Interaction - Part 3

1.3K 273 73
                                    

Suara langkah berderu sepanjang Tifa menyusuri tangga. Dalam hitungan detik dia sudah berada di lantai satu. Dari kejauhan, terlihat Amel berdiri di tengah koridor. Kulitnya yang kuning langsat berubah menjadi pucat pasi, seperti dia sedang menghadapi sesosok makhluk astral yang mengerikan tepat di hadapannya.

Tanpa berpikir panjang, Tifa menghampiri Amel dan menoleh ke arah yang dilihat sang kakak. Ruangan yang semulanya tertutup saat Tifa sampai di dalam kantor sekarang sudah terbuka lebar. Di depan ruangan itu terdapat tanda di samping pintu, menggambarkan stick man yang menggunakan rok. Sedangkan di sebelahnya terdapat pintu yang sama, namun dengan gambar stick man yang memakai celana.

Kedua mata Tifa membelalak, hingga kedua bola matanya seakan keluar. Bibirnya bergetar lembut. Tifa hanya bisa tercengang, melihat apa yang ada di dalam sana. Ada seorang wanita terbujur kaku di lantai, tepat di depan arah pintu masuk.

"Astaga! Ada orang pingsan di sini!" teriak Tifa, berharap ada orang lain yang mendengarnya.

"Tidak ... Vini—sudah tidak bernapas lagi," tubuh Amel terjatuh keras, kehilangan kekuatan untuk berdiri. Isak tangis pun pecah.

Cepat-cepat Tifa memeluk Amel yang terduduk di lantai dan ikut menangis. Emosinya tercampur aduk. Ada rasa simpati, kaget, cemas, dan ketakutan menyelimuti isi kepalanya. Ini pertama kalinya Tifa melihat orang meninggal. Bukan dengan balutan kain putih yang melilit disekujur tubuh, tetapi dalam keadaan setelah malaikat maut menarik jiwa dari raganya. Ekspresi mengerikan dari mayat itu telah membuktikannya.

Dari arah tangga, terdengar beberapa langkah yang semakin mendekat. Di sana ada seorang pria tinggi berjas biru tua yang memiliki badan bak model papan atas. Dia pun ditemani seorang wanita yang tidak kalah menawannya; baju, rok, dan sepatu yang wanita itu kenakan berwarna merah marun yang senada. Mereka berdua baru saja tiba di lantai satu. Napas mereka memburu disebabkan berlari-lari menuruni tangga.

Wanita yang mengikuti sang pria hanya bisa memegang dadanya yang kembang kempis dan mengelus-elus betisnya. Bagaimana tidak, setelah berlari menuruni tangga dengan mengenakan sepatu hak tinggi tipe stiletto dengan hak tiga sentimeter, siapapun pasti akan merasa kesakitan.

"A-apa yang sedang terjadi di sini?" tanya pria tinggi itu sambil berusaha kembali mengatur pernapasannya.

Sejujurnya, Tifa merasa tidak asing dengan pria berjas biru itu. Dia yakin pernah melihatnya. Namun, dengan perasaannya yang tidak stabil, membuat Tifa tidak mampu berpikir jernih dan memikirkan hal yang tidak penting untuk saat ini.

Amel yang masih menangis di pelukan Tifa hanya bisa menunjuk ke arah toilet wanita tanpa melihat apa yang dia arahkan. Pria dan wanita itu langsung berlari kecil menuju pintu masuk. Ketika mereka melihat ke dalam, spontan keduanya berteriak histeris.

Teman kerja mereka berada pada posisi tengkurap, menatap kosong ubin putih yang dingin. Situasi yang menyedihkan. Suara tangisan memenuhi koridor. Semua orang tidak bisa berkata apa-apa, setelah dihadapkan dengan kenyataan yang memilukan itu.

Tanpa mereka sadari, pria brengsek yang Tifa temui di lantai tiga, diam-diam mengawasi di sudut koridor. Tanpa beban dan seakan terlalu santai, dia masuk ke dalam toilet lalu memandang mayat malang itu dengan tenang.

Tifa sempat teringat kejadian unik yang baru saja terjadi di lantai tiga, sesaat terdengar suara teriakan. Tanpa menjelaskan siapa dirinya, pria itu langsung berlari mendahuluinya. Dia seperti atlet lari sprint, kecepatannya seperti cheetah yang mengejar mangsanya. Bukan hanya itu saja, dia pun menuruni tangga dengan gaya ala prakour, bagaikan ada sepasang sayap yang membentang di punggungnya. Tifa yang melihat aksinya tadi terpukau. Kalau saja bukan dalam keadaan genting seperti ini, Tifa akan memberikan tepuk tangan yang sangat meriah untuk aksi akrobatiknya.

Pharma.con ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang