☁7 - Extracurricular

20 3 0
                                    

- "At first i was hesitant, but whether the encouragement from which could make me believe in my decision." -

"Pa, sampai kapan aku berangkat bareng Faisal terus?"

Aku mendongak. Lalu memperhatikan Kak Najma yang sibuk memainkan sendok di meja hingga menimbulkan bunyi-bunyian. Lengkap dengan raut wajah sebal di sampingku.

"Sampai kalian akur," jawab Ayah datar.

"Kami mana bisa akur, Pa." sanggah Kak Najma.

Aku menyela. "Tergantung Kakak juga sih, kalau cerewetnya melewati batas normal, gue juga gak betah." ketusku sambil memasukkan makanan ke dalam mulut.

"Kamu juga nyolotan," tuding Kak Najma memutar bola matanya.

"Kalian jangan kelahi terus dong, pusing Mama lihatnya." sambung Ibu.

Aku dan Kak Najma sama-sama menunduk. Makan malam kali ini berlangsung tidak tenang karena pertengkaran yang tiada habisnya.

"Ayah cuma mau kalian itu bisa jadi pribadi yang baik dan saling mengandalkan satu sama lain, bukannya kelahi kayak gini terus. Mungkin untuk sekarang kalian tidak saling membutuhkan, tapi nanti saat kalian sudah dewasa atau berkeluarga pasti kalian akan saling mencari. Membutuhkan satu sama lain dan membantu saudaranya yang kesulitan." Tutur Ayah membuat kami bungkam.

Ayah menghela napas kemudian melanjutkan ucapannya. "Kalau masih kecil itu memang wajar sering kelahi, tapi kalian ini sudah remaja jadi bisa membedakan mana baik dan buruk. Tidak ada salahnya kalau tingkah laku kalian masih kekanak-kanakkan, tapi mindset harus dewasa." jelas Ayah melepas kacamatanya sejenak.

"Mulai sekarang kalian harus akur-akur. Ayah nggak perlu ngancam kalian dengan stop kasih uang jajan. Kalian mengerti, kan?" tegas Ayah kami bergantian.

"Iya, Yah."

"Iya, Pa."

"Bagus." ucap Ayah melanjutkan makan yang sempat terjeda.

Kami pun juga ikut meneruskan makan tanpa berceloteh seperti tadi. Walau terkadang penyebutan bahasa yang diucapkan antara aku dan Kakak selalu berbeda, tapi Ayah maupun Ibu tak pernah protes akan hal itu.

Selesai makan, Ibu membersihkan peralatan masak dibantu oleh Kak Najma. Sedangkan aku dan Ayah sibuk dengan urusan masing-masing.

"Besok kegiatan kalian di sekolah apa?" tanya Ibu.

"Kalau Najma sih, besok itu promosi eskul PMR."

"Kalau Faisal ngapain besok?"

"Milih eskul."

Kak Najma menoleh. "Jangan bilang kalau kamu ikut PMR?"

Aku menggeleng. Pada dasarnya tidak ada niatan untuk mendaftar ekstrakurikuler tersebut.

"Terus pilih apa?" Ibu bertanya sambil menaruh perlengkapan masak di tempatnya.

"Nggak tau juga nanti."

"Apa pun pilihanmu nanti kami tetap dukung." Kata Ibu diselingi senyuman.

Aku juga ikut mengembangkan bibir sedikit sebagai gerak tawa ekspresif. Beruntung aku masih punya keluarga yang senantiasa peduli. Bagaimana pun juga, nikmat ini patut disyukuri.

***

"Kamu yang pegang kunci motor." Suruh Kak Najma frontal saat kami sudah sampai di parkiran lebih cepat dari kemarin.

"Kenapa gue?"

"Ih, nantikan promosi eskul. Kalau tiba-tiba fans-ku nyerbu gimana? Terus desak-desakkan ngerumun dan kuncinya hilang, kita nggak bisa pulang, kan." jelas Kak Najma sangat percaya diri.

CHANGED [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang