The Perfect I

868 173 41
                                        

Perbedaan yang menyatukan kami. Kesamaan yang mempererat kami.

By Pharma.con.

--0--

Selama ini, semua yang Tifa alami bersama dengan ketiga anggota Pharma.con, dia tuliskan ke dalam laptopnya. Sejujurnya Tifa terinspirasi dengan John Waston yang menuliskan aktivitasnya dengan Sherlock Holmes. Dokter Waston membuat sebuah kisah seru tentang pemecahan kasus, lalu menerbitkannya ke publik.

Tifa memiliki rencana untuk menerbitkannya, di salah satu platform novel online. Kenapa tidak ke penerbit seperti Dokter Waston? Please, Tifa masih penulis kacangan yang belum bisa membuat cerita yang penuh diksi maupun puitis. Dia terlalu sibuk dengan kuliah dan labnya. Tidak ada waktu untuk sekedar menulis 100 kata perhari. Apalagi membaca buku untuk memperbanyak kosa katanya. Gadis itu hanya ingin menuangkan kisahnya di kertas—atau lebih tepatnya layar putih, agar rasa gatalnya berkurang untuk menceritakannya ke keluarga atau teman-temannya.

Dari bermacam kasus yang ada, Tifa memilih kasus yang berkaitan dengan tiap anggota. Empat kasus yang mereka berhasil pecahkan, dia beri nama dengan awalan huruf 'I'. Kasus kematian yang disebabkan oleh interaksi obat dan minuman keras, Interaction. Kasus pembunuhan artis fenomenal yang disebabkan oleh api, Ignis. Kasus perampokan dan pembantaian yang menyisakan satu korban selamat, Intermezzo. Dan kasus yang menimpa Aris dan ibunya, Iris.

Inspirasi mengalir deras dalam sel-sel otaknya. Membuat seluruh saraf di tangannya memberi energi lebih untuk mengetik tiap kata. Beberapa kali kacamatanya melorot dari hidung peseknya. Namun hal itu tidak mengganggu dirinya untuk terus menulis karya pertamanya. Dengan ditemani secangkir cokelat panas, Tifa mengerjakan hobi barunya di atas meja lipat kecil, dan duduk meleseh di atas permadani.

Tanpa sepengetahuan Tifa, Aris sudah berdiri tepat di belakangnya. Dia berhasil menangkap basah Tifa yang sedang membuat cerita tentang pekerjaannya. Padahal sudah ada peraturan wajib yang tidak tertulis dalam grup Pharma.con, yaitu merahasiakannya kepada orang lain. Tak terkecuali siapa pun. Dan lebih bodohnya lagi, Tifa menulis di rumah Aris. Tentu saja Aris akan tahu dari gerak-gerik gadis berkuncir kuda itu.

"Pharma.con is clasified. Tidak boleh banyak orang tahu tentang agensi ini," kata Aris yang membuat Tifa terpenjat dari tempat duduknya.

"A-aku nulis cerita fiksi, kok! Semua nama dan tempat disamarkan semua," tepis Tifa cepat.

Aris langsung merampas laptop Tifa. Dia pun melihat sekilas hasil karya abal-abalan gadis itu. Terpampang jelas di layar, judulnya adalah The Perfect I. Aris menyengrit alisnya, dia tidak percaya Tifa akan membuat judul yang konyol untuk sebuah seni.

"Bagus, kan? Ada loh filosofi dari judulnya," ujar Tifa bangga.

"Judul butuh filosofi?"

"Tentu saja! Karya itu bagaikan anak sendiri. Kita harus memberi nama yang baik untuk hasil keringat kita, bukan? Kamu pasti pengen tau, kan, artinya?" Tifa mencoba menggelitik rasa keingin tahuan Aris.

"...." Aris hanya diam. Baginya diam adalah emas bila berhadapan dengan gadis yang berada di hadapannya sekarang ini.

"Tiap kasus diawali oleh huruf 'I'. Makna huruf ini ada dua. Bisa sebagai kata 'aku' dalam bahasa Inggris. Atau sebagai angka romawi, yaitu angka satu. Lalu, tiap sub judul adalah kata kunci untuk tiap kasus. Intereaction untuk kata interaksi. Ignis untuk kata api. Intermezzo untuk selingan atau candaan. Dan ... ahem! Iris untuk nama ibumu. Kesimpulannya, tiap kasus mewakili tiap anggota Pharma.con. Empat kasus; 4 huruf I; 4 orang," jelas Tifa seperti seorang dosen yang memberikan mata kuliah filosofi.

"Kau bilang akan menyamarkan nama. Kenapa nama 'ibuku' malah menjadi sub judul?"

"Umm ... aku baru buat draf-nya. Jadi tenang saja, kalau aku sudah dapat nama yang tepat, akan segera kuganti."

Aris mendecahkan lidahnya. "Dasar pemaksaan. Awas ya, kalau kamu buat ceritanya sama persis dengan yang ada. Ingat, aku selalu mengawasimu," ancam Aris sembari mengarahkan dua jarinya ke matanya dan mata Tifa secara bergantian.

Berhasil mendapatkan persetujuan, Tifa mengepalkan tangannya dan mengayunkannya ke atas. Akhirnya Tifa bisa dengan santai mengetik kisah hidupnya, dibumbui dengan imajinasi.

Tiba-tiba saja, terlintas dibenaknya kejadian yang lalu. Perkataan Eni sesudah menceritakan masa lalu Aris yang kelam.

Sampai sekarang, Aris masih menutup dirinya dari muka umum. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian, tapi bukan berarti dia antisosial. Dia lebih memilih quality dibandingkan quantity. Dia hanya ingin dikelilingi orang-orang yang mau menerima sisi gelapnya. Aris hanya ingin ada orang yang tulus menerima apa adanya.

Kau tau, Tifa? Kamu termasuk di dalam kriterianya. Kita berempat memang memilik sifat dan sudut pandang yang berbeda-beda, tapi itulah yang mempertemukan kita. Lalu, di tiap hati kita, ada kesamaan yang mempererat kita.

Suara ponsel Aris berhasil membangunkan lamunan Tifa di siang bolong. Ternyata Aris mendapat telepon dari klien. Pria itu pun segera mengangkatnya. Setelah satu dua kata diucapkan, terlukis senyuman di wajah tampan Aris yang telah terpahat sangat sempurna. Setelah mengakhiri perbincangannya dengan klien, Aris menoleh ke Tifa dengan semangat 45.

"Tifa! Hubungi Cony dan Eni. Kita baru saja mendapatkan pekerjaan. Dan yang ini adalah tangkapan yang besar," kata Aris sambil berlalu dan masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap.

Tifa kembali menatap layar laptopnya. Ceritanya sudah rampung, hanya tinggal mengarahkan kursor ke tombol publikasi. Dengan menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan, gadis itu tersenyum, menyelesaikan urusannya di laptop hijau toskanya.

Aris kembali keluar dan mulai memperingatkan Tifa. "Oi, butuh berapa abad kah untuk menunggumu selesai melaksanakan tugas?"

"Iyeee ... mari ki pergi sekarang."

Aris segera menyalakan mesin motor buntutnya, sedangkan Tifa mengecek kompor dan pintu. Setelah merasa sudah aman, Tifa mengambil helmnya dan keluar dari rumah Aris.

Ternyata Tifa melupakan satu hal, dia belum mematikan laptopnya. Terlihat dari layar laptop yang menyala redup, ada sebuah pop up yang muncul di tengah-tengah destkop. Tertulis, cerita The Perfect I telah dihapus.

<><><><><>

Yups, segitu aja cerita tambahan di Pharma.con. Maaf kalau gaje buanget Wkwkwkwk. Aku benar-benar butuh waktu untuk merevisi semuanya. Beribu maaf kuucapkan, aku juga merasa malu dengan tulisan acak kidulku ini 😑.

Terima kasih buat yang udah mampir. Jangan lupa kritik dan sarannya. Mungkin bisa sekalian ku revisi dengan kesalahan-kesalahan yang luput dari pengawasanku. Sekali lagi, thank you veryyy muchhh 😘😘😘.

[2/3/2019]

Pharma.con ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang