Lee Seokmin
Saya tahu bagaimana rasanya kehilangan, itulah kenapa saya tidak akan merebut sesuatu yang telah dimiliki orang.
Ya, meskipun dalam kasus ini, Akasha tidak dimiliki oleh siapapun karena dia tidak memberikan kejelasan.
Saya hanya ingin semua berjalan apa adanya, membiarkannya mengalir seperti air yang tidak tahu kemana ia akan menggenang. Di mata saya, segalanya masih terlihat samar. Entah kemana jadinya waktu akan membawa kisah ini pergi. Namun setahu saya, setiap cerita akan berakhir dengan bahagia. Entah bahagia untuk saya si tokoh utama. Atau entah bahagia bagi dia yang menjadi figuran tetapi kehadirannya diharapkan.
"Harusnya Mas Gata yang anter lo pulang."
"Harusnya lo gak gak nganter gue kalau memang Mas Gata yang harus antar gue pulang."
Saya sempat menatap Akasha meskipun saat itu saya harus membagi perhatian kepada jalanan didepan saya. Kaca mobil bagian depan sesekali tampak buram karena air hujan. Hujannya lebih deras dari sebelumnya, perkiraan cuaca di ponsel saya bilang kalau Bandung akan terus diguyur hujan sampai nanti malam.
"Lagian lo kenapa masih ada disekitaran rumah Mas Gata coba? Sengaja banget nungguin gue?"
"Iya, sengaja. Soalnya gue tau kalau Mas Gata gak akan bisa anter lo pulang." Gue takut lo pulang sendirian dan kehujanan, nanti lo sakit.
"Tadi katanya ... " Akasha memejamkan matanya beberapa saat hanya untuk menambah kesabaran dalam dadanya, "Makasih deh, jadi gue gak perlu hujan-hujanan dan Mas Gata gak harus repot-repot nganterin gue."
Gata lagi.
Sepertinya isi kepala Akasha didominasi oleh nama Mas Gata seluruhnya.
"Makanya nyari pacar tuh yang masih muda, biar gak sakit-sakitan." Ejek saya, sekali-kali Mas Gata juga perlu dihina seperti ini.
"Iri banget lo sama dia, mentang-mentang saingan."
Saya berdecih, "Saingan? Maaf ya, gue gak minat bersaing sama Mas Gata. Nanti juga kalau lo sadar, lo bakalan tau siapa yang lebih pantas buat lo pikirkan."
"Pede banget hidup lo. Sedih ya jadi lo, sekalinya niat move on kok sama cewek orang?"
Secara refleks saya menginjak rem. Mobil tidak berhenti, tetapi lajunya melambat sehingga beberapa kendaraan dibelakang saya yang merasa terhalangi menekan klakson mereka panjang-panjang.
"Ih, anjir, ini kalau gue mati gimana?!" Akasha memegangi sabuk pengaman dengan erat.
"Tinggal dikubur kalau mati." Jawab saya kemudian kembali menjalankan mobil dengan normal. "Gue yang bayarin tukang gali kuburnya."
Akasha berdecak, saya bisa melihat kalau sekarang perempuan itu memiringkan tubuhnya ke kanan hanya untuk bisa melihat wajah saya dengan jelas. "Bohong kan lu suka sama gue? Ngaku deh, orang yang naksir sama orang lain tuh kelakuannya manis, bukan malah kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKSADEKA
Fanfiction[ T E L A H T E R B I T ] Jika bukan karena hubungan Diplomatik antara dua negara, Laksadeka tidak akan pernah mau menginjakkan kakinya di kota yang dulu pernah menjadi gudang luka dalam sejarah kehidupannya. Terlepas dari kenangan buruknya soal...