☁25 - Consequences

22 3 0
                                    

- "One of the reasons God gives us strength is to help others." -
~Anonymous~

Sesudah beberapa menit melakukan perjalanan, akhirnya kami berhenti juga di sebuah alamat yang ditunjukkan oleh Raina. Pun, ia langsung turun dari motor seraya berdiri di ujung trotoar.

"Makasih, ya, Sal. Aku nggak tau harus gimana lagi kalau kamu enggak datang tadi malam."

"No problem."

"Oh ya, mau mampir dulu, enggak?" tawar Raina.

Aku menggeleng. "Dah sore. Gue nggak enak sama ortu lo."

Raina terkekeh. "Apaan sih, santai aja kali. Paling Mama juga enggak peduli. Buktinya, jenguk aku aja enggak ada."

Aku duduk terdiam di atas motor. Memandangi halaman rumah Raina yang terdapat sebuah mobil sedan dan motor di dekat garasi. Meski dari jauh, aku bisa mendengar keramaian rumah Raina samar-samar. Ya, aku memang tidak langsung memarkir motor di depan gerbang apalagi di halaman rumahnya setelah mengantar Raina. Demi apapun, aku tidak mau menarik perhatian orang-orang sekitar.

"Kan, lo enggak ngubungin ortu lo."

Raina menjeling tajam. "Ya, seenggaknya dia mikir karena anaknya enggak ada pulang. Lah, ini enggak sama sekali."

"Nah, urusan itu gue nggak mau ikut campur. Yang penting sekarang lo harus mikir gimana caranya bilang ke guru kalau lo enggak salah."

Raina mengangguk, mengembuskan napas. "Hm ... kayaknya itu sulit. Aku gak punya cukup bukti untuk ngebela diri."

"Lo harus berani," jedaku. "Mungkin, gue akan bantu."

"Janji?" tanyanya tampak tak percaya.

Aku mengangguk.

"Hah ... aku enggak nyangka, ya. Orang yang dicap dingin, tapi incaran satu sekolah ini bisa baik juga. Pantas banyak yang suka." ungkap Raina terkikik geli.

"Lo suka sama gue?"

Raina menggeleng, tampak biasa. "Enggak, kamu terlalu baik. Tumben aja gitu ngomong banyak hari ini."

Refleks tanganku terangkat untuk menyapu rambut, antara tersindir dan tersanjung sekaligus.

"Teman lo yang itu suka enggak sama gue?"

"Teman yang mana?"

"Nope."

Kontan aku menggeleng, berusaha bersikap normal padahal yang kutanyakan tadi adalah soal Putri. Tumben sekali tiba-tiba aku menanyakan hal begitu.

Usai mengengkol sepeda motor, aku pun segera berpamitan pada Raina. Alasan saja supaya terhindar dari tatapan tanya gadis itu.

"Gue balik." ucapku bersiap-siap menge-gas motor.

"Iya, hati-hati."

Sejurus kemudian, aku benar-benar pergi. Selama seharian ini aku memang menggunakan separuh waktu untuk bicara. Walau sisanya lagi kupakai tiduran atau sekadar mengelilingi rumah sakit sampai bosan, tapi tetap saja itu berbeda dari diriku yang biasanya.

Mengalihkan pikiran, kupandangi sejenak langit senja yang muram tertutup awan. Agaknya hujan akan turun, pikirku. Setibanya di rumah, aku langsung menaruh motor di garasi. Namun, betapa terkejutnya aku saat melihat mobil Ayah sudah terparkir di sana. Meski senang, perasaan khawatir mulai hinggap juga.

"Assalaamu'alaikum."

"Wa'alaikumus salaam." sahut beberapa orang.

Melangkah masuk, aku mengernyit saat melihat Ayah dan Ibu tengah berkumpul di ruang utama. Bahkan ada Kak Najma juga di situ.

CHANGED [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang