#Play music for better reading# 🎧
Imagine Dragons (Cover by GnuS Cello) - Natural 🎻🎶Waktu terus berjalan, detik demi detik—kesempatan Aris untuk menyelesaikan kasus semakin menipis. Kepolisian sudah melaju, menuju tempat perkara. Suasana tegang memenuhi ruangan. Membuat siapa pun yang ada di sana merasa canggung. Namun Aris masih terlihat santai—berdiri di depan papan tulis putih, sambil memainkan spidol hitam yang ada di tangannya. Sudah berjejer nama tiap saksi di atas papan putih itu. Sebagai 'Komandan' dalam penyelidikan, ia sudah bersiap untuk mendengarkan tiap kesaksian dan akan merakumnya.
Mereka semua sudah setuju untuk saling bergantian memberikan keterangan. Seputar kegiatan sebelum dan sesudah bertemu Vini, yaitu sang korban. Mereka saling mencurigai satu sama lain, besar kemungkinan ada seseorang yang keji membunuh Vini. Lalu, pertanyaan berikutnya, apa motifnya?
"Baiklah, Foe, silahkan paparkan kesaksianmu," kata Aris sebagai pembukaan.
"Langsung saja, ya? Aku bertemu dengan Vini sekitar jam 10 malam. Sebelumnya, aku pergi ke toko swalayan untuk membeli snack malam selama menghabiskan waktu di kantor dan menjemput Aris di rumah kontrakannya pada jam 8 malam."
"Tunggu, untuk apa kamu menjemput Aris?" Tifa angkat bicara.
"Oh, itu, dia ingin menginap di rumahku. Jadi kujemput—"
"Untuk apa?"
"Hmm ... aku juga kurang tau, tapi aku tidak keberatan. Selain itu, kami sudah lama tidak bertemu. Tidak ada salahnya dia menginap di rumahku," jelas Foe sambil tersenyum ramah.
"Aku dan Foe teman sejak SMP dan terus bersama hingga SMA. Sudah hal biasa untuk menginap di rumah teman lama, bukan?" Aris pun menengahi pembicaran antara Tifa dan Cony.
"Silakan dilanjutkan, Foe," lanjut Aris.
"Sesampainya di kantor, aku berbincang-bincang dengan Aris. Sekitar jam 9, Aris sudah tertidur pulas di bawah kolong mejaku. Aku tidak ingin mengganggunya, maka aku memilih pindah ke bilik lain untuk segera menyelesaikan berkas klien.
Sesaat keluar dari bilik, aku berpapasan dengan Vini yang turun dari lantai empat. Dia langsung mengajakku untuk menemaninya minum wine yang dia beli dari Inggris, saat liburan bersama keluarganya. Tidak terasa 1 jam lebih kami berbincang. Vini berkata bahwa dia merasa pusing dan pergi ke toilet. Aku menunggunya, kemudian mendengar suara teriakan—berlari ke bawah secepat mungkin. Sisanya ... kalian pasti tahu."
Aris dengan cepat menulis tiap keterangan Foe ke papan tulis secara singkat dan jelas. Bunyi ujung spidol berdecit, memberi kesan ngilu di telinga. Seketika tangan Aris yang menari di atas papan licin itu berhenti. Seperti merasa teringat sesuatu, Aris kembali berbalik ke arah Foe.
"Kamu tahu bahwa di kantor ini ada CCTV?"
"Tentu, kenapa?"
"Berapa? Di mana saja lokasinya? Di mana monitor utamanya?" Aris melayangkan pertanyaan dengan nada tidak sabaran.
Sejenak Foe menggaruk-garuk leher belakangnya, "Jumlahnya ada tiga—satu di lobi utama tepat di atas resepsionis, satu di lantai tiga tempat para karyawan berkerja, dan satunya lagi di lantai empat bagian koridor. Di sana hanya ada ruang sekretaris dan ruang pimpinan. Monitor utamanya ada di resepsionis. Kalau kamu ingin melihat—"
"Tidak, terima kasih, itu tidak perlu," potong Aris dengan nada tidak tertarik.
"Kenapa kamu seyakin itu?" tanya Tifa.
"Kau akan mengerti alasannya. Selanjutnya, Nona Kana." Aris langsung mengarah ke Kana yang tidak bergeser dari kursinya.
Masih tergambarkan keraguan di mimiknya. Ia melihat satu-persatu, setiap orang yang berada di ruang rapat itu. Akhirnya, dia mau berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mystery / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...