20. Akhir Sebuah Cerita

12.3K 1.7K 1.5K
                                    

Akasha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akasha

'Ca, bisa ketemu?'

'Mas Gata janji, ini adalah terakhir kalinya Mas Gata nemuin kamu.'

'Solèmos Cafe, jam empat. Mas tunggu'

Terakhir kali katanya ...

Dada gue mendadak sesak. Padahal udah dua hari sejak kejadian di CFD Buah Batu berlalu. Kepala gue sakit, badan gue juga agak demam entah karena apa. Klinik Forensik gak mendapat satu pun kasus, kata AKP Arjuna, Bandung lagi aman meskipun kejahatan-kejahatan kecil masih sering terjadi belakangan. Lagian ngapain sih Mas Gata ngehubungin gue? Padahal akan lebih baik lagi kalau kita lost contact aja, soalnya luka gue belum sembuh, masa iya masih mau dia tambahin lagi?

Foto profilnya juga ... kenapa gak diganti coba? Heran.

Gue menghembuskan napas berat, orang-orang gak tau pada pergi kemana. Cuma ada Netta yang sejak tadi muter lagunya Glenn Fredly yang Januari. Gila sih, udah gue marah-marahin juga tetep aja dia puter. Katanya resep ampuh ngilangin galau itu adalah dengan denger lagu-lagu galau juga. Untung sekarang bulan Maret, coba kalau beneran Januari? Lengkap sudah kebaperan gue hari ini.

"Udah minum obat?"

Tiba-tiba suara Deka terdengar, wajahnya keringetan, di tangannya ada satu kantong plastik kecil yang agak beruap. Gue menggeleng, "Belum, diluar panas." Gue menatap jendela yang berwarna sedikit gelap itu.

"Ke klinik umum yuk? Berobat, sama gue."

"Lo aja yang obatin, sama-sama dokter ini."

"Yaudah masuk ruang autopsi sana, biar gue periksa sama isi-isinya."

Kok ... serem sih?

"Deka mah, ngajak berobat kok ke klinik umum? Kan disana ada dokter itu, yang itu."

Netta tuh ya mulutnya suka gak pake filter. Tapi kok gue mendadak dapet ide gini sih?

"Ayo deh, buruan anter gue." Gue berdiri, menyeret Deka yang masih memegang kantong plastik di tangannya. Mungkin dia terheran-heran sekarang karena gue keliatan antusias banget. Baru aja gue menapaki halaman belakang klinik forensik, Deka menarik tangan gue dengan kencang hingga secara refleks gue berbalik— hampir kepentok badannya yang tinggi itu.

"Anjir tangan gue sakit!" Teriak gue, Deka nariknya udah kayak narik tambang di acara tujuh belasan tau gak?

"Lo kenapa sih? Gue aja yang periksa, gak perlu ke klinik umum." Katanya, menempelkan kantong plastik yang dia pegang ke pipi gue. Isinya botol, mungkin minuman dingin melihat dari berubahnya plastik putih itu menjadi sedikit basah di bagian dalam.

"Gue mau ketemu Nura."

Deka melongo, "Ngapain? Mau labrak dia? Udah ayo pergi, jangan cari masalah, lo masih magang disini."

LAKSADEKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang