Hari senin, dua kata yang berhasil membuat siapa pun yang mendengarnya akan menghela napas malas. Sudah banyak penelitian yang membuktikan—pada umumnya, bila ditanya hari apa yang paling bisa mereka ingat, jawabannya adalah hari senin atau jumat. Kita singkirkan dulu hari jumat yang pastinya memberikan energi positif untuk kebanyakan orang.
Bagi mahasiswa farmasi, terkhusus Tifa, senin adalah pintu masuk dari neraka tugas. Biasanya dosen-dosen akan membuat tugas-tugas yang sangat banyak hingga tidak berpri-kemahasiswaan dan pri-keadilan. Tugas itu harus diselesaikan dalam 1-2 hari, atau lebih parahnya keesokan harinya.
Alasan klasik mereka, atau yang paling menyakiti hati para mahasiswanya adalah 'Otak sudah fresh setelah liburan. Maka saat hari senin tiba, otak harus disuruh bekerja lagi biar tidak pikun'. Dan masih banyak hipotesis dosen yang lainnya. Plus, mereka tidak peduli bila mahasiswa tersebut mendapatkan tugas yang sama banyaknya dari dosen yang lain. Responnya? 'Udah dewasa, harus bisa manajemen waktu' atau 'Kamu itu sudah MAHA bukan lagi SISWA ingusan yang maunya disuapi terus dengan ilmu' dan sebagai-bagainya.
Belum juga dihitung dengan TP dan laporan praktikum. Jangan heran kalau anak farmasi semester awal akan banyak menderita efek samping seperti pingsan mendadak, anemia, insomnia, tipes, hingga penyakit rindu Ibu dan Ayah stadium akhir. Namun tubuh manusia pasti akan berusaha beradaptasi dengan lingkungannya.
Pada tahap menuju pertengahan semester, mahasiswa farmasi akan lebih strong dibanding mahasiswa jurusan lainnya. Hebatnya lagi, bila mereka sudah hampir ditahap skrip-sweet, mereka bisa melaksanakan multitasking. Seperti makan sambil mengetik laporan lengkap praktikum, cek sosmed sambil membuat bahan untuk presentasi di depan dosen, hingga tidur sambil menghapal nama-nama antibiotik sampai ke bawa mimpi.
Pantas saja mereka sering dinobatkan sebagai mahasiswa dengan muka TER-serius dan TER-kusut di kampus manapun. Berbeda dengan jurusan kedokteran walau hampir sama penderitaannya—mereka lebih dipaksa untuk tampil cantik dan bugar di depan pasiennya.
Waktu pergantian mata kuliah dan Tifa masih jenuh dengan hari seninnya. Selama di kelas, pikiran Tifa melayang jauh ke kasus yang harus dipecahkan oleh Aris dan teman satu timnya. Bayangannya masih abu-abu, gadis berambut hitam dengan kuncir kudanya masih belum bisa mendapatkan benang merah dari kasus yang menimpa keluarga Theo.
Sesaat Tifa menguap, dari pintu kelas ada sosok pria berambut kelabu yang berbicara dengan dosen yang akan mengisi kelas Tifa. Siapa yang tidak akan langsung tertarik melihat Aris bak pangeran tampan di fakultas farmasi yang notabennya didominasi oleh kaum hawa. Kelas Tifa saja hanya memiliki 4 ekor laki-laki, itupun mereka mulai lupa akan kelakiannya karena selama satu tahun lebih dan seterusnya hingga 4 tahun lamanya, akan terus berinteraksi dengan lawan jenisnya.
Setelah selang satu menit, Aris memberi kode kepada Tifa untuk keluar. Baru saja pantat Tifa naik dari bangkunya, Aris kembali memberi kode lagi untuk membawa tasnya pula. Dengan penuh kerempongan, Tifa membereskan seluruh barangnya di atas meja. Gadis berkacamata itupun berlari kecil-kecil meninggalkan kelas yang tentu saja menarik perhatian teman-teman sekelasnya.
Mereka ingin menyahut atau menggoda Tifa yang ternyata diizinkan tidak mengikuti kuliah oleh Aris. Tetapi mereka masih sayang dengan nyawa mereka, tidak ada satupun mahasiswa yang mau membuat Aris tersinggung di muka umum. Itu adalah sebuah peraturan yang tidak tertulis, harus dipatuhi oleh seluruh mahasiswa farmasi yang bermukim di Universitas Clarus Jaya.
Belum sempat Tifa melemparkan pertanyaannya, Aris sudah lebih dulu berbicara, "Perampok yang menyerang keluarga Theo berhasil di tangkap. Kita tinggal menangkap satu temannya lagi," ucap Aris sambil berseringai jahat.
--0--
Aris dan Tifa sampai di gerbang kompleks. Terlihat Cony dan Eni sudah sampai lebih awal. Tifa yang masih bingung, hanya bisa menatap ketiga rekannya memasang ekspresi yang sangat serius.
"Kau yakin Aris? Dengan rencanamu?" tanya Cony berusaha meyakinkan diri.
"Ya ... kalaupun gagal, masih ada rencana cadangan yang bisa digunakan."
Setelah mendengar petuah andalannya, Cony dan Eni tersenyum lebar dan kembali optimis. Sedangkan Tifa hanya bisa memiringkan kepalanya. Dia ingin bertanya dengan mereka, namun takut terkena siraman rohani dari Aris.
Keempat anggota Pharma.con melangkah dengan percaya diri ke posisinya masing-masing. Aris mengetuk keras pos satpam yang berada di tengah-tengah jalan dua arah. Ketika pintu terbuka, seorang pria baruh baya yang memakai baju dinas satpam keluar dari ruang kerjanya.
"Ada apa, ya, Nak Aris?" kata Pak Adi penasaran.
"Pak Adi, baru saja saya mendapat berita bahwa komplotan perampok yang menyerang keluarga Theo sudah berhasil ditangkap."
"Benar, kah? Wah ... berita bagus. Saya akan segera menghubungi Pak RT."
"Tidak perlu, Pak Adi. Karena saya datang ke sini dengan maksud yang lain."
"Maksunya ... apa?"
"Sesuai dengan perkiraan saya bahwa ketiga pelaku telah beraksi melakukan perampokan di kompleks ini sebanyak enam kali, terhitung dengan perampokan pada keluarga Theo. Maka, saya ingin menangkap salah satu kawanannya yang telah memberikan kemudahan kepada pelaku untuk melaksanakan rencana jahat mereka. Pak Adi—saya menyatakan bahwa Anda adalah informan ketiga perampok yang sudah tertangkap itu."
Sesaat Aris menyatakan penangkapan kepada Pak Adi, spontan Pak Adi kabur. Mendorong kasar Eni dan Tifa yang berada di belakang Aris dan lari terbirit-birit menuju jalan raya. Dari arah kiri, Cony sudah bersiap-siap untuk menyegrap Pak Adi yang berlari lurus. Dengan kakinya yang panjang, dia berhasil mendekati Pak Adi. Kaki kirinya ditekuk dalam untuk mendorong kaki kanannya ke udara. Dengan lutut sebagai titik pelepasan energi dorongan, berhasil mengenai pinggang Pak Adi yang menyebabkan tubuhnya terlempar ke tanah.
Pak Adi berteriak sangat keras. Kemungkinan pinggangnya akan encok atau mengalami skoliosis* selama lima bulan hingga bertahun-tahun setelah menerima flying kick dari Cony. Tendangan Cony bisa sangat mematikan sebab dia adalah seorang pelatih Muay Thai di salah satu pusat kebugaran di wilayah Makassar. Tetapi pemuda beralis tebal itu tidak mengelurkan seluruh kekuatannya, dia diminta untuk menghentikan Pak Adi, bukannya membuatnya koma. Aris, Tifa dan Eni berlari menghampiri Cony yang tersenyum penuh kemenangan.
"Ternyata plan B yang digunakan," ucap Cony sambil memamerkan deretan giginya yang putih bersih.
"Plan B? Apa itu? Tolong jelaskan padaku! Aku sudah lelah mengikuti kalian seperti orang dungu," teriak Tifa kesal.
"Aku sudah menyusun rencana untuk penangkapan Pak Adi. Untuk jaga-jaga, aku membuat plan A sampai E. Padahal dia bakalan tidak terluka kalau mau menyerahkan diri seperti plan A yang kuperkirakan."
"Jadi ... plan B adalah Cony menunggu Pak Adi lari keluar kompleks dan langsung menendangnya dengan teknik Muay Thai-nya?" Tifa memastikan hasil analisisnya saat melihat kejadian yang baru saja terlewati.
"Pintar! Kamu sudah banyak belajar, Tifa." Eni mengacungkan jempolnya ke arah Tifa atas pencapaiannya. Tifa tersipu malu, bagaikan anak kecil yang baru diberi penghargaan setelah menjawab pertanyaan 1+1 = 2.
"Ternyata dugaan Aris tepat sasaran. Padahal kita belum menanyakannya ke para perampok," ucap Cony kagum.
"Tu, tunggu! Jadi kalian belum bertemu mereka!" potong Pak Adi kesal.
"Belum ... ini salah Pak Adi sendiri. Saya belum selesai menjelaskan, udah lari duluan," Aris kembali tersenyum licik ke arah Pak Adi yang masih merintih kesakitan.
"SIAL! Coba mereka tidak membunuh keluarga Theo. Pasti tidak begini hasilnya."
<><><><><>
Skoliosis: kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang.
[20/2/2019]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con ✔
Mistério / Suspense[TAMAT - Revisi 1 Done] Di gedung kantor sebuah perusahaan finansial, sekretaris bernama Vini meninggal akibat sesak napas serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan. Ada lima orang yang dicurigai dalam kasus tersebut. Tifa, seorang mahasis...
