Epilog

1.2K 171 33
                                    

Play the music. I cry a'lot cause this song 😭😭😭😭😭
The Promised Neverland ost - Isabella's Lullaby

※※※

Rumah Sakit Jiwa Dedi—tempat di mana orang-orang yang katanya 'merawat orang sinting untuk disembuhkan'. Tetapi kenyataannya adalah tempat pembuangan orang dengan gangguan jiwa. Manusia yang kurang beruntung, tidak dapat membedakan mana kenyataan dan yang mana ilusi.

Sekilas ketika masuk ke dalam, kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah penjara. Tembok menjulang tinggi, mengelilingi seluruh wilayah rumah sakit. Dalam satu kamar dapat berisi lebih dari sepuluh orang. Terali besi di pintu dan jendela, benar-benar seperti kurungan. Walaupun begitu, bagi mereka itu sudah sebuah keberuntungan. Untuk mereka yang telah dibuang oleh masyarakat.

Sepanjang lorong, pasien berinteraksi satu sama lain. Mereka masih manusia biasa yang butuh bersosialisasi. Mungkin ada sedikit keganjilan bila melihat apa yang mereka bawa maupun apa yang mereka bicarakan. Beberapa pasien ada yang tingkah lakunya seperti anak kecil. Ada pula yang pribadinya masih seperti manusia kebanyakan, hanya saja imajinasi mereka sangat tinggi. Merasa mereka adalah orang kaya, artis hingga seorang presiden.

Aris melangkah melewati lorong dengan santai. Penampilan Aris yang menarik, membuat dia diikuti oleh beberapa pasien yang penasaran. Sampai ada seorang wanita yang berteriak kepada Aris untuk menikahinya. Untungnya, pemuda itu tidak risih dengan tingkah laku para pasien. Malahan, Aris mau saja berinteraksi dengan mereka.

Salah satu dokter yang bekerja di sana datang untuk menjemput Aris. Dia mengarahkan pemuda berambut kelabu itu ke salah satu ruangan yang lumayan terisolir. Terlihat dari sela-sela jendela, ada seorang wanita menawan yang menunggu di dalam. Wanita itu adalah ibunya, Iris.

Tampak uban telah memenuhi rambutnya, penampilannya malah terlihat seperti kembaran perempuan Aris. Tatapan matanya kosong. Kulit wajahnya mulai mengendur, namun masih terlihat cantik diusia yang sudah tidak muda lagi.

Aris melangkah masuk, namun Iris tidak bereaksi sama sekali. Dia hanya menatap lurus ke sebuah jendela, memperlihatkan taman indah yang dipenuhi pasien-pasien yang senasib dengan dirinya. Aris duduk di kursi yang mengahadap ke ibunya. Sayang, masih belum ada reaksi dari Iris.

"Ibu, ini Aris. Maaf aku sudah lama tidak menjenguk Ibu. Tenang saja, mulai sekarang Aris akan lebih sering datang ke tempat Ibu. Oh ya, tadi aku membeli sesuatu." Aris mengeluarkan sebungkus cokelat di kantong bajunya.

"Ibu, masih ingat dengan cokelat, bukan? Setiap satu minggu sekali, aku akan membelikan Ibu cokelat kesukaanku. Lalu, kita memakannya ketika Ayah tidak ada di rumah. Selama itu, Ibu selalu tersenyum saat mendengar cita-citaku untuk membelikan Ibu rumah yang terbuat dari cokelat." Aris bernostalgia saat dia masih kecil bersama Iris.

Walaupun Aris bercerita di depan Iris, tidak ada respon apapun untuk dirinya. Sambil tersenyum lirih, Aris menaruh cokelat itu di tangan ibunya lalu berbisik ke telinganya. "Aris baik-baik saja. Aris sekarang sudah mendapatkan pekerjaan, tempat tinggal, dan makan secara teratur. Ibu jaga kesehatannya, ya? Jangan lupa minum obat. Kalau Ibu sudah sembuh, Aris pasti akan menjemput Ibu."

Sudah merasa puas dengan kunjungannya, Aris berdiri dan berjalan menuju pintu. Teringat hal yang tadi sempat dia lupakan, Aris pun berbalik. "Sekarang Aris sudah tidak sendirian lagi. Aku sudah menemukan keluargaku, orang-orang yang sayang dan peduli pada Aris. Ibu tidak perlu khawatir lagi dengan malaikat kecilmu ini." Untuk pertama kalinya, Aris tersenyum bahagia, tanpa beban dan kebohongan. Aris pun pergi meninggalkan ibunya.

Saat sosok Aris sudah tidak terlihat lagi, Iris yang masih duduk di bangkunya menangis. Matanya yang hampa tiba-tiba dipenuhi air mata. Sadar di tangannya ada sebungkus cokelat, bibir Iris mulai bergerak.

"A ... Aris ...," gumam Iris dalam tangisannya. Di dalam ingatannya yang berkabut, Iris masih sangat menyayangi Aris. Di dalam hatinya yang terdalam, Iris ingin berlari dan memeluk malaikat kecilnya itu.

--0--

Di sebuah warkop kecil di depan kampus, Tifa dengan teman kelompoknya sedang mengerjakan tugas kuliah yang akan dikumpulkan besok. Masih dengan fakta mereka diperbudak oleh tugas, Tifa hanya bisa menghela napas malas dengan kedua tangannya sibuk menari di atas keyboard laptopnya.

Tiba-tiba salah satu temannya mulai membuka topik pembicaraan. "Kalian udah dengar, enggak? Itu loh, desas-desus tentang penculikan gadis muda di kota Makassar."

"Masa? Hiii ... serem!" balas teman Tifa yang memakai jilbab segitiga bermotif bunga-bunga.

"Bisa tidak, jangan bahas hal yang kayak gitu. Aku jadi takut pulang ke rumah, nih," ucap gadis yang memakai bando merah jambu di rambut hitam panjangnya.

"Bukan mau takut-takuti, aku cuman mau memperingatkan kalian supaya jangan pergi sendirian di tempat-tempat yang sepi. Walaupun itu siang bolong," jelas gadis yang sebelumnya membuka perbincangan.

Tifa yang jalan pikirannya berbeda dengan ketiga temannya itupun berpikir. Apakah itu hanya penculikan sebatas untuk mendapatkan uang? Pemerkosaan? Atau jangan-jangan ada hal yang lebih mengerikan daripada itu?

Segera Tifa mengambil ponselnya dan membuka grup chat yang bertuliskan Pharma.con. Baru saja Tifa akan menjelaskan kasus kejahatan yang baru saja dia dengar, Aris sudah membuat pengumuman di grup itu, tentang kasus penculikan yang mulai membuat resah masyarakat. Aris memang lincah bila berhubungan dengan kasus yang sedang hangat dibicarakan.

Lima detik kemudian, Aris kembali mengirim sebuah pesan.

[Besok kita akan bertemu dengan klien kita di cafe. Aku akan share lokasinya. Ingat, aku tidak menerima orang yang terlambat.]

Tifa tersenyum, senang bahwa Aris yang selama ini dia kenal sudah kembali seperti semula. Gadis itu menaikan kacamatanya hingga di ujung hidung peseknya. Dia pun mengetik balasan untuk pesan Aris.

[Siap, boscu! Tapi nanti traktir aku, ya?]

The End

<><><><><>

Hey guys! Alhamdulillah! Sudah selesai satu karyaku. //sujud syukur dan lompat-lompat kegirangan.

Terima kasih bagi semua pembaca yang setia membaca karyaku ini. Insyaallah, aku bakalan revisi habis-habisan. Terutama dari kasus Ignis, karena dari situ gaya tulisanku mulai acak kidul 😂.

Btw, ini ceritaku gantung, ya? Hehehe aku sengaja, rencana mau bikin lanjutannya. Kan happy ending, jadi engga ada yang terluka sampai sini kan Wkwkwkwk.

Cerita selanjutnya bakalan aku buat hanya untuk satu kasus, kasus besar yang akan diselidiki Pharma.con. Semoga ada yang menantinya. Tapi, lagi, aku mau tamatkan work sebelah yang terbengkalai. Jadi, bersabar ya 😘.

Sekali lagi terima kasih buat pembaca. Pengen deh cipoki satu-satu, hehehe. Sampai jumpa di karyaku yang lain. Bye-bye 😊.

[2/3/2019]

Pharma.con ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang