Satu tahun telah berlalu, seorang bayi laki-laki lahir dengan selamat dan diberi nama Aris. Kehidupan pasangan Morgan dan Iris bisa dibilang normal. Morgan memberi kesan seorang Ayah yang bertanggung jawab. Dia bersedia membiayai semua kebutuhan Iris dan anak semata wayangnya. Morgan juga memperkerjakan dokter dan perawat pribadi untuk selalu mendampingi Iris 24 jam selama masa kandungan dan pasca melahirkan. Berita tentang kelahiran anaknya, dia sebar ke seluruh teman kerja dan bawahannya.
Tetapi itu semua hanyalah sandiwara semata. Morgan ingin terlihat baik di depan umum. Dia juga menerima pernikahannya dengan Iris demi reputasi. Bukankah status pemimpin yang bijaksana dan memiliki keluarga harmonis akan membuat siapapun percaya kepadanya? Rencana sempurnanya telah membuahkan hasil yang signifikan.
Semakin lama, Morgan mulai jarang pulang ke rumah. Padahal Aris masih belum menginjak umur satu tahun. Bayi yang sangat membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya, ternyata hanyalah batu loncatan untuk kesuksesan ayahnya. Iris yang mulai paham dengan jalan pikiran Morgan hanya bisa bersabar dengan kehidupannya sekarang. Wanita itu telah kalah dari suaminya sendiri. Bila Iris adalah wanita cerdas, maka Morgan adalah pria busuk yang licik.
Di dalam rumah yang luas bak istana, Iris sedang menyusui Aris di kamar utama bernuansa Eropa. Kekayaan Morgan sudah bisa disamai dengan presiden RI. Perusahaannya sudah banyak bekerja sama dengan berbagai negara maju. Tiap detiknya, uang akan mengalir tanpa henti ke dalam kantongnya. Namun apa gunanya harta, jika orang yang kamu nikahi tidak mencintaimu secara tulus.
Semakin lama, kebiasaan Morgan bermain perempuan kambuh kembali. Iris tahu, bahwa suaminya telah berselingkuh. Sayangnya dia sudah tidak memiliki kuasa lagi. Iris hanya bisa melindungi anaknya. Rasa cinta Morgan pada dirinya ternyata hanyalah gurauan yang menyakitkan. Iris kembali menyadari kebodohanya yang terulang lagi, ya, dia terlalu naif dan jujur. Dia membenci sifatnya itu.
Sudah muak dengan panggung sandiwara yang dia mainkan, Iris sudah memikirkan cara untuk pergi dari rumah itu, dari kehidupannya yang memuakkan. Dia tahu resikonya sangat besar. Antara dia dan keluarganya akan di cap buruk, atau akan merusak masa depan Aris. Iris paham, tidak ada usaha tanpa sebuah pengorbanan. Dia sudah siap untuk menghadapinya, demi kebebasan dan bayinya.
Sayangnya, segigih apapun Iris berusaha, Morgan akan selalu selangkah lebih di depannya.
--0--
Tidak selamanya tupai pandai melompat, pasti akan jatuh pula. Saat Aris sudah berumur 10 tahun, perusahaan Morgan mulai mengalami kebangkrutan. Masalah demi masalah, silih berganti, dialami Morgan. Mungkin karma memang benar adanya, inilah akibat meniatkan sesuatu dengan hal yang buruk.
Akhirnya, keluarga kecil itu pindah ke sebuah apartemen di pusat kota Makassar. Semenjak itu pula, temperamen Morgan mulai tidak menentu. Pria itu mudah tersulut emosinya. Dia selalu marah atas segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Iris pun tidak luput darinya. Morgan mulai memukul istrinya. Permulaannya hanya dengan tangan kosong. Lama ke lamaan memukul dengan benda tumpul, melempar perabotan rumah, dan menyulut rokok di badan Iris.
Iris tidak bisa berbuat banyak. Awalnya dia melawan, sayang dia kalah kuat dengan suaminya dan hal itu malah memperburuk keadaan. Sehingga seiringnya perjalanan waktu, Iris pasrah dianiaya oleh suaminya sendiri. Belum pula dengan sifat Morgan yang suka berburuk sangka. Dia mulai curiga dengan Iris, bahwa istrinya itu akan melaporkan dirinya ke polisi. Setiap hari Morgan akan mengunji pintu rumah saat dia akan keluar. Dia mengurung istrinya di rumah.
