Ignis - Part 8

817 203 49
                                        

Play the music for better reading 🎧
One Republic (Cover by Gnus Cello) - Apologize. 🎼🎶

--0--

"Pelakunya adalah ... Tina," ucap Aris mantap.

Semuanya memandang ngeri ke arah Tina. Gadis itu langsung melepas gigitannya, memberikan bekas merah di bibir tipisnya. Manik hitamnya memancarkan ketakutan. Napasnya pun sangat berat. Setelah dituduh membunuh Bambus, Tina tidak ambil diam, "Hah? Apa maksudnya ini? Ba, bagaimana bisa kamu menuduhku?"

"Anda mau tahu alasannya? Ah—tentu saja, Anda pantas mengetahui titik kelemahan rencana Anda, bukan?" Aris berkata dengan nada sopan namun tersirat sindiran di dalamnya.

Pemuda berambut kelabu itu mulai memaparkan hasil penyelidikannya kepada semua orang yang hadir di sana, "Alasan pertama, jejak kaki yang ada di halaman belakang. Bila diukur dengan seksama, ukuran sepatunya adalah 36/37. Saya yakin, pelakunya adalah wanita karena model sol sepatunya adalah sol flat pantofel yang biasa dikenakan perempuan. Kedua, tepung yang dikirim ke rumah korban. Apakah kalian semua tahu, bahwa saya selalu mencari tahu silsilah tiap saksi? Mau informasi yang paling tidak penting seperti warna kesukaan .... Dan tebak apa yang saya dapat? Keluarga Tina adalah seorang pengusaha tepung di Makassar, so ... dia dapat dengan mudah mengetahui hal-hal berkaitan dengan tepung—yang menjadi kunci dalam kasus ini, atau bagaimana dia bisa mendapatkannya dengan mudah."

"Ketiga, pernyataan saudari Tina saat di restoran. Tina ... tahu apa yang membuat saya mulai curiga terhadap Anda? Dari perkataan 'Mati gara-gara ledakan di dapur rumahnya'. Sejak kapan Anda tahu ada ledakan di rumah Tuan Bambus? Padahal semua masyarakat yang datang hanya tahu ada kebakaran di sana. Berita? Gosip? Belum ada saya temukan kata ledakan di dalamnya, hanya ada kata kebakaran. Keempat, dan yang sangat fatal. Anda terlihat pada kamera CCTV di basement parkiran stasiun TV. Lalu, menaiki mobil Tuan Bambus meninggalkan gedung. Saya sangat yakin mobil itu tidak pernah singgah di rumah Anda. Jadi pergi ke mana kah saudari Tina dengan Tuan Bambus pada jam 9:00? Tidak mungkin mampir ke sebuah tempat bila Tuan Bambus bisa sampai ke rumah tepat jam 10:30."

Selama pemaparan analisis Aris, Tina tidak henti-hentinya menggigit bibirnya dan meremas dress-nya hingga kusut. Air mukanya pucat. Keringat dingin terlihat membasahi tengkunya. Matanya terus menatap lantai, memandang lekat-lekat bayangannya sendiri.

"Satu lagi, saya sudah bisa menebak motif membunuh Anda. Balas dendam, ya kan? Saya sudah memeriksa akun instagram maupun media sosial lainnya milik saudari Tina. Memang tidak pernah ada nama Bambus di statusnya. Tapi tahukah Anda kalau status galau dan curahan hati Anda malah menjelaskan semuanya? " Aris memberi kode kepada salah satu polisi, yang ternyata sedari tadi membawa sebuah map hitam berisikan hasil screenshoot akun media sosial Tina. Semua orang, tentunya, tertarik melihat lembaran kertas itu yang telah berserakan di atas meja.

"Tentang kepopuleranmu yang berada di puncak sebagai juara kompetisi pencarian bakat, mulai redup dimakan oleh waktu. Anda terpaksa mengisi acara talkshow yang dimiliki seorang artis sensasional. Anda membenci korban dari luar dan dalam. Lalu, Anda mendengar berita tentang kesempatan emas untuk menggantikan Tuan Bambus di acaranya. Anda sangat ingin menyingkirkannya agar bisa menjadi presenter utama dan kembali membangun popularitas Anda, bukan?"

Sudah tidak tahan lagi—Tina spontan berdiri. Terukir raut murka di wajahnya, "YA! AKU YANG MEMBUNUHNYA! DAN DIA PANTAS MATI SEPERTI ITU!" bentak Tina yang tersulut amarah, menodai penampilan bak malaikatnya.

"Jadi, bagaimana cara Anda melaksanakan aksi sempurna ini? Hmm ... mungkin harus ditambahkan kata 'hampir'," ejek Aris kepada Tina.

"Hah? Artinya kamu belum tahu keseluruhan rencanaku? Hahaha ... ternyata kamu sudah menjebakku agar mengaku," kata Tina sambil tertawa seperti kesetanan.

Pharma.con ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang