, ya? Tante ada urusan penting ini."

"Iya." jawabku santai.

"Cika yang baik, ya. Jangan nakal."

Cika tersenyum riang. "Siap, Mami!"

Usai berpamitan dengan kami, sekarang aku malah bengong ke arah pintu yang masih terbuka. Sebenarnya aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan. Hingga sebuah tangan kecil menarik-narik bajuku.

"Kakak, Cika laper."

"Ya, makan."

"Faisal, Faisal. Bukan begitu caranya ngurus anak kecil." sela Ibu yang masih duduk di sofa sambil geleng-geleng kepala. "Ajak Cika makan sana."

"Kakak, ayo makan." ajaknya sambil menunjuk ke arah dapur.

"Sana sudah."

"Gendong." pinta Cika sambil merentangkan kedua tangannya.

Aku mengela napas. "Ya, Allah. Mau makan aja minta gendong."

Apa boleh buat, mau tak mau aku harus menuruti perintah gadis kecil ini. Kalau tidak, mungkin tangisan Cika akan jadi keributan di rumah ini. Sedangkan dia malah cekikikan begitu aku menggendongnya.

CHANGED [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang