"Hachooo!"
Refleks Tifa berusaha menutup mulutnya. Mencegah keluarnya butiran-butiran koloni kuman dari saliva. Cepat-cepat dia meraih sehelai tisu di dalam tas ransel dan berusaha melap hidung dan mulutnya. Tifa tidak ingin kesan 'cantik-cantik tetapi ingusan' melekat pada dirinya.
Malam yang dingin, sedingin hati dosen dan asisten laboratorium yang tidak peduli sebanyak apa tugas yang harus gadis itu kerjakan. Mau ngeluh, tidak guna. Mau marah, juga tidak akan menyelesaikan tugasnya.
Coba aku seperti 'Naruto', punya jurus seribu bayangan. Setidaknya aku bisa menyelesaikan semua pekerjaan secara bersamaan. Tifa yang sibuk berfantasi ria, kembali tersadar ketika ponselnya bergetar pelan. Mau sampai besok berangan-angan pun tugasnya tidak bisa selesai dengan sendirinya.
Sambil mengetik di laptop hijau kesayangannya, Tifa melirik ke meja pelanggan yang lain. Hampir seluruh orang yang sedang nongkrong di sana memiliki wajah sedatar nampan. Ya, hampir. Sedangkan sisanya sibuk menebar aura kemesraan yang membuat Tifa muak. Gadis berkacamata itu kembali memandang satu per satu cowok yang ada di hadapannya, dia bisa menebak aktivitas mereka. Ada yang lagi nonton, main game online, hingga buka tutup situs enggak jelas.
Aroma biji kopi yang sangat menggoda semerbak dengan udara sejuk yang keluar dari pendingin ruangan. Untung saja ruangan tersebut tanpa asap rokok sehingga bau kopinya bisa Tifa nikmati tanpa perlu memesannya. Alunan musik dari Clean Bandit bergema di segala sudut ruangan. Matcha milk tea pesanannya mulai mengeluarkan embun yang membasahi meja dan mulai membentuk lingkaran sempurna.
Tifa datang ke warkop dengan penampilan seadanya; mengenakan kaos oblong berwarna abu-abu yang dia beli dari senior yang katanya untuk penggalangan dana organisasi, lalu menutupinya dengan jaket hitam berbahan katun bertuliskan 'Pharmacy of Clarus Jaya University' di punggungnya. Dia juga memakai celana jeans botol serta sepatu kets abu-abu dengan garis pinggir biru. Gadis dengan kuncir kuda tanpa poni itu pun tak sempat untuk sekadar berdandan tipis.
Tifa melempar pandangannya ke jam di sudut kanan bawah layar laptop, menunjukkan pukul 10:55 PM. Tidak terasa waktu berjalan sangat cepat, namun tidak berbanding lurus dengan tugas kuliah yang jumlahnya masih belum berkurang secara signifikan.
Tifa menghela napas panjang, lalu mengambil ponsel yang tergeletak tepat di samping laptopnya. Jari telunjuknya menyentuh ikon chatting di layar. Tanpa perlu di-scroll, dia langsung membuka percakapan dengan akun bernama Camellia, kakak perempuannya.
***
Tifa: Kak, masih sibuk kah?
Beberapa detik kemudian, Camellia online.
Camellia: Napa?
Tifa: Kak, aku mau pulang, jemput dong ....
Camellia: Iiiihhhh, aku belum selesai kerja tauk!
Tifa: Deh ... jahatnya. Masa Kakak biarin adeknya pulang pakai pete-pete* tengah malam? Nanti aku di begal, kan enggak lucu. :(
Camellia: Ishhh ... iyayaya. Ke kantorku dah, tunggu aku dulu selesaikan semuanya, baru pulang. Kamu tau di mana kantorku?
Tifa: Siap kapteng! Saya akan segera ke arah kordinat. ;)
Camellia offline.
***
Mata Tifa membelak ketika kakaknya langsung mengacuhkan pesan terakhirnya.
Tifa mendecap lidahnya. "Benar-benar Kak Amel jahat. Langsung offline tanpa bilang oke atau hati-hati, kek," ujar Tifa kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mystery / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...