Jarum pendek telah mendekati angka 10. Kombinasi antara Cony yang lincah dengan Aris yang jenius, menghasilkan tugas yang sudah selesai dengan sempurna. Berhasil mematahkan perkiraan awal bahwa mandat tersebut akan membuat mereka harus begadang semalaman. Begadang anak farmasi bukanlah tiada artinya seperti lagu Rhoma Irama.
Cony yang merasa lega, langsung menjatuhkan badannya yang pegal di atas karpet halus nan lembut berbahan sutra. Sedangkan Aris sibuk menjilid makalah dengan jumlah halaman 30 lembar.
Setelah lepas dari tugas yang melelahkan, Cony baru sadar bahwa perutnya sudah menabuh genderang dengan ritme tinggi dan cepat—dia kelaparan.
"Ternyata benar, kalau belajar itu bisa menguras tenaga dan membuatmu lapar," kata Cony sambil menatap plafon kamarnya yang di ukir indah, "Kamu lapar, Aris?"
"Lumayan, kenapa?"
"Ayo, kita makan dulu. Setelah berpikir keras, otak butuh asupan energi."
"Bukannya tidak baik makan tengah malam?"
"Bagiku ini belum tengah malam, masih sore," ujar Cony sambil menunjukkan jam tangannya ke Aris.
Aris yang mengerti maksud dari pemuda beralis tebal itu, akhirnya menerima tawaran untuk makan malam. Bagi mereka, selama belum melewati jam 12, maka belum dinyatakan malam hari.
"Mau masak?" tanya Aris sembari memungut sampah kertas yang berserakan di bawah meja.
"Tidak. Makan di luar aja," jawab Cony singkat.
"Tidak ada pembantu?"
"Ibuku tidak suka kalau dalam satu hari, dia tidak mengerjakan sesuatu; seperti memasak, mencuci, dan pekerjaan rumah yang sejenis. Apalagi, ayahku memiliki sifat tidak mudah percaya ke orang lain. Kalau pun ada, hanya satpam merangkap tukang kebun—itupun omnya ibuku, namanya Pak Jatro."
Aris yang masih asyik merapikan area belajar, tidak sengaja melihat dua pigura di atas meja kecil samping tempat tidur. Di sana ada foto Cony yang masih balita dan foto Cony yang memakai baju seragam SMA. Namun ada sesuatu yang aneh, pria yang ada di samping ibu Cony berbeda dengan foto di sebelahnya.
"Oh ... itu, ayahku yang sekarang adalah ayah tiri. Ayah kandungku sudah lama meninggal," Cony tersenyum lirih melihat dua pigura tersebut.
Merasa bersalah telah mengorek luka lama Cony. Aris pun mencoba untuk mengalihkan topik, "Jadi kan makan?"
Senyuman Cony yang awalnya kecil, spontan berubah lebar dan menunjukkan gigi putihnya yang rapi.
--0--
Cony membonceng Aris dengan motor ninja merahnya menuju wilayah dekat kampus yang terkenal sebagai tempat wisata kuliner yang ramah dengan kantong mahasiswa. Sebelumnya, dia memberi tahu Pak Jatro bahwa mereka berdua pergi keluar untuk makan malam.
Kedua pemuda itu sampai di warung kaki lima yang sangat sederhana. Terdapat baliho besar yang beralih fungsi menjadi pintu masuk ke tempat makan tersebut. Tertulis di kain besar itu—Wargor, 'Warung Goreng'. Nama yang unik.
Suara desisan dari wajan penggorengan panas yang di tumpahkan nasi putih. Aroma bumbu yang menendang perut para pengunjung, tercium ke penjuru arah. Nasi goreng dengan porsi melebihi kapasitas perut sangat sesuai untuk Cony dan Aris yang tingkat kelaparannya jika diukur dari skala 1-10, mungkin sudah mencapai tingkat 11. Rasa masakannya juga enak, saus dan kuning telur meleleh di lidah, memberi cita rasa yang tinggi.
Kedua piring pemuda itu sudah bersih tanpa sisa. Mereka tidak lupa bersyukur, sekali lagi, telah diberikan kenikmatan dunia. Otak yang sudah diisi dengan glukosa* dari nasi, menyadarkan Aris yang sedari tadi ingin bertanya kepada Cony.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mystery / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...
