- "Humans have many choices. It's just that, not all choices favor humans." -
Ting... Nong... Ting... Nong...
Bunyi bel yang terdengar ditekan berkali-kali seketika membangunkanku dari alam mimpi. Dengan malas, aku mengucek mata seraya memandangi jam dinding yang menunjukkan pukul empat lewat lima menit sore hari. Aku menepuk jidat, mengingat pasti Dzaki dan Samra sudah datang.
Cukup santai, aku turun dari kasur dan segera ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kemudian bergegas menuju pintu depan yang terus saja terdengar suara bel disusul teriakan samar dari teras.
"Woy, Faisal! Bukain pintu dong!"
"Sabar." sahutku serak.
Dengan malas aku meraih knop pintu dan memutarnya. Begitu terbuka, aku langsung mendapati wajah sungut serta omelan panas dari Dzaki.
"Ogeb! Lo ke mana aja sih dipanggil-panggil kagak nyahut?!"
Aku berdecak, memijat pelipis yang terasa berdenyut. "Gue tidur."
"Lo lupa kita mau ngerjain tugas, hah?"
"Ingat."
"Lah, terus ngapa lo ngaret, bambang!"
"Bodo. Ayo masuk." suruhku ketika melihat Samra dan ... Kayla?
Oh iya, dia hanya berkunjung.
"Kami masuk, ya?" izin Kayla sopan.
"Santuy, anggap aja rumah sendiri." sahut Dzaki tanpa tahu malu, lalu menyelonong begitu saja.
Aku yang memandangi kejadian itu hanya melongo. Berbeda dengan Kayla yang lebih dulu mengucap salam. Sedangkan Samra, dia hanya bergeming. Tak berpindah sedikitpun dari tempatnya. Membuatku was-was kalau dia kerasukan.
"Ngapain lo diam di situ?"
"E-eh?" Samra menjawab gagap dan tentunya jadi respon membingungkan.
"Kenapa lo?"
"Enggak apa-apa."
"Ya udah masuk, lo mau berdiri di situ sampe malam?" gemasku jengkel. Ini cewek kenapa, sih? Aneh.
"Di rumah lo ada orang enggak?" tanya Samra yang membuatku semakin kebingungan.
"Cuma kita berempat," aku mengerutkan kening. "Lo takut bakal diapa-apain, kah?" Entah bagaimana bisa, kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"Gue enggak pernah ke rumah cowok sebelumnya."
Samra menunduk, menekan-nekan kukunya seolah khawatir. Dan tentunya, sekarang aku bertambah bingung harus berbuat apa.
"Tenang, kalau Dzaki macam-macam bakal gue tendang perutnya." ujarku separuh bercanda.
"Apa ini Dzaki-Dzaki?"
Lagi-lagi aku melongo, sedikit terkejut atas kehadiran Dzaki yang mendadak. Kalau dia dengar perkataanku barusan mungkin akan terjadi masalah besar.
"Ra, ngapain di luar? Laptopnya sama lo, gimana kita mau ngerjain tugasnya," tanya Dzaki. "Habis ini gue mau pulang soalnya. Enggak sabar cuy makan chicken, sapa tau juga Emak gue dapat arisan."
"Makanan terus di pikiran lo, makanya buncit."
Samra menyerahkan asal tas berisi laptop miliknya ke arah Dzaki. Lalu melengos masuk dan duduk di samping Kayla. Dzaki yang kelihatan tak terima langsung mengusili Samra hingga terjadi perang mulut di antara keduanya.
Tak ingin membuang banyak waktu, akupun segera pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan beberapa camilan. Untunglah sebelum pergi arisan ke rumah Dzaki, Ibu sudah menyiapkan segalanya di dalam kulkas. Alhasil, aku tak perlu kerepotan sendiri menyiapkan jamuan pada tamu yang acap kali disebut raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED [COMPLETED]✔
Teen FictionPerubahan. Sesuatu yang pasti terjadi. Cepat atau lambat. Siap atau belum. Sadar atau tidak. Lantas, apa arti perubahan itu sendiri? Mengubah ataukah diubah? {15+} Point Of View 1 Faisal Hanif Mufida ___________________________________________ WARNI...