Tatapannya begitu candu.Senyumannya semanis madu.
Cintanya begitu tulus seperti usapan tangannya yang begitu halus.
***
"Teteh, kenapa sih kita sulit untuk bersama?" tanyanya, untuk kesekian kali.
Aku menipiskan bibir.
Perbedaan usia.
Kenapa sih dia tidak mengerti juga?
"Cinta Abdi teh tulus, Abdi enggak peduli sama kata orang. Yang penting mah teteh selalu bersama Abdi."
Tidak semudah itu, Seo Ji Hoon.
Kita beda 11 tahun.
Perbedaan yang mencolok.
"Tampang Abdi mah sudah tua. Enggak ada yang tahu Abdi teh lebih muda dari teteh!" suaranya semakin mengacau. Dia frustasi.
Aku mengusap balik jemarinya yang sedari tadi menggenggamku.
"Ji Hoon fokus pekerjaan dan kuliah saja. Begitu juga teteh, teteh fokus pekerjaan dan karier teteh." ujarku semanis mungkin. Dia memang dewasa, namun terkadang sifat anak-anak nya muncul begitu saja.
Ji Hoon mendengus, "teteh mah memang enggak cinta sama Abdi."
Dia memalingkan wajah, semakin cemberut. Aku tak tahan untuk tidak mengembangkan senyumanku. Inilah salah satu dari berjuta alasan untuk mencintai lelaki muda ini. Aku menunduk, menahan tawaku yang akan pecah. Aku merasakan lirikan matanya dan bibirnya yang ikut tertarik."Teteh kalau mau ketawa ya jangan ditahan. Abdi gemas."
Polos atau tulus?
Both of them.
"Kamu enggak ada kelas?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Dia menggeleng kemudian meminum es kopi yang tinggal separuh di gelas.
"Biasanya anak teknik kan selalu ada tugas kelompok, kok kamu kayaknya santai terus?"
Dia mengerutkan kening dan menaikkan telunjuknya sambil digoyang, "Salah atuh, Abdi selalu ada tugas kelompok. Nanti malam juga Abdi ke kos kang Hyun Min, proyek besar sama dosen belum selesai."
Aku mengangguk-angguk.
"Kerjaan teteh lancar?"
Aku mengangguk kembali.
"Oh iya, besok teteh harus ke Jepang selama satu bulan. Belajar dari situ, jangan sering hubungin teteh. Biar jadi kebiasaan."
Matanya yang kecil membulat maksimal.
"Kenapa sih bahas ini terus? Apa Abdi perlu ke rumah teteh sekarang? Kenalan sama orang rumah?"
"Eh enggak begitu. Hmm, kan dari awal teteh sudah bilang. Kita enggak bisa bersatu."
"Teh, astaga. Kenapa sih enggak dijalanin saja dulu? Sudah tiga bulan, teteh enggak cinta sama sekali sama Abdi? Makanya teteh begini?"
Aku menggeleng pelan.
Jalani saja dulu?
Sampai kapan?
Sampai orangtua ku tahu?
Sampai orang kantor tahu?
Sampai orangtua nya tahu?
Sampai semua orang tahu?
Lalu apa?
Apakah mereka akan mengerti?
Cinta tidak memandang usia, katanya.
Tapi, saat cinta itu ada. Kenapa mereka selalu mencemooh kita?
Aku menyesap es cokelat yang baru kusentuh.
"Jika suatu saat kamu menemukan cinta yang lain dan lebih wajar. Aku sangat ikhlas melihatmu bahagia."
"Tidak ada yang lebih wajar dari cintaku pada teteh. Ingat itu teh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Chae Won || oneshot 🔫
FanfictionMOON CHAE WON // 문채원 || FIKSI || [long-short-ficlet]