Gedung kantor Amel berada di salah satu kompleks perdagangan di tengah kota. Kantor itu terbilang besar, di mana dua ruko terpisah menjadi satu kesatuan dan posisinya di barisan depan kompleks. Tempat yang sangat strategis. Papan reklame besar bertuliskan 'Kantor Pusat ABEL Cabang Makassar' menutupi jendela luar kantor dari lantai dua hingga tiga. Tampak gambar keluarga kecil beranggotakan; ayah, ibu, satu anak laki-laki, dan satu anak perempuan yang tersenyum penuh kebahagiaan bertengger manis di samping tulisan itu.
Tifa berdiri di depan pintu masuk, melihat kantor itu gelap gulita tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Sejenak Tifa mengintip dari pintu kaca yang transparan untuk memastikan apakah ada orang yang bisa menolongnya untuk membukakan pintu yang terkunci. Namun sesuai dugaan, tidak ada orang di ruang resepsionis. Tifa mendongak ke atas melihat sinar lampu di lantai dua dan tiga memancar keluar dari jendela, pasti masih ada orang di dalam sana.
Dari saku jaket, Tifa mengambil ponsel dan segera menelpon kakaknya. Dalam hitungan detik, datang sesosok wanita berparas anggun dengan rambut hitam kelam yang disanggul rapi, dialah Amel. Wanita itu menghentikan langkahnya di depan pintu sembari memasukan kunci pada lubangnya dan menarik pintu itu ke dalam.
"Berani juga, ya, kamu datang ke kantor hampir tengah malam gini. Jalan kaki lagi," ejek Amel sembari tersenyum miring.
"Memangnya kenapa? Cuma empat atau lima blok dari warkop, kok. Ini sih, masih mending. Daripada disuruh pulang sendirian ke kos yang udah beda kabupaten," balas Tifa ketus.
"Kenapa enggak nginap aja di rumahku? Udah malam, loh!"
"Enggak mau. Aku mau cepat-cepat ke kampus. Kamu suka kebablasan tidur, mirip banget kayak sloth*. Aku pasti telat."
Amel menghela napas panjang. "Ya udah, nanti kuantar sampai kosmu." Setelah mengunci kembali pintu masuk, Amel mulai berjalan menuju tangga atas.
Suara langkah high heels Amel bergema di penjuru koridor dan diam-diam Tifa menyukainya. Dia senang melihat wanita-wanita kantoran yang menggunakan sepatu hak tinggi selama bekerja. Namun anehnya, berbanding terbalik dengan dirinya sendiri. Walaupun suka, jika Tifa disuruh memakainya, dia pasti akan cepat mengeluh sakit padahal baru berjalan sepuluh langkah. Sampai-sampai hadiah ulang tahun dari Amel, yaitu sepasang high heels model wedges yang terlihat mewah malah menjadi pajangan di kamar Tifa. Hobi yang aneh.
Tak terasa mereka sudah berada di lantai tiga. Sekitar dua puluh kubikel untuk para karyawan berbaris secara vertikal. Tinggi pembatas tiap bilik adalah setinggi dada Amel, artinya sekitar dagu Tifa. Di bagian sisi kanan dan kiri terdapat lima ruang kerja tertutup, khusus untuk manajer tiap divisi. Amel termasuk karyawan biasa tanpa jabatan yang berarti hanya memiliki ruangan seluas 1 x 1 meter.
Mereka berdua berhenti di kubikel ke tujuh, tepat di ujung kanan ruangan. Tifa bisa langsung menebak bahwa meja kerja itu adalah milik Amel. Di sana terlihat sebuah pigura berukuran sedang berdiri dengan manis. Terpampang foto saat keluarga mereka pergi berlibur di Air Terjun Bantimurung*, air terjun yang dipenuhi dengan kupu-kupu indah.
"Oke, kamu tunggu di sini dulu, aku mau ambil kopi. Kamu mau?" tanya Amel yang sudah mengambil cangkir kesayangannya di atas meja kerjanya.
"Enggak usah. Aku mau cepat tidur, besok mau kuliah," jawab Tifa dengan tatapan malas sembari menjatuhkan diri ke kursi putar dan melepaskan jaket yang selama ini melekat di badannya.
Amel mengerti kode keras yang ditunjukkan oleh adiknya. "Sabar, ya. Tunggu tiga puluh menit lagi, aku janji." Dia pun berlalu dan kembali turun ke lantai dasar.
Tifa kembali sendirian, membuat dirinya mudah dihinggapi rasa bosan. Dia perhatikan meja kerja Amel yang dipenuhi dengan tumpukan berkas yang menggunung. Mejanya sangat berantakan; alat tulis, buku, sampah cemilan, dan kertas berserakan. Selain sifat Amel yang manja, dia juga paling malas bersih-bersih. Tifa yang gusar dengan penampakan ruang kerja kakaknya memilih untuk membersihkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mystery / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...