Aris yang sedang mengenyam bangku sekolah terpaksa harus pergi ke kantor ayahnya setelah pulang sekolah. Bocah kecil itu harus menunggu ayahnya pulang untuk masuk ke dalam rumah.
Aris merasa sangat iri dengan teman-temannya yang memiliki Ayah dan Ibu yang normal. Dia selalu berpikir, apakah benar kedua orang tuanya sayang kepadanya? Ibunya tentu tidak perlu dipertanyakan lagi, tetapi bagaimana dengan ayahnya? Aris kecil hanya bisa menggigit bibirnya melihat ayahnya yang lebih mempedulikan pekerjaan dibanding anaknya yang duduk di hadapannya.Suatu ketika, Aris sempat berpikir untuk kabur bersama ibunya. Kecerdasan ibu dan ayahnya menurun kepada dirinya. Dia mulai mengatur cara melarikan diri. Aris kecil yakin, dia bisa tinggal di sebuah rumah di mana dia dan ibunya bisa bahagia tinggal di sana.
Kebiasaan Aris dan ibunya pada hari minggu adalah menonton televisi sambil memakan cokelat yang Aris beli sepulang sekolah kemarin. Ia tahu makanan kesukaan ibunya dan cokelat adalah favoritnya. Hari itu juga, ayahnya pasti pergi entah ke mana. Tentu saja, pintu rumah dikunci dari luar. Namun hal itu tidak akan mengganggu Aris untuk menceritakan keinginannya kepada ibunya.
Di ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga. Aris mulai membahas rencananya, "Ibu, aku mau kasih tau sesuatu."
"Hmm? Apa itu? Jangan bilang kamu dapat nilai merah, ya?" goda Iris sambil memeluk gemas tubuh Aris yang kecil.
"Ishhh ... bukan itu! Kalau pun tentang pelajaran,Aris bisa belajar sendiri,"
"Jadi ... apa dong?"
"Umm ... Ibu janji, ya, jangan kaget atau marah."
Iris menghela napas pelan, senyuman mengembang di wajahnya yang menawan, " Iya, Ibu janji."
"Sebenarnya, Aris ingin kabur dari rumah, dengan Ibu tentunya! Jadi ... Ibu maukan pergi meninggalkan Ayah dan hidup bersama Aris?" Aris menatap ibunya penuh harap.
Bukannya menjawab, Iris malah tertawa dengan pernyataan Aris tersebut. "Astaga, Aris! Kamu mau menikahi Ibu, ya?"
"Ehhh? Bukan itu! Maksud Aris, kita kabur dari sini dan mencari tempat tinggal baru, jauh dari Ayah."
Anaknya memang cerdas, dia bisa memikirkan hal yang sangat jarang terlintas dibenak anak-anak seumurannya. Iris tersenyum sendu dan merangkul lembut Aris. " Kita tidak perlu kabur. Ayah tidak boleh ditinggal sendirian. Dia kan ayahnya Aris! Aris harus menyayangi Ayah sama besarnya dengan Ibu," jelas Iris sambil mencium kening Aris.
Iris tidak akan menyerah untuk meninggalkan Morgan. Namun dia ingin membuat kepergiannya sangat menyakitkan, hingga Morgan membenci kehidupannya sendiri. Maka dari itu, cukup dirinya saja yang menderita. Cukup dirinya saja yang membalas segala perbuatan biadab Morgan.
"Tapi Ayah jahat! Ayah selalu megurung Ibu di rumah. Hanya untuk pergi berbelanja saja tidak boleh. Ibu juga tidak pernah datang ke sekolah. Pak Guru sering bertanya kenapa Ayah dan Ibu tidak pernah datang mengambil rapor Aris. Aris kan ... ingin mengenalkan Ibu dengan teman-teman Aris." Aris menangis pilu, meluapkan rasa sedih dan kecewanya.
Ini pertama kalinya Aris menangis dan jujur tentang perasaannya kepada Iris. Selama ini, anak itu selalu diam dan selalu memendam apa yang dia rasakan dari dirinya. Iris yang luluh, memeluk erat anaknya, tanpa berkata apapun. Dia sudah lama melupakan Morgan. Walau memang benar, dulu dia sempat jatuh cinta kepadanya. Namun sekarang, alasannya hidup, bertahan selama ini, dan rasa cintanya, hanya untuk Aris seorang. Hanya untuk malaikat kecilnya.
[27/2/2019]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Misteri / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...