HTBU [17]

13.8K 2.8K 138
                                    

Tasha PoV

Aku lelah menangis semalam suntuk di kamar ditambah Mark yang hampir ikut menangis karena ia merasa sedih melihatku seperti itu. Mark tidak pernah melepaskan genggaman tangannya selama aku menangis. Tadi Jeffry mengantarku sampai ke dalam rumah. Mark juga menanyakan apa yang terjadi pada Jeffry.

Aku berusaha mati-matian untuk menghilangkan bengkak di mata karena tangisan. Aku mengompres mataku dengan es batu dan air dingin. Aku juga bersusah payah menutup sisanya dengan concealer. Aku harus masuk kerja hari ini karena ada rapat dan Jeffry menjemputku karena ia tidak tega jika aku harus mengendarai mobil sendirian ke kantor.

"Lo ga tidur Jeff?" tanyaku ketika menyadari mata Jeffry yang sedikit memerah dan berair.

"Harusnya gue yang bertanya pada lo kayak gitu kan?" ujarnya. Aku menghela napas lalu memandang jalanan tapi pikiranku melayang kemana-mana. Aku mengingat ucapan Mark semalam ketika aku mulai tenang dan berhenti menangis.

"Mungkin hati lo emang hancur tapi jangan buat orang lain sadar jika hati lo hancur. Angkat dagu dan jangan pernah memperlihatkan kesedihan lo di depan orang kecuali mereka orang yang lo percaya."

Tepukkan bahu Jeffry menyadariku dari lamunan.

"Kenapa?" tanyaku dengan senyuman.

"Ga usah senyum kalau hati lo lagi sakit. Lo mau nangis di depan gue silahkan. Jangan pernah mencoba menyembunyikan apa yang lagi lo rasakan di depan gue. Lo boleh berpura-pura di depan orang lain tapi tidak dengan gue." kali ini aku tersenyum lagi.

"Karena lo tau perasaan gue saat ini, jadi tolong ikut berpura-pura jika tidak terjadi apa-apa ya? gue ga mau semua orang tau apa yang gue rasakan saat ini. Act like nothing happen and make me happy for today."

Semua orang tidak menyadari ada yang berubah dariku. Aku sepertinya pantas mendapatkan penghargaan akting terbaik untuk berpura-pura tertawa dan tersenyum tanpa terlihat penuh beban. Namun ketika Charles mengajakku untuk membeli kopi di Starbucks aku tau jika aku tidak bisa menutupi perasaanku di depannya.

"Hati lo hancur gue tau."

"Hati Daryl tidak kalah hancur dari lo." mocha frappuccino ini terasa lebih pahit daripada biasanya.

"Daryl ga berhenti menangis sejak semalam entah dia sekarang udah keluar dari kasurnya dan mulai menjalani kehidupannya."

"Dia ga kerja?"

"Daryl terlalu lemah untuk act up kayak lo." aku mengangguk.

"Gue mau berterima kasih sama lo karena lo menyelesaikan hubungan kalian dengan baik-baik tanpa ada pertengkaran. Gue sebagai sahabat baik Daryl merasa sedih sebenarnya tapi kalau ini memang pilihan lo gue harap lo ga menyesalinya. Daryl sayang sama lo dan lo juga sayang sama Daryl tapi kalau hubungan kalian memang sudah membuat kalian saling tidak nyaman dan kalian memutuskan untuk berpisah, gue harap itu memang jalan yang terbaik." aku mengangguk dan berusaha untuk tidak menangis.

"Kalau tidak ada jalan lagi untuk kalian bersama gue harap lo bisa menemukan pengganti yang jauh lebih baik dari Daryl- Jeff mungkin?" canda Charles yang membuatku terkekeh.

"Sebenarnya Daryl WA gue." ucapku pada Charles.

"Ya di bales dong neng?!" ujar Charles dengan kesal.

Daryl
Tasha

Tasha
Iya?
Kenapa dar?

Daryl hanya me-read balasanku dan aku menunggu sekitar dua menit sampai akhirnya ia membalas.

"Dia pasti lagi kejang kesenangan lo bales." ujar Charles.

Daryl
Can we meet up?
I have something to talk

Tasha
Sampai besok aku sibuk
Sabtu gimana?

Daryl
Sabtu? Okay
Jam berapa kamu maunya?

Tasha
Jam 4 aja gimana?

"Bilang, cheer up gitu Tas. Biar dia senyum dikit."

Tasha
Daryl
Cheer up ya
Aku udah dengar semua dari Charles
Everything will be alright
See you

"Charles, makasih ya." ucapku.

"Santai aja."

Siang ini aku harus pergi rapat bersama Jeffry untuk membahas gathering yang akan diadakan perusahaan. Aku dan Jeffry mewakili kantor padahal seharusnya mba Tata dan mas Juan ikut tapi mereka sedang rapat dengan para atasan jadi hanya aku dan Jeffry yang datang. Rapat berjalan dengan lancar karena banyak candaan yang dilontarkan. Aku bahkan berkenalan dengan salah satu perwakilan dari Bekasi. Aktarisa namanya, ia sangat humoris yang membuat rapat berjalan dengan penuh tawa.

"Sampai bertemu dua minggu lagi cantik!" godanya ketika kami berpisah.

Aku dan Jeffry memutuskan untuk membeli kopi lebih dulu sebelum balik.

"Tasha!" aku mencari sumber suara dan menemukan Alodia yang melambaikan tangan kepadaku tapi ia tidak sendirian ada Daryl.

Daryl bersama Alodia.

Aku dulu sangat cemburu jika Daryl dekat dengan Alodia tapi aku selalu berusaha menutupinya agar tidak terlihat posesif walau pada akhirnya aku jujur pada Daryl dan sejak itu Daryl jadi memberikan jarak pada Alodia.

Aku menghampiri Alodia dan mulai berbasa-basi walau aku bisa merasakan Daryl terus menatapku tapi aku tidak boleh. Aku bisa menangis lagi.

Beruntung Jeffry memberiku kode untuk segera mengakhiri perbincangan dan setelah itu aku dan Jeffry pamit undur diri lebih dulu. Aku tidak tau apakah Daryl masih berbincang dengan Alodia setelah aku dan Jeff pamit lebih dulu.

"Ini," aku menatap jajanan rambut nenek yang Jeffry berikan padaku. Jeffry tadi memang menepikan mobilnya untuk membeli jajanan rambut nenek tapi aku tidak tahu jika ia membelikannya untukku.

"Sebagai hadiah karena lo berhasil kuat di hadapan Daryl." aku tersenyum lalu mengambil jajanan rambut nenek yang Daryl berikan.

"Makasih ya karena lo mau menemani gue hari ini."

"Ga perlu berterima kasih Tas," aku tidak enak hati sebenarnya apa lagi aku mengetahui fakta jika Jeffry menyimpan rasa padaku.

"Tasha,"

"Ya?"

"Jangan pernah berbohong. Jika masih cinta, bilang. Jika masih ingin kembali, bilang. Jangan menyesal nantinya."

Jeffry, kenapa kamu begitu baik?

To be continue

How to Break Up -DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang