Matahari sudah tergelincir dari singgasananya. Digantikan bulan purnama yang memancarkan cahaya lembut di langit yang gelap tanpa bintang. Mobil patroli polisi berjejer rapi di pinggir jalan. Seluruh warga diminta untuk waspada di rumahnya masing-masing. Garis polisi dibentangkan di sekitar rumah korban, ada beberapa polisi yang menjaga di luar. Tim penyidik sedang mengumpulkan barang bukti di dalam. Mayat korban pun sudah di bawa ke rumah sakit Bhayangkara untuk di autopsi.
Satu rumah di sebelahnya—kediaman keluarga Amar, Aris dan kawan-kawan masih setia menunggu di sana demi kepastian dari para penyidik. Beberapa penyidik masuk ke dalam kamar Amar, mereka berusaha meminta kesaksian dari Theo. Terdengar suara erangan Theo yang risih dengan orang asing.
Setelah satu jam lamanya, para penyidik keluar. Aris dan lainnya bisa menarik kesimpulan dari ekspresi wajah mereka—tidak ada informasi yang berhasil dikorek. Penyakit autis Theo menjadi dinding besar yang menghalau penyidik untuk melacak pelaku perampokan sekaligus pembantaian itu.
Salah satu penyidik yang memakai baju putih, tanda pengenalnya bergelantungan di dadanya yang bidang, mulai mengeluarkan sebungkus rokok dan menyulut salah satu batangnya. Terlihat dari kerutan halus yang ada di dahi maupun matanya, dia masih berumur sekitar awal 30 tahun, namun penampilannya malah membuatnya terlihat lebih tua. Itulah salah satu alasan Aris tidak ingin masuk kepolisian, dia tidak mau harus berkerja 24 jam memikirkan ribuan kasus hingga mengganggu jam tidur dan kesehatannya.
"Kalau tau begini, lebih baik tadi kubawa juga psikiater ke sini," kata penyidik yang menghisap kasar putung rokoknya dan menghembuskan asap putih dari mulutnya.
"Pak, bisa jangan merokok sembarangan di rumah orang. Di sini masih ada yang sayang dengan paru-parunya," ucap Aris memperingati si polisi.
Dia tertawa karena pertama kalinya mendapati warga sipil yang berani mengemukakan pendapatnya tentang kebiasaan merokoknya, "Hahaha ... ternyata benar yang kudengar dari para atasan. Kamu memang menarik."
"Terima kasih atas sanjungannya. Bisa dimatikan sekarang? Sebelum saya yang menyiram putung rokok itu dengan air teh." Aris menyerumput teh yang disajikan pemilik rumah untuk tamu-tamunya.
Pria itu langsung mematikannya dengan sol sepatu dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di sudut ruang tamu. Dia memberikan kode pada anak buahnya untuk pergi terlebih dulu. Dia pun duduk di salah satu single sofa yang tersisa, "Biasanya saksi kunci seperti dia langsung kami interogasi di kantor. Tapi berhubung 'orangnya' tidak bisa diajak kerjasama, terpaksa kami menunggu hingga dia mau berbicara."
"Bagaimana dengan penyelidikan tentang perampokan ini? Bukannya sudah lama kalian usut?"
"Ya ... kami sudah beberapa kali mendapat laporan dari sini—dan berhubung masih ada ratusan kasus yang serupa, kami kesulitan melacak pelaku."
"Oh ... artinya kalian beruntung karena aku akan membantu kalian menyelidiki kasus ini."
"Sepertinya begitu. Begini, sebenarnya saya merasa Anda meremehkan kami. Apalagi kata-kata Anda tadi. Tapi ... apa boleh buat, kami kekurangan tenaga ahli. Jadi, mohon kerja samanya, Aris." Pria itu mengulurkan tangannya dan Aris berjabat tangan dengannya.
Tiba-tiba dari pintu masuk, datang salah satu anak buahnya. Dia membisikan sesuatu kepada bossnya dan pergi keluar setelah menjalankan tugasnya. "Aris, lain kali jangan meremehkan kami. Salah satu anak buahku berhasil melacak mobil curian itu menuju Utara, keluar dari kota Makassar."
"Saya permisi dulu. Selamat malam semuanya," pamit si polisi yang melayangkan hormat kepada Aris.
--0--
Rumah Amar perlahan mulai sepi. Tifa yang selesai membantu ibu Amar mencuci piring bekas makan kapurung bersama yang lainnya, melihat Aris duduk di kursi teras sambil menompang dagunya. Pandangannya memang lurus ke rumah tetangga yang ada di seberang, tetapi terasa yang dia pandang lebih jauh daripada itu. Tifa yang penasaran, duduk di kursi yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mystery / Thriller[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...